Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) menyatakan sikap tegas terkait Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan. Hal itu disampaikan Ketua Umum KRPI Rieke Diah Pitaloka.
Utamanya, menurut Rieke Diah Pitaloka, nasib tenaga kerja dibidang kesehatan (nakes), pemangkasan kewenang presiden, serta ancaman penyalahgunaan dana amanah di BPJS Kesehatan sebesar Rp200 triliun, dan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp645 triliun.
Advertisement
Rieke mengatakan, pemerintah bersama DPR RI menjamin nasib nakes jika RUU Kesehatan itu resmi menjadi Undang-Undang (UU). Menurut dia, pemerintah dan DPR perlu berkomitmen untuk tidak mengutak-atik dana amanah di BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
"KRPI menilai adanya potensi dana amanah dalam pengelolaanya menjadi bermasalah. Kami khawatir dana amanah itu terindikasi seperti pada kasus ASABRI dan dana pensiun Taspen," ujar Rieke saat melakukan konferensi pers KRPI terkait RUU Kesehatan, di Depok, Minggu (7/5/2023).
Dijelaskannya, pengesahan RUU Kesehatan akan mencabut empat UU, yakni UU Tenaga Kesehatan (99 Pasal), UU Praktik Kedokteran (88 Pasal), UU Kebidanan (80 Pasal), dan UU Keperawatan (66 Pasal).
"Seluruh pasal dalam undang-undang tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pula. KRPI menilai, muatan RUU Kesehatan yang berpotensi dapat melemahkan tenaga kesehatan," terang dia.
Lebih lanjut, Rieke mengatakan, BPJS sebelumnya bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden. Namun, kata dia, dalam RUU Kesehatan tanggung jawab tersebut diberikan kepada menteri terkait, yakni Menteri bidang Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan Menteri bidang Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan).
"Ini berpotensi memangkas wewenang Presiden. Berdasar Undang-Undang BPJS, BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola iuran pekerja dan pemberi kerja harus berada di bawah Presiden. BPJS Kesehatan sebagai pengelola iuran pekerja, pemberi kerja dan Penerima Bantuan Iuran harus berada di bawah Presiden," papar dia.
Tanggung Jawab BPJS Kesehatan dan Ajakan KRPI
Rieke mengatakan, dalam RUU Kesehatan, ketika BPJS bertanggungjawab pada menteri, maka pertanggungjawaban tersebut meliputi program dan pengelolaan keuangan.
"Potensi dana amanah bermasalah, dana amanah jaminan sosial dan aset netto (pencatatan pembukuan akhir tahun 2022), BPJS Kesehatan sebesar Rp 200 triliun dan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 645 triliun," ucap dia.
Karenanya, lanjut Rieke, KRPI mengajak seluruh elemen untuk mendukung dan berjuang bersama tenaga kesehatan di seluruh Indonesia untuk mengawal pembahasan RUU Kesehatan. Serta, kata dia, mendukung dan berjuang bersama pekerja Indonesia agar jaminan sosial tetap diatur sesuai UU SJSN dan UU BPJS.
"Perjuangan ini untuk memenuhi prinsip meaningful participation, mendukung Pemerintah dan DPR RI (Panja Komisi IX) membuka ruang diskusi dan ruang partisipasi masyarakat seluas-luasnya," tandas Rieke.
Advertisement
Rencana Aksi Damai Tolak Pembahasan RUU Kesehatan, Kemenkes Minta Dokter dan Nakes Tidak Tinggalkan Layanan bagi Pasien
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta agar para dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan apoteker untuk tidak meninggalkan pelayanan mereka pada masyarakat.
Permintaan tersebut berkaitan dengan adanya imbauan aksi damai tolak pembahasan RUU Kesehatan dari lima organisasi profesi. Kelima organisasi profesi yang dimaksud yakni:
- Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
- Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
- Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
- Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
Menurut Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Mohammad Syahril, mengungkapkan pendapat merupakan hal yang biasa, namun jangan sampai partisipasi dalam demonstrasi penolakan pembahasan RUU Kesehatan yang digelar pada Senin, 8 Mei 2023 dan rencana mogok massal untuk melayani pasien beberapa hari ke depan mengorbankan kepentingan masyarakat yang lebih luas.
""Layanan pasien harus diprioritaskan. Marilah teman sejawat mengingat sumpah kita: Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan, dan Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien,” kata Syahril melalui keterangan yang diterima Liputan6.com, Minggu (7/5/2023).
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil serta ketentuan lain yang berlaku pada masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan, kata Syahril, Kemenkes meminta agar para dokter dan tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit dan unit layanan Kemenkes agar tidak meninggalkan tugas memberi pelayanan pada jam kerja tanpa adanya alasan yang sah dan izin dari pimpinan satuan kerja.
RUU Kesehatan Tengah Dibahas DPR RI dan Pemerintah
Kemenkes menilai, salah satu tuntutan dari para pendemo adalah RUU Kesehatan seolah-olah berpotensi memicu kriminalisasi kepada dokter dan tenaga kesehatan. Menurut Syahril, hal ini sangat tidak beralasan.
"Janganlah kita memprovokasi seolah-olah ada potensi kriminalisasi. Itu tidak benar. Justru RUU Kesehatan ini menambah perlindungan baru, termasuk dari dari upaya-upaya kriminalisasi. Kita niatnya melindungi, kok malah didemo," kata Syahril.
RUU Kesehatan saat ini sedang tahap pembahasan antara DPR RI dengan pemerintah. Melalui RUU ini, pemerintah mengusulkan tambahan perlindungan hukum untuk dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat.
"Pasal-pasal perlindungan hukum ditujukan agar jika ada sengketa hukum, para tenaga kesehatan tidak langsung berurusan dengan aparat penegak hukum sebelum adanya penyelesaian di luar pengadilan, termasuk melalui sidang etik dan disiplin," tutur Syahril.
Menurut Syahril, terdapat beberapa pasal baru perlindungan hukum yang diusulkan pemerintah, seperti pelindungan hukum bagi peserta didik, hak menghentikan pelayanan jika mendapatkan tindak kekerasan, dan pelindungan hukum pada kondisi tertentu seperti wabah.
Advertisement