Liputan6.com, Jakarta - Keterangan dari Asisten Rumah Tangga (ART) Ferdy Sambo, Susi kerap menjadi sorotan baik dari Majelis Hakim maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Pertama kala Majelis Hakim mulanya mencecar ART Susi atas keterangan soal adanya ancaman dari Kuat Ma'ruf terhadap Brigadir J usai dugaan peristiwa pelecehan di Magelang. Di mana ternyata keterangan itu berbeda dari sidang sebelumnya.
Advertisement
"Saudara diperintahkan oleh saudara Kuat Ma'ruf untuk melihat saudara Putri yang sedang tergeletak, duduk di atas kamar mandi, di depan kamar mandi di lantai 2?" tanya hakim saat sidang untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (8/11/2022)
"Siap, Om Kuat menyuruh saya untuk ngecek ibu ke atas," jawab Susi.
Dari situ, Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa lalu menanyakan soal apakah ada ancaman dari Kuat kepada Brigadir J. Saat Susi berada di lantai dua ketika ingin melihat Putri Candrawathi dengan kondisi tergeletak di depan kamar mandi.
"Siap sambil berkata 'Yos jangan naik ke atas', gitu," ungkap Susi.
"Bagaimana disampaikan?" cecar hakim.
"Om Kuat berkata ke Om ',Yos jangan naik ke lantai dua, jangan naik satu langkah ke tangga," jawab Susi.
"Atau kubunuh kamu?" timpal hakim.
Dari pertanyaan hakim itu, Susi malah mengaku tidak ada ada ancaman dari Kuat Ma'ruf. Tetapi hanya ada sebatas melarang Brigadir J untuk naik ke lantai dua.
Oleh karena itu, Susi dianggap mengubah kesaksiannya. Padahal, saat bersaksi untuk Richard Eliezer alias Bharada E, Susi sempat mengaku adanya ancaman dari Kuat Ma'ruf terhadap Brigadir J.
"Kalau bunuh saya tidak dengar," kata Susi.
"Kemarin saudara bilang begitu (ada ancaman membunuh)," kata Hakim yang membuat Susi terdiam.
Setelah itu Susi menceritakan kalau Kuat Ma'ruf turut memerintahkannya untuk membantu membawa Putri yang tergeletak di kamar mandi, untuk ke tempat tidur.
"Kemudian ibu saya dudukin di kasur, di pinggir kasur, saya beresin kasur sama sprei, sama selimut sama bantal untuk tidurin ibu di kasur. Setelah itu Om Kuat nyuruh saya nutup pintu, pintu kamar ibu sama pintu kaca, sama pintu kaca juga, Om Kuat saya nggak tahu ke mana," jelas Susi.
Dicecar JPU
Keterangan pada waktu momen detik-detik setelah dugaan pelecehan yang dialami Putri Candrawathi juga kembali didalami Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di mana, JPU mulai mempertanyakan kondisi Putri saat di Magelang.
"Kan ini dari awal pemeriksaan saudara (Susi) kan selalu berubah, itu saat tadi diterangkan majelis itu dibilang, Bu Putri memang sakit kondisinya waktu di Magelang?" tanya JPU.
"Waktu di Magelang," kata Susi seraya memastikan.
"Memang sakit, pada pemeriksaan terakhir saksi menerangkan mengecek kondisi saudara mau mengecek kondisi Bu Putri betul. Namun karena pintunya tertutup saudara menunggu di depan tangga?" tanya JPU.
"Iya sore menjelang malam," kata Susi membenarkan.
Lantas, JPU mencecar soal keterangan Susi terkait dengan perintah Kuat soal membantu Putri Candrawathi yang ada di kamar. Apakah atas inisiatif sendiri atau atas perintah, sebagaimana keterangan ketika dicecar majelis hakim.
"Iya sore saya ingin mengecek, karena di bawah sudah tidak ada orang," ujar Susi.
"Artinya bukan disuruh Kuat Awalnya?" tanya JPU.
"Iya, saya awalnya duduk di tangga. Lalu saya mendengar ibu menangis di dalam kamar," kata Susi.
"Jadi yang benar yang mana itu disuruh Kuat apa sendiri, apa bagaimana?" timpal JPU.
"Memang, ada dua kali," tanggap Susi.
Advertisement
Tim Penasihat Hukum Keberatan
Mendengar cecaran dari JPU, salah satu Tim Penasihat Hukum sempat memotong untuk mengajukan keberatan karena apa yang dipertanyakan jaksa adalah dua konteks peristiwa yang berbeda, bukan sebagai keterangan berubah dari Susi.
"Mohon Yang Mulia itu peristiwa yang ditanyakan JPU ada dua kali, dalam berkas perkara," ujar penasihat hukum.
"Tolong penasihat hukum biar kan JPU menanyakan terlebih dahulu. Silakan," kata Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa lanjutkan sidang.
Lalu, Susi kembali memberikan kesaksian terkait dengan dirinya yang sedang duduk di tangga dan hanya mendengar suara Putri menangis kemudian dihampiri Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal alias Bripka RR untuk meminta mengantarkan bantal ke Putri.
"Terus saya bilang saya di tangga, tapi saya turun ke tangga dasar 'Bi ambil bantal sama selimut," ujar Susi.
"Jadi saudara tidak tahu peristiwa Ibu Putri nangis-nangis itu?" tanya JPU.
"Tidak tahu," timpal Susi.
"Sekarang yang saya tanya, karena selalu berubah-ubah. jadi saya tanyakan di Magelang perjalanan saksi di antara Magelang ke Jakarta kan di dalam ada RE, Om Kuat, Bu putri, sama saksi?" tanya JPU.
"Iya ada ibu, saya, Om Kuat, Om Richard (Bharada E) iya," kata Susi.
"Saudara saksi mendengar tidak ada pembicaraan pelaksanaan PCR saat perjalanan itu sewaktu dalam mobil?" tanya JPU.
"Saya tidak mendengar karena saya sering tidur di dalam mobil," jawab Susi kembali.
Dakwaan Pembunuhan Berencana
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total lima tersangka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa turut secara bersama-sama terlibat dengan perkara pembunuhan berencana bersama-sama untuk merencanakan penembakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.
Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
Sedangkan hanya terdakwa Ferdy Sambo yang turut didakwa secara kumulatif atas perkara dugaan obstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.
Atas hal tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," sebut Jaksa.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Advertisement