Liputan6.com, Jakarta - Kekhawatiran atas resesi global terjadi saat bank sentral di berbagai negara mulai meningkatkan suku bunga guna meredam inflasi. Para investor pun beramai-ramai melego saham, berimbas pada anjloknya indeks harga saham dunia.
September lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah hingga hingga angka 7.151,31. Ini buntut karamnya pasar saham Amerika Serikat (AS) akibat keputusan bank sentral AS, The Fed, menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin.
Hal ini juga berdampak kepada kenaikan suku bunga acuan di Indonesia sebesar 50 basis poin dan berisiko pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
Advertisement
Pakar ekonomi Universitas Pertamina, Elan Nurhadi, menyebut, banyak orang bingung apa yang harus disiapkan untuk menghadapi resesi. Untuk itu kita perlu tahu dulu, lebih baik menabung atau investasi saham. Tentu di saat seperti ini, investasi saham cenderung lebih berisiko.
"Karena pasar saham rentan akan tekanan jual saham ketika suku bunga naik,” jelasnya pada wawancara daring, Selasa (8/11/2022).
Bagi masyarakat yang tetap ingin berinvestasi saham, Elan memberikan tips untuk memilih saham yang tidak rentan terdampak resesi. Langkah penting adalah dengan mempelajari laporan keuangan perusahaan. Melalui laporan keuangan, investor dapat mengetahui jumlah utang, arus kas, dan profit sebuah perusahaan.
"Anda juga bisa berinvestasi di industri barang konsumsi dasar, karena industri ini cenderung stabil ketika ketidakpastian ekonomi terjadi,” kata Elan.
Bersama dengan alumni Program Studi Ekonomi Universitas Pertamina, Siti Meilina Nuryassin, Elan melakukan penelitian berjudul Pengaruh Literasi Keuangan dan Risk Tolerance Terhadap Keputusan Investasi Saham (Studi Pada Galeri Investasi Universitas Pertamina).
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingkat literasi keuangan yang tinggi pada individu menandakan semakin baik pengetahuan keuangan, perilaku keuangan serta sikap keuangannya.
"Literasi keuangan yang baik dapat membantu individu untuk memahami pengetahuan dasar tentang keuangan, tabungan dan investasi, risiko keuangan, serta tentang pasar modal,” ungkap Siti yang saat ini berkarir di PT Elnusa Petrofin.
Siti melanjutkan, penelitian ini juga menemukan bahwa keputusan investasi saham secara parsial dipengaruhi oleh risk tolerance, atau kemampuan investor dalam menghadapi risiko investasi.
Semakin rendah toleransi investor (risk averter) terhadap risiko, investor cenderung akan lebih memilih berinvestasi pada instrumen investasi risiko rendah seperti deposito. Sebaliknya, jika investor memiliki toleransi tinggi (risk seeker), maka cenderung berinvestasi pada instrumen investasi risiko tinggi seperti saham.