Liputan6.com, Jakarta - Perjalanan ke luar negeri semakin sering dilakukan saat ini. Saat tiba di negara tujuan, biasanya Anda diharuskan mengunduh aplikasi COVID-19 di negara tersebut yang serupa dengan PeduliLindungi.
Namun nantinya Anda tak lagi harus mengunduh aplikasi berbeda untuk COVID-19. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengungkapkan bahwa data-data terkait COVID-19 akan terintegrasi dalam satu tempat dan tidak lagi membutuhkan banyak aplikasi.
Advertisement
"Jadi kalau kita sekarang ke luar negeri, kita harus men-download aplikasi di negara masing-masing. Kalau di Indonesia orang dari luar negeri juga harus download PeduliLindungi," ujar Kunta dalam konferensi pers, Jumat (11/11/2022).
"Kalau ke Jepang harus men-download SOS, kita ke Arab Saudi harus download Tawakkalna. Sehingga nanti handphone kita kan penuh," sambungnya.
Kesepakatan tersebut dibahas dalam Health Minister Meeting (HMM) II dalam KTT G20 yang berlangsung pada bulan Oktober 2022 lalu dengan tema Memperkuat Arsitektur Kesehatan Global. Poin soal adanya integrasi data menjadi isu prioritas kedua pada poin Harmonisasi Protokol Kesehatan Global.
Standar soal protokol kesehatan sendiri nantinya akan ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Termasuk soal rekam jejak vaksinasi.
"Misalnya, vaksinasinya sudah seberapa, sudah berapa kali, pernah sakit enggak. Ada data itu disamakan di aplikasi tadi. Kemudian kita bisa saling membaca, pakai data namanya interoperabilitas," kata Kunta.
Bisa Memudahkan Masyarakat
Kunta menjelaskan, data diri masyarakat yang berkaitan dengan COVID-19 akan tercatat dan saling terintegrasi satu sama lain. Dengan begitu, masyarakat dapat lebih dimudahkan saat melakukan perjalanan ke luar negeri.
"Jadi kita punya PeduliLindungi, begitu kita masuk ke Jepang, nanti Jepang tinggal scan QR code kita, nanti muncul semua datanya. Sama saja, Jepang masuk ke kita, kita scan mereka. Kita enggak perlu upload dari masing masing-masing aplikasi --- itu sudah bisa dibaca datanya oleh seluruh dunia," ujar Kunta.
Menurut Kunta, sistem tersebut mirip dengan sistem paspor yang dapat digunakan pada berbagai negara dengan data yang sudah terverifikasi.
"Konsepnya sama kayak kita punya paspor. Paspor diterbitkan dari masing-masing negara tapi kita bisa baca isi dari paspor tadi. Informasinya standar, ini kita samakan di sektor kesehatan," kata Kunta.
"Arahnya apa? Arahnya pengalaman kita kemarin, pada saat ada COVID-19, kita kan close semua orang. Semua orang enggak bisa bergerak, meskipun ada yang sehat ada yang enggak. Sekarang dengan kondisi tadi, kita lebih kepada kalau sakit enggak boleh pergi. Kalau dia sehat, dia bisa saja bergerak jadi ekonominya tetap jalan."
Advertisement
Dibentuknya Pandemic Fund
Selain soal harmonisasi standar protokol kesehatan global, Kunta mengungkapkan hal lain yang menjadi bahasan dalam momentum HMM II yakni soal pembentukan dana perantara keuangan (Pandemic Fund).
"Pengalaman dengan COVID-19 kita menyadari keterbatasan dana jadi persoalan besar untuk kita. Maka kita membentuk pandemic fund tadi," ujar Kunta.
Dengan begitu, anggota dalam G20 nantinya sudah memiliki dana khusus untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi kedepannya. Bukan hanya untuk negara maju, melainkan untuk negara berkembang agar punya akses yang sama pada fasilitas medis secara merata.
Kunta menjelaskan, Indonesia sendiri tengah menyiapkan proposal untuk pandemic fund yang berfokus pada laboratorium kesehatan. Menurutnya, laboratorium kesehatan punya andil besar dalam kesehatan masyarakat.
"Kita harus memperkuat laboratorium kesehatan masyarakat kita. Dari puskesmas level 1, level 2 kabupaten kota, level 3 provinsi, level 4 region, dan level 5 nasional. Jadi kita bisa meningkatkan surveilans kita," kata Kunta.
Kemudahan Akses dan Pembuatan Laboratorium
Sehingga, Kunta menjelaskan bahwa jika nantinya ada kejadian seperti pandemi kali ini, maka tiap-tiap negara sudah lebih siap. Misalnya, dalam hal vaksinasi, membeli alat kesehatan, APD (Alat Pelindung Diri), dan lainnya.
"Nanti kalau betul-betul kejadian pandemi, itu yang langsung digunakan (pandemic fund-nya) untuk misalnya vaksinasi, akses ke alat-alat kesehatan. Kayak kemarin kita butuh APD. Lebih ke sana. Jadi tidak hanya uang, tapi juga sumber dayanya kita harus punya akses ke sana," ujar Kunta.
Selanjutnya, isu ketiga yang menjadi bahasan soal kesepakatan untuk melakukan analisis kesenjangan dan pemetaan jaringan penelitian. Serta, manufaktur yang ada dan yang sedang berkembang.
"Jadi lebih ke manufaktur dan riset. Intinya, dalam forum presidensi ini kita dorong agar analisa mengenai kesenjangan dan pemetaan jaringan itu dikembangkan di semua negara. Termasuk negara berkembang, dimana kita ingin punya manufaktur dan penelitian di bidang vaksin, terapi, dan diagnosis (VTD)," pungkasnya.
Advertisement