Liputan6.com, Jakarta - Catatan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan sebesar 17,3 persen atau 636,400 ton sampah di Indonesia dihasilkan dari pasar tradisional sepanjang 2021. Jumlah sampah yang besar ini belum diiringi dengan pengelolaan sampah yang optimal.
Menurut Kepala Sub Direktorat Barang dan Kemasan, Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik, kapasitas pengelolaan sampah di kota/kabupaten rata-rata di bawah 50 persen, kecuali di kota-kota besar mencapai 70-80 persen.
Baca Juga
Advertisement
Kulit bawang merah, salah satu sampah pasar tradisional yang selama ini hanya dianggap sebagai limbah tak terpakai justru berhasil mengantarkan tim gabungan lintas program studi Universitas Pertamina meraih Silver Medal dalam Indonesia International Invention Expo (IIIE) 2022.
Inovasi ini mengungguli karya-karya dari perguruan tinggi dunia seperti Universidad Autónoma del Estado de Morelos dari Mexico, Suranaree University of Technology dari Thailand, dan Universiti Pendidikan Sultan Idris dari Malaysia.
Melalui penelitian yang berjudul 'Utilization of Fermented Onion Peels (Allium Ascalonicum L.) As Liquid Organic Fertilizer On Chilli Growth', tim yang beranggotakan Azhari Noor Sufie, Arinda Virgiana, Dandy Muhammad Irwan, dan Siska Dwi Wahyuni menjadikan kulit bawang merah sebagai bahan dasar penyubur tanaman organik yang diberi nama O-Boost atau Onion Boost.
“Dalam proses pengolahannya kulit bawang merah harus difermentasi terlebih dahulu selama minimal tiga bulan. Fermentasi dilakukan untuk mendapatkan mikro organisme yang nanti dapat dimanfaatkan untuk Pupuk Organik Cair (POC) juga memaksimalkan kandungan lain seperti senyawa Flavonoid,” jelas Siska dalam wawancara daring Jumat (21/10).
Berdasarkan hasil tes laboratorium yang dilakukan tidak hanya senyawa flavonoid, kulit bawang merah juga mengandung senyawa fenolik, terpenoid dan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang mampu menghambat pertumbuhan hama dan merangsang pertumbuhan akar dan bunga.
Demi mendapatkan formula terbaik, Sufie dan kawan-kawan melakukan uji coba terhadap tiga sampel tanaman cabai sebanyak tiga kali selama 40 hari. Sampel pertama adalah tanaman cabai tanpa adanya perlakuan POC atau O-Boost, sampel kedua adalah tanaman cabai yang diberikan O-boost, dan sampel terakhir adalah tanaman cabai yang diberikan POC dengan tambahan Mikro Organisme Lokal (MOL).
“Dari ketiga sampel tersebut kami mengukur tinggi tanaman, jumlah daun rata-rata, dan jumlah buah cabai. Hasilnya sampel tanaman cabai yang diberikan O-boost lebih unggul dari segi tinggi, jumlah daun, dan jumlah buah daripada dua sampel lainnya,” tambah Siska.
Ramah untuk Kesehatan dan Lingkungan
Dibandingkan dengan pupuk kimia sintetik, produk O-boost tidak hanya mengurangi limbah kulit bawang merah tetapi juga baik bagi kesehatan dan lingkungan. Tanaman yang terlalu banyak diberikan pupuk kimia lalu dikonsumsi oleh manusia akan menimbulkan biomagnifikasi yaitu penimbunan zat-zat berlebihan pada tubuh yang mampu menghasilkan racun.
Sementara bagi lingkungan, pupuk kimia sintetik dapat menyebabkan eutrofikasi. Dilansir dari Conserve Energy Future, eutrofikasi adalah masalah lingkungan pada ekosistem air yang salah satu penyebabnya adalah limbah pupuk Nitrat dan Fosfat. Nutrisi dari pupuk ini dapat mempercepat proses fotosintesis tanaman padat di permukaan air seperti alga atau eceng gondok.
Dibimbing oleh Dr. Suharti Sastroredjo, dosen kimia Universitas Pertamina, produk O-boost nantinya akan diteliti lebih lanjut untuk skala yang lebih besar.
“Kevdepannya kami juga ingin memfokuskan pada kandungan POC untuk melawan hama, karena saat ini fokusnya baru untuk menyuburkan saja. Kami juga ingin melakukan kerja sama dengan LHK atau lembaga pertanian lainnya serta dapat memasarkan O-boost di berbagai marketplace online,” kata Siska.
Advertisement