Akhir Kasus Penganiayaan Sekuriti Stasiun Duri terhadap Pemuda Down Syndrome

Putra menerangkan, surat perdamaian ditandatangani RT dan RW selalu saksi. Rencananya dibawa Ke Polsek Tambora nanti sore.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 14 Nov 2022, 10:29 WIB
Ilustrasi Penganiayaan (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh sekuriti Stasiun Duri terhadap seorang pemuda penyandang down syndrome berujung damai.

Kapolsek Tambora Kompol Putra Pratama mengatakan, mediasi antara pelapor dan tersangka dilakukan di luar Polsek Tambora.

Dalam hal ini Polsek Tambora hanya memberikan ruang dan kesempatan bagi pihak tersangka dan pihak korban menyelesaikan secara kekeluargaan.

"Anak kiai dan security sudah mediasi dan sepakat berdamai," kata dia dalam keterangannya, Senin (14/11/2022).

Putra menerangkan, surat perdamaian ditandatangani RT dan RW selalu saksi. Rencananya dibawa Ke Polsek Tambora nanti sore.

Nantinya, penyidik Polsek Tambora akan mengadakan gelar perkara untuk menghentikan proses penyidikannya. Hal itu usai berkas administrasi perdamaian dinyatakan telah lengkap.

"Hingga kini kedua tersangka masih ditahan. Estimasi (kedua tersangka bebas) pada Selasa setelah selesai gelar perkara," ujar dia.

Sekuriti Stasiun Duri sebelumnya menganiaya seorang pemuda di kawasan Tambora, Jakarta Barat. Korban, AZ (21) diketahui penyandang down syndrome.

"Iya dia down syndrome," kata Kapolsek Tambora Kompol Putra Pratama saat dihubungi, Rabu (9/11/2022).

Putra menerangkan, pihaknya telah memeriksa pelaku penganiayaan DI (25) dan SB (20). Adapun, motif penganiayaan karena mereka kesal dengan korban. "Anak itu tidak ngaku dan keterangannya berubah-ubah. Itulah kenapa dipukul," ujar dia.

Putra menerangkan, korban yang merupakan anak Pimpinan Pondok Pesantren di kawasan Tambora sering berada di Stasiun Duri. Ketika itu, kedua pelaku melihat korban membakar sampah dekat rel di samping Stasiun Duri pada tengah malam.

"Kemudian diamankan oleh sekuriti karena memang tindakan bahkan sampah itu kan berbahaya berpotensi kebakaran stasiun," ucap dia.

Putra menyayangkan tindakan sekuriti yang melakukan main hakim sendiri. Seharusnya, sekuriti membawa korban ke RT/RW atau keluarganya.

"Sebenarnya kalau mengulangi lagi kan bisa proses pidana kalau ada unsur pengerusakan atau pembakarannya, itu kan ada pidananya," ujar dia.


Korban Trauma

 

Terkait kejadian, Putra menyebut berdasarkan keterangan pihak keluarga, korban penganiayaan sampai mengalami trauma.

"Kalau menurut abangnya ada trauma pada diri anak itu terlihat dari matanya. Itu keterangan dari abangnya cuma kan kita menentukan trauma atau enggak harus cek psikolo," kata Putra.

Kini kedua pelaku harus mempertanggung jawabakan perbuatannya. DI (25) dan SB (20) dijerat Pasal 170 KUHP dengan ancaman pidana 5 tahun 6 bulan penjara.

"Sudah kita tahan, karena visum sudah ada, lukanya jelas terlihat," ujar dia.

  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya