Liputan6.com, Jakarta - Saat ini mudah untuk percaya bahwa robot akan mengambi alih pekerjaan dari manusia dan secara drastis mengganggu pasar tenaga kerja.
Lagi pula, sebagian di antara kamu mungkin pernah mendengar contoh paling konkret bahwa chatbots membuat agen layanan pelanggan lebih efisien.
Advertisement
Namun, ternyata isu robot mengambil alih pekerjaan manusia tidak separah yang mungkin kita pikir. Demikian menurut sebuah studi terbaru yang bertajuk "Are Robots Really Stealing Our Jobs? Perception versus Experience" yang terbit di jurnal telaah sejawat Socius: Sociological Research for a Dynamic World.
Studi dari profesor sosiologi di Brigham Young University, Eric Dahlin, tersebut menemukan bahwa robot tidak menggantikan manusia pada tingkat yang kebanyakan orang pikirkan, tetapi orang cenderung melebih-lebihkan tingkat pengambilalihan robot.
Menurut studi itu, hanya 14 persen pekerja yang mengatakan bahwa pekerjaan mereka digantikan oleh robot. Namun, mereka yang telah mengalami perpindahan pekerjaan karena robot, melebih-lebihkan efek robot mengambil pekerjaan dari manusia sekitar tiga kali lipat.
Untuk memahami hubungan antara kehilangan pekerjaan dan robot, Dahlin melakukan survei melibatkan hampir 2.000 orang mengenai persepsi mereka tentang pekerjaan yang digantikan oleh robot.
Responden pertama-tama diminta untuk memperkirakan persentase karyawan yang perusahaannya telah menggantikan pekerjaan dengan robot. Mereka kemudian ditanya apakah perusahaan mereka pernah mengganti pekerjaan mereka dengan robot.
Temuan Riset
Mereka yang telah digantikan oleh robot (sekitar 14 persen), memperkirakan 47 persen dari semua pekerjaan telah diambil alih oleh robot. Demikian pula, mereka yang belum mengalami penggantian pekerjaan masih memperkirakan bahwa 29% pekerjaan telah digantikan oleh robot.
"Secara keseluruhan, persepsi kita tentang robot yang mengambil alih sangat dilebih-lebihkan," kata Dahlin. "Mereka yang tidak kehilangan pekerjaan, melebih-lebihkan sekitar dua kali lipat, dan mereka yang kehilangan pekerjaan melebih-lebihkan sekitar tiga kali lipat."
Dahlin mengatakan, banyak berita yang memprediksi masa depan pekerjaan telah membesar-besarkan ancaman robot yang mengambil alih pekerjaan. Menurut catatan Dahlin, ketakutan manusia akan digantikan oleh proses kerja otomatis berasal dari awal 1800-an.
"Kita berharap teknologi baru dapat diadopsi tanpa mempertimbangkan semua hambatan kontekstual yang relevan seperti pengaturan budaya, ekonomi, dan pemerintah yang mendukung pembuatan, penjualan, dan penggunaan teknologi tersebut," kata Dahlin. "Namun, hanya karena suatu teknologi dapat digunakan untuk sesuatu, tidak berarti bahwa itu akan diimplementasikan."
Advertisement
Konsisten dengan temuan sebelumnya
Dahlin menyebut temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya; robot tidak menggusur pekerja. Sebaliknya, tempat kerja mengintegrasikan karyawan dan robot dengan cara yang menghasilkan nilai lebih bagi tenaga kerja manusia.
"Contoh sehari-hari adalah vacuum cleaner robot yang membersihkan lantai secara otomatis. Robot ini membersihkan lantai, sementara manusia membersihkan bagian-bagian di bawah rak atau tempat lain yang sulit dijangkau oleh robot," ujar Dahlin.
Dahlin menilai industri penerbangan sebagai contoh bagus lain dari kerja sama robot dan manusia. Produsen pesawat menggunakan robot untuk mengecat sayap pesawat.
Sebuah robot dapat memberikan satu lapisan cat dalam 24 menit–sesuatu yang membutuhkan waktu berjam-jam bagi seorang tukang cat manusia untuk menyelesaikannya.
Dalam hal ini, manusia yang bertugas memuat dan menurunkan cat, sementara robot melakukan proses pengecatan.
Infografis Otak-Atik Daya Listrik Rumah Tangga
Advertisement