OJK Bakal Intervensi Tetapkan Batas Maksimal Suku Bunga Industri Fintech

Dalam periode 2020–2021, penyaluran pinjaman dari sektor industri fintech mampu tumbuh rata-rata sebesar 68,05 persen per tahun.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 11 Nov 2022, 12:24 WIB
Logo OJK. Liputan6.com/Nurmayanti

Liputan6.com, Bali - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan terkait besarnya potensi dari pemanfaatan teknologi digital oleh pelaku usaha di sektor jasa keuangan adalah pertumbuhan sektor industri fintech peer-to-peer (P2P) lending atau disebut pinjaman online (pinjol). 

"Salah satu bukti sahih dari besarnya potensi dari pemanfaatan teknologi digital oleh pelaku usaha di sektor jasa keuangan adalah pertumbuhan sektor industri fintech peer-to-peer lending yang mampu konsisten untuk terus tumbuh positif, bahkan selama periode pandemi,” kata Kepala Eksekutif Pengawasan IKNB OJK, Ogi Prastomiyono dalam sambutan 4th Indonesia Fintech Summit 2022, Jumat (11/11/2022).

Dalam periode 2020–2021, penyaluran pinjaman dari sektor industri ini mampu tumbuh rata-rata sebesar 68,05 persen per tahun. 

"Outstanding penyaluran pinjaman P2P Lending pada September 2022 naik sebesar Rp1,51 triliun atau tumbuh sebesar 77,3 persen yoy, dan tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP90) yang relatif stabil pada level 3,07 persen,” kata Ogi.

Dinamika perekonomian global saat ini masih penuh dengan berbagai ketidakpastian mendorong kenaikan tingkat suku bunga acuan. Sehingga, hal tersebut berdampak pada kenaikan biaya dana cost of fund yang tentunya berdampak negatif terhadap kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kewajiban pelunasan pinjaman.

"Untuk itu, efisiensi proses bisnis menjadi suatu hal yang krusial, sehingga service charge sebagai bagian dari suku bunga pinjaman dapat dikendalikan pada tingkat yang lebih terjangkau,” kata dia.

Ogi menjelaskan, untuk mencegah stigma negatif dari masyarakat terkait aspek keadilan dari tingkat suku bunga yang dibebankan kepada peminjam, maka OJK juga memandang perlu untuk melakukan intervensi dengan menetapkan batas maksimal tingkat suku bunga.

“OJK juga memandang perlu untuk melakukan intervensi dengan menetapkan batas maksimal tingkat suku bunga,” kata dia.


Terima Banyak Masukan

Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Terkait dengan hal ini, OJK menerima banyak masukan dari berbagai pihak mengenai urgensi dari pengaturan manfaat ekonomi yang terdiri dari: bunga, biaya pinjaman, dan biaya-biaya lainnya, dalam rangka memberi perlindungan kepada peminjam agar tidak dikenakan bunga dengan besaran yang tidak wajar.

"Akan tetapi, sebagai bagian dari penerapan evidence-based policy, maka OJK berpandangan bahwa pengaturan suku bunga perlu diimplementasikan dengan mengacu pada hasil riset serta data dan informasi terkait tingkat suku bunga yang berlaku di sektor perbankan, pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya (khususnya untuk jenis pendanaan yang serupa),” ujar dia. 

Berdasarkan hasil riset OJK pada 2021, manfaat ekonomi dapat ditetapkan adalah pada kisaran 0,311 persen-0,4 persen per hari. Dalam praktiknya, bunga yang besar hanya ada pada jenis pendanaan multiguna. 

"Sedangkan untuk pendanaan produktif, bunga tidak terlalu besar. Data pada Juni 2022, biaya rata-rata bunga untuk pendanaan multiguna sekitar 0,25 persen per hari, sedangkan pendanaan produktif sekitar 2,21 persen per bulan,” kata dia. 

Maka dari itu, berdasarkan hasil riset tersebut maka OJK akan menyiapkan peraturan lebih lanjut terkait pembedaan tingkat suku bunga untuk pendanaan produktif dan multiguna.

 

 


OJK Ramal Nilai Ekonomi Digital Indonesia Sentuh Rp 5.184 Triliun pada 2023

Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis nilai ekonomi digital di Indonesia mencapai lebih dari USD 330 miliar atau Rp 5.184 triliun (asumsi kurs Rp 15.710 per dolar AS) pada 2023.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menuturkan, Indonesia berada di jalur pertumbuhan yang tepat untuk mencapai lebih dari USD 330 miliar pada 2030. Bahkan, saat ini ekonomi digital Indonesia menyentuh angka USD 70 miliar atau Rp 1.099 triliun, termasuk yang tertinggi di kawasan ASEAN.

“Untuk mencapai target itu, pemerintah, bank sentral dan OJK senantiasa melakukan koordinasi serta kerja sama memastikan bahwa kebijakan dan layanan yang kita buat dapat mendukung perusahaan dan startup bisa mencapai target tersebut,” kata Mahendra dalam acara 4th Indonesia Fintech Summit 2022, Kamis (10/11/2022).

Mahendra menjelaskan, pihaknya melihat kemajuan teknologi yang juga diakselerasi oleh pandemi COVID-19 telah mengubah aktivitas bisnis.

“Masyarakat kini sangat mengandalkan layanan dan produk berbasis digital didukung oleh personalize, seamless and practical experience. Seiring dengan permintaan yang tinggi, lembaga keuangan pun menyesuaikan dengan bertransformasi dan mengembangkan produk dan layanan baru,” kata dia.

Regulator juga melihat beberapa perkembangan di dalam sektor keuangan termasuk inovasi berbasis blockchain. Beberapa inovasi ini tidak masuk dalam parameter regulasi yang sudah ada, tidak semua inovasi termasuk dalam kategori layanan dan produk keuangan.

“Beberapa dari inovasi ini bukanlah produk finansial tetapi mereka bisa dimanfaatkan untuk menyediakan layanan keuangan. Hal ini pun menuntut kami regulator untuk membuat peraturan yang sesuai demi mengikuti dinamika inovasi tersebut," ujar dia.

 


Ada Tren Baru Bernama Wealthtech, Apa Itu?

Petugas tengah melakukan pelayanan call center di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Group Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani menjelaskan terkait inovasi digital pada 2023.

"Kita dengar inisiatif cross border payment. Mudah-mudahan ini ada kejelasan status dari cryptocurrency dan sebagainya," kata Triyono di sesi khusus dalam acara 4th Indonesia Fintech Summit 2022, Kamis (10/11/2022).

Triyono menjelaskan, apabila Bank Indonesia (BI) sudah rampung membuat kajian terkait central bank digital currency, seharusnya akan ada kejelasan dari currency yang ada di Indonesia.

"Kalau BI sudah selesai membuat kajian tentang central bank digital currency, mestinya akan ada kejelasan status dari currency yang ada di sini," kata dia.

Dia juga melihat salah satu tren terbaru bernama wealthtech atau teknologi manajemen kekayaan. "Lalu kita lihat juga tren sekarang satu klaster yang terbaru yang dinamakan wealthtech mulai muncul," ujar dia.

Triyono mengatakan, wealthtech ini akan mengagregasikan seluruh layanan keuangan menjadi satu kesatuan.

"Artinya dulu kita masih semi-menjadi digital marketing, misalnya jualan asuransi secara digital, tapi kalau wealthtech sudah combine semua menjadi satu dan ini menjadi sebuah layanan yang akan muncul terutama di-drive dari beberapa konglomerasi Indonesia," imbuhnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya