Liputan6.com, Jakarta - NasDem, PKS dan Demokrat menjadi tiga partai yang digadang akan berkoalisi pada 10 November kemarin. Namun faktanya, hingga hari ini, poros politik tersebut masih sebatas wacana.
Menanggapi hal itu, Analis Politik Arifki Chaniago menilai, batalnya ketiga partai itu untuk berkoalisi disebabkan adanya deal politik yang belum selesai. Salah satunya, kursi calon wakil presiden.
Advertisement
“NasDem sudah diuntungkan karena telah mendeklarasikan Anies lebih awal, sedangkan Demokrat dan PKS harus berebut kursi pendampingnya,” kata Arifki dalam keterangan pers diterima, Senin (14/11/2022).
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Aljabar Strategic ini menambahkan, selain saling berebut kursi antar kader PKS dan Demokrat, poros yang digadang akan bernama Koalisi Perubahan itu masih juga masih menunggu siapa lawan tanding mereka dari kubu PDIP dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
“Dengan belum munculnya capres dari PDI-P dan KIB, Koalisi Perubahan tentu menyimpan nama cawapres untuk dikeluarkan pada saat yang tepat, sehingga tetap menjadi bahan percakapan pada momentum puncaknya,” jelas Arifki.
Terhubung dengan Basis Wilayah
Arifki menganalisis, penentuaan nama calon wakil presiden atau Cawapres akan terhubung dengan basis wilayah.
Seperti diketahui, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Demokrat dan Ahmad Heryawan (Aher) dari PKS memiliki basis wilayah berbeda yang masing-masing mampu menjadi ceruk suara, yakni Jawa Barat untuk Aher dan Jawa Timur untuk AHY.
“Ini menyulitkan untuk calon presiden (Anies) mencari figur wakilnya yang benar-benar tepat."
Advertisement
Harus Ada yang Mengalah
"Paling tidak harus ada yang mengalah. Mungkin dengan adanya jaminan sebagai pemimpin koalisi atau jatah menteri yang lebih besar (terhadap yang tidak dipilih). Ya, deal-dealnya pasti berada di ranah itu," Arifki memungkasi.