Liputan6.com, Jakarta - Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah mengumumkan ketiga industri farmasi yang melanggar batasan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirup.
Ketiganya adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Pharma. Berdasarkan penelusuran lanjutan, BPOM kembali menemukan dua industri farmasi lagi yang produknya mengandung EG dan DEG.
Advertisement
Kepala BPOM RI, Penny K Lukito mengungkapkan bahwa temuan berawal dari adanya satu batch yang tidak memenuhi syarat (TMS) pada industri farmasi yang telah diumumkan sebelumnya.
"Kemudian kita lakukan penelusuran terhadap pemasoknya. Didapatkan informasi, batch pelarut juga digunakan pada industri farmasi yang lain --- Ada dua industri farmasi yang sudah kita dapatkan cukup bukti. PT Samco Farma dan PT Ciubros Farma," ujar Penny dalam konferensi pers Perkembangan Hasil Pengawasan dan Penindakan Sirup Obat, Rabu (9/11/2022).
Berdasarkan hasil pengujian terhadap bahan baku dan produk jadi PT Ciubros Farma dan PT Samco Farma, cemaran EG dan DEG dalam bahan baku pelarut tersebut tidak memenuhi persyaratan dalam produk jadi. Bahkan melebihi ambang batas aman," tambahnya.
Sehingga, pihak BPOM saat ini memerintahkan untuk penarikan dan pemusnahan produk yang diproduksi dari kedua perusahaan tersebut. Proses penarikan dan pemusnahan sendiri akan didampingi oleh kantor BPOM di seluruh Indonesia.
"Pemusnahan semua persediaan sirup obat akan nanti disaksikan oleh unit pelaksana teknis BPOM dengan berita acara," kata Penny.
Alur Distribusi Bahan Kimia yang Panjang
Sebelumnya, Penny pun menekankan bahwa sebagian besar dari produk yang ditemukan oleh BPOM mengandung pelarut propilen glikol. Pelarut tersebut kemudian mengandung cemaran EG dan DEG yang tinggi.
"Sebagian besar dari produk tersebut menggunakan pelarut propilen glikol yang memberikan indikasi adanya cemaran. Serangkaian pemeriksaan intensif telah dilaksanakan dalam rangka penelusuran distributor-distributor pemasok bahan baku propilen glikol yang sampai ke industri farmasi," kata Penny.
Penny menjelaskan, jalur distribusi bahan kimia yang ada pada obat ternyata cukup panjang. Mulai dari pihak importir, distributor bahan kimia, pedagang besar, bahan baku khusus, hingga diberikan pada industri farmasi yang memproduksi obat.
Proses tersebut harus ditelusuri satu per satu dan bukanlah proses yang mudah untuk menemukannya. Belum lagi, ada proses sampling dan pengujian lebih dulu yang perlu dilakukan.
"Berdasarkan dokumen-dokumen yang kami miliki, jalur distribusi tersebut dicermati satu demi satu. Kemudian kami lakukan sampling dan pengujian. Jadi memang harus satu-satu kita cermati. Tidak selalu semuanya bisa kami dapatkan dengan mudah," ujar Penny.
Advertisement
3 Distributor Bahan Baku Obat Mengandung Cemaran
Penny menjelaskan, distributor yang menjual bahan baku obat dengan cemaran itu adalah CV Samudra Chemical, yang mana merupakan supplier distributor kimia CV Anugrah Perdana Gemilang.
CV Anugrah Perdana Gemilang pun menjadi pemasok utama untuk CV Budiarta. Menurut keterangan, CV Budiarta menjadi pemasok propilen glikol ke industri farmasi PT Yarindo Farmatama.
"Jadi CV Samudra Chemical adalah distributor kimia dari CV Anugrah Perdana Gemilang, dan CV Anugrah Perdana Gemilang ini pemasok utama untuk CV Budiarta. CV Budiarta ini pemasok propilen glikol yang terbukti tidak memenuhi syarat ke industri farmasi PT Yarindo," kata Penny.
Penny menjelaskan, saat ini PT Yarindo Farmatama pun telah berada dalam proses pidana usai BPOM RI mengumumkan temuan terkait adanya cemaran EG dan DEG. Begitupun dengan industri farmasi lainnya.
Hasil Sampel, EG dan DEG Sangat Tinggi
Lebih lanjut Penny mengungkapkan bahwa dari hasil penelusuran lanjutan pada CV Samudra Chemical, BPOM RI mengambil sampel bahan kimia sebagai bukti. Sample tersebut kemudian digunakan pihak BPOM RI untuk uji laboratorium.
"Hasil uji menunjukkan bahwa 12 sampel dengan integritas propilen glikol terdeteksi memiliki kandungan EG dan DEG yang sangat jauh dari persyaratan," ujar Penny.
"Harusnya 0,1 persen. Sembilan sampel terdeteksi kadarnya sampai 52 persen, dan ada yang sampai 99 persen. Jadi hampir 100 persen adalah kandungan EG, bukan lagi propilen glikol. Ada aspek pemalsuan, berarti labelnya propilen glikol. Padahal dalamnya adalah etilen glikol."
Penny menambahkan, ada pula dua sampel dengan kadar DEG sebesar 1,34 persen yang ditemukan. Berkaitan dengan hal ini pula, Penny mengimbau untuk seluruh industri farmasi yang pernah melakukan hubungan bisnis dengan CV Samudra Chemical hendak memeriksakan bahan bakunya.
"Bisa jadi itu bukan propilen glikol. Dengan persyaratannya adalah kalau masuk ke industri farmasi, cemarannya harus 0,1 cemaran EG dan DEG-nya. Tapi ada kemungkinan kayak tadi, kandungannya sangat-sangat besar," kata Penny.
Advertisement