Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang hingga emas batangan usai menggeledah kediaman Gubernur Papua Lukas Enembe dan sebuah apartemen di Jakarta pada Rabu, 9 November 2022.
Penggeledahan berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur dengan menggunakan APBD Papua dengan tersangka Lukas Enembe.
Advertisement
"Ditemukan beberapa dokumen terkait perkara, bukti elektronik, catatan keuangan, uang cash dalam bentuk rupiah, dan juga emas batangan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (11/10/2022).
Ali menyebut, barang bukti itu disita untuk memperkuat dugaan pidana yang dilakukan Lukas Enembe. Nantinya barang bukti ini akan dikonfirmasi kembali kepada saksi maupun tersangka.
"Segera dilakukan analisis dan penyitaan sebagai barang bukti dalam perkara dengan tersangka LE (Lukas Enembe)," kata Ali.
KPK menyatakan bakal menentukan langkah hukum lanjutan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek pengadaan infrastruktur dengan menggunakan APBD Provinsi Papua.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, langkah hukum lanjutan akan dilakukan saat KPK selesai menganalisis hasil pemeriksaan kesehatan Lukas Enembe beberapa waktu lalu.
"(Hasil pemeriksaan kesehatan) masih dalam analisis tim penyidik. Untuk segera menentukan langkah hukum berikutnya," ujar Ali dalam keterangannya, Rabu (9/11/2022).
Sebelumnya, KPK berbicara kemungkinan menjemput paksa Gubernur Papua Lukas Enembe. Namun demikian, hingga kini KPK masih memeriksa hasil pemeriksaan kesehatan Lukas oleh tim dokter KPK dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Kalau kemudian pada saatnya memang dibutuhkan ada penjemputan paksa terhadap seorang tersangka, ya, pasti kami lakukan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (8/11/2022).
Ali menyebut, pihaknya masih mendalami hasil pemeriksaan Lukas Enembe di kediamanya di Papua. Diketahui, tim KPK bersama Ketua KPK Firli Bahuri sempat menemui Lukas Enembe pada Kamis, 3 November 2022.
"Tentu kami harus lakukan analisis mendalam bahwa sekali lagi kami tidak ingin melanggar hukum ketika menegakan hukum. Dan yang perlu digarisbawahi bahwa di dalam penegakan hukum itu menjunjung tinggi hak asasi manusia menjadi penting," kata Ali.
Menurut Ali, penjemputan paksa terhadap seorang tersangka bisa dilakukan saat tersangka mangkir dari pemeriksaan tanpa ada keterangan sedikit pun. Namun untuk Lukas Enembe, menurut Ali pihak kuasa hukumnya masih berusaha berkomunikasi dengan tim penyidik KPK.
"Bahwa jemput paksa itu ketentuan normatif di dalam hukum acara pidana, ada ruang untuk itu, di dalam pasal 112 Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP itu ada. Ketika misalnya seorang tersangka mangkir tidak ada sama sekali konfirmasi pada panggilan yang pertama, yang kedua, baru yang ketiganya diambil atau dijemput paksa, itu bisa dilakukan," kata Ali.
"Nah dalam proses ini kan memang kemudian ada ruang diskusi, sekali pun kami selalu mengingatkan saudara penasihat hukum agar tidak membukanya di ruang publik," Ali menambahkan.
Tindakan Firli Dinilai Tidak Etis
Sebelumnya, pada Kamis, 3 November 2022, Ketua KPK Firli Bahuri datang ke Papua menemui Lukas Enembe di kediamannya. Bersama Firli, turut serta pula tim penyidik dan dokter KPK dan tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Mereka memeriksa kesehatan Lukas Enembe yang berkali-kali mangkir dengan alasan sakit. Tim penyidik juga sempat meminta keterangan kepada Lukas Enemebe. Pemeriksaan tak sampai dua jam.
Tindakan Firli yang menemui Lukas ini menuai kritik. IM57+ Institute yang terdiri dari para mantan pegawai KPK yang disingkirkan lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) menganggap sikap Firli ini bisa menjadi angin segar bagi para koruptor.
Menurut Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha, bukan tak mungkin para koruptor lainnya akan berusaha mendekati Firli dengan berbagai cara.
"Perlakuan ini menjadi preseden buruk bagi penanganan kasus ke depan, karena tersangka akan berupaya menggunakan pendekatan yang sama sehingga dapat menjadi bargain dengan pimpinan KPK," ujar Praswad dalam keterangannya, Sabtu (5/11/2022).
Praswad menilai, tak sepatutnya Firli bersikap demikian kepada Lukas Enembe yang kerap mangkir dalam panggilan pemeriksaan sebagai tersangka. Menurut Praswad, sikap Firli ini sudah menciderai rasa keadilan masyarakat.
"Bagi publik, melihat drama keakraban Firli dengan Lukas, seperti ada perlakuan khusus dan istimewa oleh pejabat negara terhadap tersangka korupsi. Rasa keadilan di tengah masyarakat akan terciderai," kata Praswad.
Advertisement