Kemnaker: Perlu Banyak Pertimbangan untuk Bikin Aturan No Work No Pay

Kemnaker melakukan dialog sosial bipartit untuk menghindari PHK di tengah dinamika perekonomian. Sedangkan mengenai No Work No Pay, kemnaker mempertimbangkan semua masukan.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Nov 2022, 17:52 WIB
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Anwar Sanusi

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha meminta kepada pemerintah untuk membuat kebijakan mengenai fleksibilitas jam kerja dengan prinsip no work no pay. Permintaan itu adalah untuk mencegah adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi mengatakan, pemerintah tengah membicarakan usulan dari pengusaha mengenai sistem no work no pay

Perlu banyak pertimbangan untuk membuat aturan ini karena melibatkan banyak pihak seperti pengusaha dan buruh atau pekerja.  

Anwar memastikan sedang mempertimbangkan semuanya. “Ya artinya kalau permintaan mereka tentunya kita sedang godok, kita juga sedang pertimbangkan semuanya karena kan kalau kita berbicara masalah terkait ketenagakerjaan itu kan dari dua sisi harus kita perhatikan dari sisi pekerja, dari sisi pengusaha tentunya kita carikan solusi yang terbaik,” ujar dia, kepada media, Jakarta, Kamis (10/11/2022).

Oleh karena itu, lanjutnya, Kemnaker melakukan adanya dialog sosial bipartit untuk menghindari PHK di tengah dinamika perekonomian. Pihaknya juga siap untuk mendampingi semua pihak tersebut dalam mencari win-win solution.

“Apapun lah, mudah-mudahan kita bisa tentunya mengantisipasi apapun dengan kebijakan sebaik-baiknya,” jelas Anwar.

Lebih lanjut, pihaknya akan terus memepetimbangkan banyak aspek dan dari sisi lainnya. “Kita sendiri kan juga baru menerima, artinya kita akan mempelajari artinya usulan itu, kita akan mempertimbangkan banyak aspek. Tadi saya katakan ini kan usulan satu sisi, kita kan juga harus mempertimbangkan sisi yang lain. Pokoknya gini, apapun kebijakan itu prinsipnya kita mencari solusi terbaik dari segala pilihan yang ada,” tambahnya.


Tepis Isu PHK, Buruh Curiga Cuma Akal-akalan Pengusaha agar UMP 2023 Tak Naik

Puluhan nisan berjejer rapi di sekitar area Monas, Jakarta, pada Hari Buruh Internasional, Sabtu (1/5/2021). Nisan hitam itu dihiasi tulisan yang mewakili perasaan para buruh, Antara lain RIP PHK Murah, Bebasnya Outsourcing, RIP Cuti Hamil, RIP Satuan Upah-Perjam. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai penyebaran informasi terkait pemutusan hubungan kerja atau PHK massal di industri tekstil merupakan akal-akalan para pengusaha. Tujuannya agar Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2023 tidak mengalami kenaikan.

"Tidak ada PHK terhadap 45 ribu garmen dan tekstil sebagaimana yang disebut kalangan pengusaha," kata Presiden KSPI Said Iqbal saat dikonfirmasi Merdeka.com di Jakarta, Rabu (9/11/2022).

Said melanjutkan, pemberitaan mengenai PHK massal di industri otomotif juga tidak benar adanya. Berdasarkan catatan KSPI, saat ini belum ada aksi PHK massal yang dilaporkan oleh anggotanya.

"Tidak benar ada PHK di sektor automotif. Itu bohong, karena 70 persen perusahaan otomotif adalah anggota FSPMI. Dan kami melihat tidak ada PHK," tegasnya.

Said mengatakan, isu PHK massal sengaja dihembuskan oleh para pengusaha agar seakan-akan kinerja sektor bisnis di Indonesia masih menghadapi kesulitan.

Padahal, kinerja ekonomi Indonesia terus mengalami perbaikan meski dihadapkan pada persoalan ketegangan geopolitik dunia akibat kian memanasnya konflik Rusia dan Ukraina.

"Pengusaha hitam memanfaatkan situasi ini untuk meminta tidak ada menaikan upah dan melakukan PHK dengan memberi pesangon murah dan menggantinya dengan buruh outsourcing," bebernya.

Oleh karena itu, KSPI mendesak Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah tak terpengaruh oleh isu PHK massal yang kian santer disuarakan sejumlah pengusaha dalam memutuskan kenaikan UMP 2023.

"Jangan takut-takuti rakyat. Itu tugasmu," ucap Said Iqbal.

 


Permintaan Loyo, Pengusaha Tekstil PHK 45.000 Karyawan di 2022

Massa buruh yang tergabung dalam Konfederensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) saat menggelar aksi menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) di Balai Kota DKI, Jakarta, Kamis (10/11/2022). Dalam aksinya, massa buruh juga menolak omnibus law UU Cipta Kerja, dan PHK dengan ancaman resesi global. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sebelumnya, Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) telah merumahkan sebanyak 45 ribu karyawan di sepanjang tahun 2022. Kabar pahit ini disampaikan secara langsung oleh Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja.

"45 ribu karyawan industri tekstil di rumahkan, itu data dari anggota seperti itu," kata Jemmy saat dikonfirmasi Merdeka.com di Jakarta, Rabu (26/10).

Jemmy menerangkan, aksi PHK massal ini tak lepas dari turunnya permintaan akan produk tekstil Indonesia imbas lonjakan inflasi global yang disebabkan ketegangan geopolitik dunia. Terutama, Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa sebagai pasar utama ekspor produk tekstil asal Indonesia.

Menurut Jemmy, akibat lonjakan inflasi tersebut membuat daya beli masyarakat di negara tujuan ekspor produk tekstil Indonesia melemah. Sehingga, mereka lebih memilih untuk menunda kegiatan belanja pakaian di tengah situasi ekonomi sulit.

Jemmy menambahkan, pelemahan permintaan produk tekstil dalam negeri juga diperparah oleh aksi agresif banyak bank sentral negara maju untuk menaikkan suku bunga acuan. Alhasil, masyarakat dunia tengah saat ini tengah dibebani kenaikan biaya cicilan kredit.

"Jadi, mereka (konsumen) utamakan untuk kebutuhan pangan dulu makanan. Sedangkan tekstil bukan kebutuhan primer," ujarnya.

  


Penurunan Kinerja

Sektor padat karya lainnya yang menunjukkan penurunan kinerja secara signifikan adalah industri hasil tembakau. Profitabilitas perusahaan rokok terus mengalami penurunan akibat beban cukai yang terlalu tinggi di saat situasi ekonomi yang tidak pasti. Sejumlah perusahaan rokok besar yang biasanya meraih cuan kini terpaksa mengalami penurunan laba bersih yang signifikan.

Terbaru, emiten rokok seperti PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) dan PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) melaporkan penurunan laba yang signifikan pada kuartal-III 2022. Perolehan laba bersih kedua perseroan ini turun jauh jika dibandingkan dengan periode yang sama sebelumnya, bahkan lebih jauh lagi jika dibandingkan dengan kinerja pada 2019 sebelum pandemi COVID-19.

Arsjad pun menyoroti secara khusus akan kelangsungan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja ini. Dia berharap industri padat karya agar diberikan kebijakan yang tepat.

“Industri padat karya memiliki dampak pengganda yang tinggi karena mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat dan menjaga daya beli masyarakat terutama di masa penuh ketidakpastian seperti ini. Dampaknya terhadap ekonomi sangat besar. Karena itu, kebijakannya harus tepat untuk menyikapi baik industri yang sedang berkembang, maupun industri yang tertekan akibat pelemahan daya beli masyarakat luas,” katanya. 

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com

Infografis Ancaman Gelombang PHK Massal Akibat Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya