Liputan6.com, Yogyakarta - Peringatan Hari Pahlawan tak bisa dilepaskan dari pertempuran 10 November dan perjuangan Bung Tomo di Surabaya pada saat itu. Kesuksesan para pejuang tergambar ketika Brigadir Mallaby, salah satu komandan perang Inggris tewas dalam pertempuran itu.
Perjuangan yang dilakukan oleh Bung Tomo tidak hanya melalui pemancar radio, tetapi juga membentuk kelompok Pasukan 'Barisan Berani Mati'. Dikutip dari jurnal berjudul "Tindakan Bung Tomo dari Kejaran Pasukan Belanda dan Strategi Perjuanggan 1945-1949" (2021) oleh Dias Alvy, 'Barisan Berani Mati' merupakan kelompok yang dibentuk untuk melahirkan para pejuang yang tidak gentar berperang melawan tentara musuh, siap mati, siap menjadi syuhada (orang yang mati dengan syahid).
Meski terdengar nekat, ternyata Bung Tomo tidak memaksa orang-orang untuk bergabung dalam pasukan atau anggota 'Barisan Berani Mati'. Sebaliknya, mereka datang dan mendaftar secara sukarela.
Baca Juga
Advertisement
Bung Tomo merekrut para anggota 'Barisan Berani Mati' secara sukarela melalui siaran radio pemberontakan. Bagi mereka yang mendaftar akan diberi pelatihan militer secara intensif agar dapat diturunkan ke medan perang.
Misalnya, cara-cara menggunakan bahan peledak untuk menghadapi kendaraan tempur musuh, cara menggunakan senjata, bela diri, dan lain sebagainya. Para pemuda yang tergabung dalam barisan ini didoktrin dengan mental baja dan semangat yang tidak mengenal rasa takut.
Walaupun nyawa menjadi taruhannya, doktrin yang dikembangkan adalah 'merdeka atau mati'. Seandainya mereka mati maka akan langsung mendapat pahala surga.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Siaran Radio Bung Tomo
Siaran radio Bung Tomo berhasil menarik 40 orang anggota. Keempat puluh anggota tersebut disebar seluruh kota.
Mereka dipersenjatai dan diberi bom yang dapat diledakkan kapan pun. Salah satu anggotanya adalah Sjukur Slamet yang juga merupakan anggota BPRI, Syukur Slamet merupakan seorang perakit bom.
Beberapa anggota 'Barisan Berani Mati' sebetulnya mantan pemimpin PETA atau Pembela Tanah Air. Karena kegigihan Bung Tomo menyatukan para barisan ini, maka barisan ini tersohor hingga ke pelosok Indonesia.
Bahkan, nama 'Barisan Berani Mati' sering disebut dalam sejarah revolusi oleh para penulis Eropa. Ada beberapa alasan mengapa 'Barisan Berani Mati' cukup terkenal.
Pertama, pasukan ini memiliki kedekatan khusus dengan Panglima Jenderal Sudirman. Terlebih lagi pasukan ini terkenal sebagai pasukan populis yang sering kali dikaitkan dengan kejayaan Paling Jenderal Soedirman.
Kedua, pasukan ini dibentuk dengan dasar agama yang kuat. Bahkan, mendapat dukungan dari beberapa ulama seperti Kiai Abdul Hamid di Banjarsari Madiun.
'Barisan Berani Mati' ini bertugas untuk menghancurkan tank-tank musuh atau fasilitas militer yang dimiliki pasukan Belanda, tidak jarang mereka meledakkan diri mereka sendiri. Beberapa anggota dari 'Barisan Berani Mati' kerap kali tidak sabar mendapat tugas dari Bung Tomo untuk menyerang musuh.
Mereka akan senang jika berhasil menembak mati para musuh. Apalagi jika mereka juga gugur di medan pertempuran.
Selain Syukur Slamet, sebut saja nama Gumberg, salah seorang pasukan 'Barisan Berani Mati'. Pemuda bekas pelayan kantor dagang itu terkenal sebagai penembak jitu di kalangan Barisan Berani Mati.
Dia menjadi penembak jitu selama Pertempuran Surabaya. Selama bergabung di pasukan, Gumberg berhasil meruntuhkan 10 pesawat tembakan meriam.
Advertisement