Rekening Anda Diblokir? Mungkin Ini Penyebabnya

Plt Direktur Analisis dan Pemeriksaan III PPATK, Agus Mulyana, menerangkan ciri-ciri transaksi yang bisa jadi dasar pembekuan rekening.

oleh Arief Rahman H diperbarui 09 Nov 2022, 18:45 WIB
PPATK merupakan sebuah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bisa melakukan pembekuan transaksi dari rekening seseorang jika memenuhi beberapa hal. Utamanya jika terindikasi adanya tindakan pelanggaran hukum atau transaksi ilegal.

Plt Direktur Analisis dan Pemeriksaan III PPATK, Agus Mulyana, menerangkan ciri-ciri transaksi yang bisa jadi dasar pembekuan rekening. Sederhananya pembekuan ini biasa dikenal dengaan istilah blokir.

Mengaacu pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang, PPATK bisa melakukan pembekuan rekening sementara selama 5 hari kerja. Kemudian bisa diperpanjang selama 15 hari, dengan total pembekuan selama 20 hari kerja.

"(Jika) ada indikasi kejahatas atas rekening tersebut, diindikasikan saat kita melakukan analisis, di PPATK itu kan kerjanya menganalisis, memeriksa atas transaksi-transaksi yang memang dilaporkan oleh bank kepada kita," kata dia dalam program Jadi Tahu Liputan6.com bertajuk Pembekuan Rekening dan Bahaya Meminjamkan Rekening Bank, Rabu (9/11/2022).

Ada beberapa hal yang jadi ciri-cirinya. Diantaranya, jika rekening tersebut dilakukan sebagai sarana tindak kejahatan atau menampung hasil kejahatan.

Selain itu, PPATK bisa mengacu pada laporan bank atas indikasi adanya idetitas palsu yang digunakan untuk pembukaan rekening tersebut.

"Katakanlah atas rekening tersebut yang dilakukan baik rekening atau rekening tersebut dipakai untuk menampung hasil kejahatan, atau kalau dari sisi bank-nya terlihat bahwa orang tersebut memakai identitas palsu, nah itu kemudian oleh PPATK bisa dihentikan sementara transaksinya," paparnya.

 


Tak Selalu Mengarah ke Tindak Pidana

Gedung PPATK (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Lebih lanjut, Agus menerangkan kalau setiap pembekuan rekening tidak serta merta mengarah pada tindak pidana. Harus ada beberapa hal yang jadi bukti agar masuk dalam tindak pidana sesuai peraturan yang berlaku.

"Tidak selalu, kalau dari sisi PPATK dari sisi kami pada saat menganalisis memang itu di hulu ya kita lihat adanya transaksi keuangan kita analisis, kita periksa tentunya kita harus firm sekali bahwa memang transaksi tersebut apakah memang dilakukan untuk modus beritikad baik atau tidak itu harus ada proses analisis dan pemeriksaan," terangnya.

"D isitu ada parameter yang harus kita lalui sampai pada kesimpulan memang terjadi pidana atas hal tersebut," tambah Agus.

Dia menyebut kalau pun pemilik rekening merasa tidak melakukan tindak kejahatan, hal itu bisa disampaikan melalui klarifikasi. Jika alasannya rasional dan bisa diterima, maka PPATK bisa membuka pembekuan rekening yang dilakukan.

"Kalau argumentasinya bisa diterima ya kami harus membuka penghentian transaksi sementaranya," tukasnya.

 


Waspada Kejahatan, Masyarakat Diminta Berani Tolak Peminjaman Rekening

Plt Direktur Analisis dan Pemeriksaan III PPATK Agus Mulyana dalam program Jadi Tahu Liputan6.com bertajuk Pembekuan Rekening dan Bahaya Meminjanmkan Rekening Bank, Rabu (9/11/2022)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengimbau masyarakat untuk tidak meminjamkan rekeningnya kepada orang lain, apalagi dengan tujuan yang tidak jelas. Ini guna mengantisipasi dampak yang akan diterima jika penggunaan rekening tersebut untuk tindakan kejahatan.

Plt Direktur Analisis dan Pemeriksaan III PPATK Agus Mulyana menyampaikan hal tersebut. Dia meminta masyarakat turut waspada mengenai permintaan pinjam rekening dari orang lain.

"Kita harus berani menolak tegas, menolak kepada siapapun yang berniaat untuk meminjam rekening kita dengan alasan apapun," kata dia dalam program Jadi Tahu Liputan6.com bertajuk Pembekuan Rekening dan Bahaya Meminjanmkan Rekening Bank, Rabu (9/11/2022).

"karena apabila itu salah orang atau salah meminjamkan, artinya kita harus siap-siap dengan risikonya," tambah dia.

Dia mengungkap kalau orang yang meminjaman rekening juga berisiko terlibat jika ada tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan peminjam. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang.

"Rekening ini kan sama seperti identitas pribadi kita, seperti KTP, Paspor atau NPWP yang bila terjadi sesuatu yang tidak benar atas identitas kita, pastinya pemilik tanda identitas ini akan terkena imbasnya," ungkap Agus.

 


Logis dan Legal

Pada kesempatan yang sama, Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin menyampaikan masyarakat perlu menelisik tujuan dari peminjaman rekening. Dua hal yang jadi catatannya, yakni alasannya perlu logis dan digunakan untuk sesuatu yang legal.

"Hal-hal yang saya kira itu masyarakat belum paham, sederhana saja, logis, itu kalau meminjamkan rekening kepada pihak lain itu mungkin in case misalnya orang tua, atau membutuhkan untuk menerima transfer yang legal, ya itu yang sesuai, yang begitu gak masalah," tuturnya.

"Memang kehati-hatian itu perlu, sesuatu yang logis dan legal itu perlu disadari oleh masyarakat," imbuhnya.

Selain masyarakat, Eddy juga memberi catatan kepada pemerintah. Khususnya dalam hal melakukan pemantauan dan tindakan terhadap suatu dugaan tindakan kejahatan.

"Pemerintah perlu meningkatkan itu juga di berbagai hal, misalnya melakukan pengkinian data, memonitoring, juga meng-enforce (tindakan kejahatan), itu harus lebih baik lagi di sisi pemerintah," bebernya.

Infografis Dugaan Banyak Crazy Rich di Pusaran Cuci Uang Investasi Bodong. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya