Hakim Kasus Kopi Sianida Jessica Kumala Wongso Promosi Jadi Hakim Tinggi DKI Jakarta

Majelis hakim Binsar kala itu menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara. Saat itu, terdakwa mengajukan Peninjauan Kembali (PK), namun ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 11 Nov 2022, 14:00 WIB
Saksi ahli toksologi Kombes Nursaman Subandi melakukan simulasi hasil uji pembanding di laboratorium forensik dengan kopi bersianida.

Liputan6.com, Serang - Hakim kasus kopi sianida dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso dan korbannya bernama Wayan Mirna Salihin, di kopi di Olivier Cafe, Grand Indonesia, Jakarta pada 2016 silam sempat menjadi perhatian publik. Kala itu, persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sangat menarik perhatian nasional dan Internasional.

Majelis hakim Binsar kala itu menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara. Saat itu, terdakwa mengajukan Peninjauan Kembali (PK), tetapi ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Sehingga Jessica tetap menjalankan masa hukuman selama 20 tahun penjara. Dan perkara ini sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam bentuk Yurisprudensi MA.

Hakim kasus itu kini menjabat sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Banten. Berdasarkan penelusuran dari website resmi badan peradilan umum (badilum) di https://badilum.mahkamahagung.go.id/layanan-administrasi/pengumuman-mutasi-hakim/3834-hasil-tpm-tanggal-9-november-2022.html, pada Kamis siang, 10 November 2022 pukul 14.23 wib, terdapat nama Binsar Gultom.

Pada hasil Tim Promosi Mutasi (TPM) hakim tertanggal 09 November 2022, dinomor urut 406, terdapat nama Dr Binsar Gultom SH, SE, MH, jabatan lama sebagai hakim di PT Banten, mendapatkan promosi jabatan menjadi Hakim Tinggi (HT) di PT DKI Jakarta.

Pria kelahiran Sibolga, Sumatera Utara (Sumut) pada 07 Juni 1958, juga pernah terlibat dalam persidangan sejumlah pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) berat Timor Timur dan Tanjung Priok, di pengadilan HAM Adhoc Jakarta, sejak 2002-2005. Kala itu, Binsar sempat mencecar pertanyaan kepada mantan Presiden BJ Habibie, terkait lepasnya Timor Timur dari NKRI.

Majelis hakim Binsar berani memutuskan nyaris seluruh terdakwa bersalah bersama ketua Majelisnya bernama Andi Samsan Nganro, kini Wakil Ketua MA bidang Yudisial. Ditemani juga oleh hakim adhoc HAM Heru Susanto dari Universitas Surabaya, dosen Trisakti Amirudin Abureyra dan Sulaeman Hamid dari Universitas Sumatera Utara, Medan.

Binsar Gultom muda menuntut pendidikan S1 jurusan Hukum Pidana di Universitas Atmajaya Yogyakarta, lulus 1985. Dia meneruskan lagi pendidikannya di jurusan Manajemen STIE Jagakarsa, Jakarta Selatan dan lulus tahun 1994. Kemudian menjalani studi S2 Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM Jakarta jurusan Business Law dan lulus pada 2003.

Selanjutnya, Binsar menempuh S3 Doktor Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) dibidang HAM dengan judul disertasi, Pelanggaran HAM Dalam Hukum Keadaan  Darurat di Indonesia, studi kasus Pelanggaran HAM Berat Timor Timur 1999, dengan promotor Jimly Asshiddiqie, dengan co-Promotor Hikmahanto Juwana dan E Lotulung, lulus tahun 2010.

Dia memulai kariernya sebagai PNS Direktorat Pidana Mahkamah Agung pada tahun 1984. Kemudian, diutus menjadi calon Hakim di PN Bogor pada 1992. Selanjutnya pada 1996, Binsar dimandatkan oleh Presiden sebagai Hakim Pratama Muda, ditempatkan di PN Manatuto, Timor Timur Tahun 1995, yang saat itu masih dalam pangkuan Ibu Pertiwi. Lalu mutasi Hakim di PN Dili, ibu kota Timor Timur 1998. Namun paska jajak pendapat Timor Timur 1999, pemerintah Indonesia kalah dan Timor Leste merdeka.

Setelah itu, Binsar bersama keluarganya eksodus ke Jakarta dan ditempatkan hakim di PN Purwakarta 1999, kemudian Hakim PN Bogor akhir 1999 dan ditunjuk pimpinan MA menjadi salah satu Hakim HAM mengadili kasus pelanggaran HAM berat Timor Timur dan Tanjung Priok.

Binsar kemudian mendapatkan promosi sebagai Hakim PN Medan 2004 dan masih tetap pulang pergi ke Pengadilan HAM adhoc di Jakpus untuk mengadili kasus pelanggaran HAM berat Tanjung Priok hingga 2005. Kemudian Binsar dipromosikan menjadi Wakil Ketua dan Ketua PN Simalungun 2006 sampai 2009. Lalu pindah ke PN Bengkulu 2010, PN Palembang 2014.

Selanjutnya ke PN Jakpus pada 2015, dengan kasus yang ramai kala itu, mengadili kasus kopi maut sianida. Hingga tahun 2017 promosi mwnajdi hakim Tinggi di Bangka Belitung, dan terakhirnya menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Banten 2019 sampai sekarang. 


Hakim Bersertifikat

Hakim Binsar Gultom Pandjaitan saat menunjukkan surat pencabutan pengaduan ke KY. (Liputan6.com/Putu Merta SP)

Diketahui juga, bahwa selain sebagai hakim peradilan umum dan HAM, Binsar juga memiliki berbagai macam sertifikat, seperti yang tercantum di SIKEP MA, seperti Hakim bersitifikat dibidang PHI, Pemilu dan Tipikor, bahkan Lingkungan Hidup.

Binsar juga sudah melanglang buana ke Sidney-Adelaide terkait Hukum Lingkungan 2001, ke Hawaii-Denhaag Belanda terkait pendidikan HAM 2003, ke Singapura 2015 masalah HAM dan terakhir ke Portugal-Spanyol 2019 terkait Tata Kelola Peradilan bersama Dirjen Badilum MA.

Hingga saat ini, Binsar juga menjadi dosen Pascasarjana di kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, serta di Universitas Esa Unggul, Jakarta.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya