Liputan6.com, Jakarta - Slovenia telah memilih presiden baru yang berlatar belakang seorang pengacara yang pernah bekerja untuk mantan ibu negara Amerika Serikat, Melania Trump.
Ini menandai pertama kalinya negara di Eropa Tengah itu memiliki kepala negara perempuan.
Advertisement
Dilansir dari BBC, Senin (14/11/2022) presiden baru Natasa Pirc Musar merupakan seorang jurnalis dan pengacara yang mencalonkan diri secara independen dengan dukungan dari pemerintah kiri-tengah Slovenia.
Dalam pilpres, Pirc Musar mengalahkan mantan menteri luar negeri Slovenia yang juga merupakan seorang veteran politikus partai konservatif, Anze Logar.
Pirc Musar memenangkan hampir 54 persen suara, mengungguli Logar yang mendapat lebih dari 46 persen, menurut keterangan komisi pemilihan Slovenia.
Jumlah pemilih di antara sekitar dua juta populasi adalah 49,9 persen, kata komisi itu.
"Slovenia telah memilih seorang presiden yang percaya pada Uni Eropa, pada nilai-nilai demokrasi di mana Uni Eropa didirikan," ujar Pirc Musar setelah kemenangannya.
Selain itu, Pirc Musar juga membahas situasi dunia yang edang menghadapi masa-masa sulit karena perubahan iklim.
"Generasi muda sekarang memiliki tanggung jawab di pundak politik kita untuk menjaga planet kita sehingga generasi berikutnya, anak-anak kita, akan hidup di lingkungan yang sehat dan bersih," tuturnya.
Pernah Bekerja untuk Mantan Ibu Negara AS, Melania Trump
Peran presiden di Slovenia sebagian besar bersifat seremonial, tetapi Natasa Pirc Musar akan mengurus pemilihan kabinetnya, menominasikan beberapa pejabat tinggi, termasuk gubernur bank sentral.
Sebagai informasi, Natasa Pirc Musar pernah bertugas sebagai pengacara yang menangani proses hukum yang melibatkan Melania Trump, yang juga merupakan kelahiran Slovenia, selama Donald Trump menjabat sebagai Presiden AS.
Pada tahun 2016, Pirc Musar dan kliennya mengajukan gugatan terhadap majalah Suzy di Slovenia karena laporan yang menyebutkan bahwa Melania Trump pernah bekerja sebagai pendamping kelas atas saat mengejar karir modeling internasionalnya.
Penyelesaian di luar pengadilan atas kasus itu pun tercapai.
Advertisement
Korea Utara Tunjuk Choe Son Hui Jadi Menlu Perempuan Pertama, Sosok Familiar Bagi AS
Bicara soal capaian perdana perempuan, Korea Utara memiliki Menteri luar negeri baru. Ia adalah seorang diplomat veteran perempuan yang fasih berbicara bahasa Inggris dan familiar bagi AS.
Sosok Choe Son Hui diketahui berpengalaman dalam berunding puluhan tahun dengan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara besar lainnya.
Media pemerintah pada Sabtu 11 Juni 2022 mengumumkan ditunjuknya Choe Son Hui menjadi menteri luar negeri perempuan pertama Korea Utara. Seperti juga dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (12/6/2022), ia juga termasuk salah satu pejabat perempuan tertinggi dalam sejarah.
Sejauh ini tidak jelas apakah dipilihnya Choe, yang dilakukan dalam pertemuan politik besar selama beberapa hari di Pyongyang, menunjukkan perubahan yang lebih luas dalam pendekatan Korea Utara terhadap AS.
Seperti diketahui, Korea Utara meninggalkan pembicaraan nuklir pada 2019 dan berulang kali mengabaikan undangan untuk berdialog oleh pemerintahan Presiden Joe Biden.
Sebaliknya, Korea Utara meluncurkan 31 rudal balistik tahun ini, memecahkan rekor peluncuran yang dilakukan pada 2019 sebanyak 25 rudal. Selain itu, juga terdapat sejumlah tanda bahwa Korea Utara sedang bersiap untuk melakukan uji coba nuklir lagi, kata Badan Energi Atom Internasional pada pekan ini.
Selama periode ketegangan AS-Korea Utara pada masa lalu, Choe mengambil pendekatan yang lebih lembut.
Dalam perjalanan karirnya, para analis mengatakan, kenaikan pangkat Choe bisa mewakili kesediaan Korea Utara untuk berdialog dengan Washington.
Elisabeth Borne Jadi Perempuan Pertama dalam 30 Tahun Sebagai PM Prancis
Sementara perempuan jadi pemimpin lainnya adalah Elisabeth Borne, dinobatkan sebagai Perdana Menteri atau PM Prancis yang baru. Ini pertama kalinya dalam 30 tahun seorang wanita memegang posisi tersebut.
Mengutip BBC, Selasa (17/6/2022), Borne akan menggantikan Jean Castex dalam peran sebagai PM Prancis. Istana Elysée mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, menjadi wanita kedua yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri sejak akhir Perang Dunia II.
Perempuan pertama di negara itu yang pernah menjabat sebagai PM adalah Dith Cresson. Ia menjabat antara Mei 1991 dan April 1992 di bawah Presiden Sosialis François Mitterand.
Elisabeth Borne sebelumnya menjabat sebagai menteri lingkungan hidup, perhubungan dan tenaga kerja. Dia akan memimpin pemerintah Prancis yang kemungkinan akan ditugaskan untuk memenuhi prioritas kampanye pemilihan Presiden Macron: reformasi pensiun dan peningkatan kebijakan yang dirancang untuk memerangi perubahan iklim.
Pengangkatannya mengikuti pemilihan kembali Presiden Emmanuel Macron pada 24 April.
Borne telah "dipercayakan untuk membentuk pemerintahan," menurut Elysée.
Dia mendedikasikan pencalonannya untuk "setiap gadis kecil," dalam upacara pada hari Senin menandai transfer kekuasaan.
"Ikuti impian Anda sepanjang jalan," kata Borne dalam pidatonya. "Tidak ada yang harus menahan perjuangan untuk tempat perempuan dalam masyarakat."
Sebelumnya pada Senin 16 Mei, Istana Elysée mengumumkan bahwa Castex telah mengajukan pengunduran dirinya. Mantan wali kota sebuah kota kecil Prades di barat daya Prancis itu adalah sosok yang kurang dikenal ketika ia menjadi Perdana Menteri pada Juli 2020. Ia sebelumnya memimpin unit tanggap pandemi COVID-19 Prancis.
Advertisement