Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengaku telah memaparkan keberhasilan dan tantangan dalam pembangunan nasional di bidang HAM selama lima tahun terakhir di hadapan negara-negara anggota PBB, di Markas PBB di Jenewa, Swiss.
Yasonna menyampaikan keberhasilan dan tantangan tersebut dalam Persidangan Universal Periodic Review (UPR) Indonesia. UPR ini merupakan yang keempat kali setelah sebelumnya dilakukan pada 2017.
Advertisement
"Puji syukur, dialog interaktif UPR Indonesia ini berjalan lancar, dan diikuti secara antusias oleh seluruh negara peserta. Tercatat 113 negara berpartisipasi, dengan ratusan pertanyaan dan rekomendasi yang sangat konstruktif, dalam mendorong pembangunan nasional di bidang HAM secara lebih baik ke depannya," ujar Yasonna Laoly dalam jumpa pers virtual, Rabu (9/11/2022).
UPR merupakan forum yang mengedepankan dialog dan kerja sama yang bertujuan meningkatkan kapasitas negara-negara anggota PBB dalam melaksanakan komitmen kemajuan dan perlindungan HAM, sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB 60/251 tahun 2006.
Dalam kegiatan yang diadakan setiap empat tahun sekali ini Yasonna Laoly, didampingi Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Duta Besar Febrian Ruddyard.
Yasonna menilai UPR merupakan momen penting untuk menunjukan komitmen pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan HAM di mata dunia.
"Banyak kemajuan yang telah dicapai, namun juga Pemerintah Indonesia tidak mengabaikan adanya sejumlah tantangan, khususnya ketika kita semua menghadapi ujian yang berat dengan adanya Pandemi Covid-19," kata Yasonna.
Isu yang Jadi Perhatian
Tercatat sejumlah isu yang menjadi perhatian antara lain isu revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, isu hukuman mati, isu ratifikasi optional protokol konvensi anti penyiksaan, isu kebebasan beragama dan berekspresi, isu perlindungan terhadap hak wanita, anak, dan disabilitas, serta isu Papua.
Atas pertanyaan dan rekomendasi tersebut, Pemerintah Indonesia akan mempertimbangkan rekomendasi yang akan diterima untuk ditindaklanjuti dan menjadi bagian penting dari kebijakan HAM Nasional selama lima tahun berikutnya.
Sementara dalam dialog hari ini, Yasonna mengaku menyampaikan setidaknya empat poin kondisi pembangunan di bidang HAM selama 5 tahun terakhir. Pertama terkait tindak lanjut pemenuhan HAM sesuai dengan 167 rekomendasi yang telah diterima pada UPR sebelumnya.
Kemudian situasi khusus dan tidak mudah yang dihadapi Indonesia sebagai dampak pandemi.
"Dan bagaimana pemerintah berupaya keras menciptakan keseimbangan antara pemenuhan hak hidup, hak pendidikan, hak atas kesehatan dan keselamatan masyarakat dan keberlangsungan akses ekonomi dan kehidupan," kata Yasonna.
Kemudian perkembangan di bidang perundang-undangan dan peraturan dan dinamika penegakan hukum, serta kehidupan demokrasi dan good governance, penegakan rule of law, peran masyarakat sipil yang kian dinamis, serta engagement Indonesia pada tingkat internasional.
Advertisement
Keberhasilan dalam Promosikan HAM
Lebih lanjut, kata Yasonna bahwa keberhasilan dalam mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia sangat terkait dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
"Oleh karena itu, pencapaian pemenuhan hak asasi manusia selama lima tahun terakhir tidak terlepas dari komitmen berkelanjutan pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan sejahtera," kata Yasonna.
Selain Indonesia, pada persidangan UPR bulan November 2022 ini, terdapat 13 negara lainnya yang juga melakukan presentasi UPR yaitu Aljazair, Afrika Selatan, Brazil, Belanda, Bahrain, Ecuador, Finlandia, Filipina, India, Inggris, Maroko, Polandia dan Tunisia.
Delegasi Indonesia dalam Dialog UPR ke-4 ini menyertakan unsur-unsur Kemenko Polhukam, Kemlu, Kemkumham, Setkab, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kemensos, serta Mahkamah Konstitusi. Dialog UPR Indonesia juga dihadiri oleh Lembaga HAM Indonesia seperti Komnas HAM dan Komnas Perempuan, maupun NGO nasional dan internasional, antara lain Kontras, Amnesty International Indonesia, OHANA, Human Rights Watch Group, dan Franciscan International dan lainnya.