Kemenperin Catat Industri Makanan dan Minuman Tumbuh 3,57 Persen di Kuartal III 2022

Kemenperin mencatat industri makanan dan minuman (mamin) sangat terdampak pandemi Covid-19. Namun subsektor ini masih mampu tumbuh dan berkontribusi pada pertumbuhan industri nonmigas

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 12 Nov 2022, 17:00 WIB
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika pada Pameran Produk Makanan dan Minuman Tahun 2022 di Plaza Pameran Industri, Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (5/7).

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin) di kuartal III 2022 di angka  3,57 persen. Angka ini di atas periode yang sama tahun lalu yang tercatat 3,49 persen.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan,  industri makanan dan minuman (mamin) sangat  terdampak pandemi Covid-19. Namun subsektor ini masih mampu tumbuh dan berkontribusi pada pertumbuhan industri nonmigas yang mencapai 4,88 persen.

“Pada periode yang sama, industri makanan dan minuman berkontribusi sebesar 37,82 persen terhadap PDB industri pengolahan non-migas, sehingga menjadikannya sebagai subsektor dengan kontribusi PDB terbesar,” kata Putu dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu  (12/11/2022).

Kinerja ekspor produk makanan dan minuman juga tak kalah bagus. Pada Januari-September 2022, ekspor mamin mencapai USD 36 miliar, termasuk minyak kelapa sawit. Sedangkan impor produk makanan dan minuman pada periode yang sama sebesar USD 12,77 Miliar.

“Hal ini menghasilkan neraca perdagangan industri makanan dan minuman yang menunjukkan nilai positif” sebut Putu.

Atas capaian tersebut, Putu mengapresiasi pelaku industri mamin di Indonesia serta berbagai pihak yang tetap bergairah menumbuhkembangkan industri mamin di tengah ketidakpastian global. Pemerintah terus mendukung upaya-upaya yang dilakukan stakeholders terkait industri mamin untuk meningkatkan produktivitas dan memperluas pasarnya.

 


Siap-siap, Harga Makanan dan Minuman Jadi Bakal Naik 7 Persen di Akhir 2022

Pengunjung berbelanja kebutuhan sehari-hari di Tangerang, Banten, Selasa (11/10/2022). Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, saat ini tingkat inflasi Indonesia berada di bawah 5,9 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Ketua Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman, melihat adanya kemungkinan kenaikan harga produk jadi makanan dan minuman (mamin) hingga 7 persen di akhir 2022.

Alasannya, permintaan pasokan jelang tahun politik di 2024 sudah mulai meningkat sejak saat ini. Ramainya aktivitas jelang pemilu bakal ikut mendongkrak permintaan di sektor industri makanan dan minuman. 

"Tahun depan saya kira sudah mulai (naik permintaan produk makanan minuman), karena persiapan-persiapan kan mulai November mulai kampanye. Sementara persiapan kan sudah dilakukan sebelum-sebelumnya," ujar Adhi saat ditemui di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (19/10/2022).

Adhi pun memperkirakan, komoditas bahan pangan seperti biji-bijian secara harga akan meninggi. Termasuk karena ongkos distribusi yang meningkat lantaran adanya potensi kenaikan harga energi lagi.

"Untuk antisipasi kita perlu kalkulasi. Makannya industri mamin sedang me-review, karena kemarin kenaikan BBM kita hampir tidak naik harga. Kita akan review akhir tahun ini atau awal tahun depan, kemungkinan perkiraan saya akan naik sekitar 5-7 persen harga produk jadi," kata dia.

 

 

 


Isu Resesi

Pengunjung berbelanja kebutuhan sehari-hari di Tangerang, Banten, Selasa (11/10/2022). Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengklaim tingkat inflasi Indonesia masih terkendali setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menurut dia, isu resesi hingga kenaikan inflasi global tidak akan terlalu berpengaruh terhadap pasar domestik. Namun, harga bahan pangan masih tetap terganggu akibat konflik geopolitik Rusia-Ukraina.

"Masalahnya memag harga, saya perkirakan harga tahun depan akan meningkat. Karena sekarang ini geopolitik belum menentu, perang masih ada. Otomatis pertanian, pupuk, energi segala macam akan terganggu," ungkapnya.

Kendati begitu, ia bersyukur Indonesia masih punya relasi baik dengan banyak negara. Sebagai contoh, ketika pasokan gandum dari Ukraina tersendat, Indonesia masih bisa mencari substitusi ke negara-negara lain seperti Australia, Brazil, Argentina, hingga Amerika Serikat.

"Kemudian India larang ekspor gandum, tapi kita punya hubungan baik, akhirnya kita masih bisa dapat. Cuman harga memang tinggi," sebut dia.

"Perkiraan saya, saya optimis tetap tumbuh, ketersediaan cukup, tapi harga yang harus diwaspadai. Yang perlu dilakukan di dalam negeri adalah mencari pengganti-pengganti yang bisa mensubtitusi," pungkasnya.

Infografis Journal_ Sisa Makanan Jadi Sampah Dominan di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya