Liputan6.com, Jakarta - Terkait banyaknya kasus kejahatan dan runtuhnya para pemain besar di Industri kripto membuat keamanan investor kripto sebagai konsumen terancam. Menanggapi hal ini, CEO Binance, Changpeng Zhao menyebut perlindungan konsumen kripto jadi tanggung jawab semua pihak.
"Industri kripto punya peran untuk melindungi konsumen tak hanya regulator, bukan tugas regulator 100 persen untuk melindungi konsumen. Jadi perlindungan konsumen adalah tanggung jawab semuanya, kata Zhao dalam acara B20 Summit Indonesia, di Bali, Senin (14/11/2022).
Advertisement
Tak hanya itu, Zhao menambahkan konsumen juga bertanggung jawab atas perlindungan dirinya sendiri dengan mengedukasi diri terkait kripto.
"Kami dari Binance tak hanya sebagai exchanger, tetapi kami juga memberikan fasilitas untuk orang mengakses kripto. Kami mempunyai Coinmarketcap sebagai tempat informasi kripto,” kata Zhao.
Adapun terkait regulasi soal kripto, Zhao menyebut industri saat ini membutuhkan regulasi untuk mengurangi berbagai kejahatan.
“Semuanya memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan pada konsumen. Kita juga membutuhkan banyak regulasi dari regulator,” lanjut Zhao.
Bos binance menuturkan saat ini banyak regulator yang menyamakan pertukaran kripto seperti bank, padahal menurut Zhao keduanya sangat berbeda.
“Saat in banyak regulasi yang menekankan pada KYC (Know Your Customer) dan AML (Anti Money Laundering), banyak regulator yang menganggap exchange beroperasi seperti bank, padahal sistemnya sangat berbeda,” tutur Zhao.
Zhao turut menyarankan agar pelaku industri dapat lebih transparan dan terus bekerja sama dengan regulator di seluruh dunia agar ekosistem di industri kripto semakin baik ke depannya.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Regulator AS Selidiki FTX Terkait Dugaan Salah Menangani Dana Pelanggan
Sebelumnya, di tengah krisis likuiditas yang dialami pertukaran kripto FTX dan gagalnya akuisisi dari Binance untuk membantu. Sekarang, FTX menghadapi regulator AS yang sedang mencari tahu apakah FTX berpotensi salah menangani dana pelanggan di platformnya.
Dilansir dari Yahoo Finance, Jumat (11/11/2022), Komisi Sekuritas AS (SEC) dan Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (CFTC) sedang menyelidiki hubungan FTX dengan entitas saudaranya Alameda Research serta dengan FTX AS.
Investigasi ini belum diungkapkan kepada publik, tetapi telah dimulai berbulan-bulan yang lalu sebagai penyelidikan terhadap FTX AS dan aktivitas pinjaman kripto-nya, menurut laporan bloomberg. Namun penyelidikan ini diperluas terkait kasus baru yang menimpa FTX.
Alameda Research, sebuah perusahaan perdagangan kripto yang dijalankan oleh kepala FTX Sam Bankman-Fried, tertangkap di mata badai minggu ini ketika keuangan neraca yang bocor mengungkapkan hubungan dekat yang tidak biasa dengan FTX melalui token FTT asli bursa.
Changpeng Zhao, kepala eksekutif Binance, mengirimkan gelombang kejutan di Twitter ketika dia menulis perusahaannya, sebagai investor awal di FTX dan pemegang besar tokennya, akan melikuidasi posisinya di FTT.
Sejak serangkaian Tweet itu, pemegang FTT Coin telah berbondong-bondong menjual token mereka. Zhao mengklaim Bankman-Fried kemudian memanggilnya, meminta Binance untuk menyelamatkan perusahaannya yang bermasalah.
Advertisement
Binance Mundur dari Akuisisi FTX
Binance dan FTX pada Selasa, 8 November 2022 keduanya mengungkapkan telah menandatangani letter of intent yang tidak mengikat yang memberikan opsi untuk membeli FTX sambil menunggu uji tuntas.
Namun pada Rabu, Binance mengumumkan telah mundur dari kesepakatan akuisisi itu karena adanya beberapa faktor.
“Setelah melakukan uji tuntas perusahaan serta adanya laporan berita terbaru mengenai dana pelanggan yang salah penanganan dan dugaan investigasi agensi AS,” tulis Binance di Twitter.
Binance kemudian mencatat mereka ingin membantu pelanggan FTX tetapi masalahnya berada di luar kendali atau kemampuan Binance membantu. Pertukaran kripto terbesar itu lebih lanjut mengatakan setiap kali bisnis kripto besar gagal, investor ritel yang menderita.
Bitcoin Rp 52,6 Triliun Disita Departemen Kehakiman AS, Ada Apa?
Sebelumnya, Departemen Kehakiman (DOJ) mengumumkan pada hari Senin bahwa Bitcoin senilai lebih dari USD 3,36 miliar atau sekitar Rp 52,6 triliun yang berafiliasi dengan pasar gelap Silk Road disita oleh penegak hukum pada November 2021.
Pengungkapan oleh Kantor Kejaksaan AS datang setelah James Zhong, orang yang bertanggung jawab untuk menerima 50.676 Bitcoin pada September 2012, mengaku bersalah atas satu tuduhan penipuan dalam jaringan pada Jumat. Sepuluh tahun yang lalu, satu Bitcoin bernilai sekitar USD 10,00.
Kasus ini menjadi penyitaan Bitcoin terbesar kedua dalam sejarah DOJ hanya dikalahkan oleh penyitaan 94.000 Bitcoin yang dicuri dalam peretasan Bitfinex 2016. Atas dugaan kejahatan ini, Zhong bisa bisa dipenjara dengan maksimal hukuman 20 tahun.
Jaksa AS untuk Distrik Selatan New York Damian Williams mengatakan selama hampir sepuluh tahun, keberadaan sebagian besar Bitcoin yang hilang ini telah menggelembung menjadi misteri.
"Dalam memecahkan kasus ini, penegak hukum menemukan dana menggunakan pelacakan cryptocurrency dan cara penyelidikan polisi tradisional," kata Williams dikutip dari Decrypt, Rabu (9/11/2022).
Advertisement
Skema Perdagangan Zhong
Zhong diduga menggunakan skema perdagangan pada September 2012 untuk menipu Silk Road dari Bitcoin-nya tanpa mencantumkan atau membeli barang nyata apa pun dari pasarnya.
Pasar gelap sering digunakan untuk memperdagangkan obat-obatan terlarang dan barang-barang terlarang lainnya sebelum pendirinya, Ross Ulbricht, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 2015.
Dengan cepat memicu lebih dari 140 transaksi back-to-back, Zhong menipu sistem pemrosesan penarikan Silk Road untuk melepaskan 50.000 koin ke beberapa akunnya, semuanya sambil mempertahankan anonimitas, klaim DOJ.
Lima tahun kemudian, Zhong juga diduga menerima Bitcoin Cash (BCH) dalam jumlah yang sama versi Bitcoin yang dirancang untuk skalabilitas yang lebih besar hanya dengan memegang Bitcoin yang sebelumnya dicuri.
Dia kemudian menjual BCH itu di pertukaran cryptocurrency luar negeri dengan tambahan 3.500 Bitcoin, menurut pernyataan DOJ.
Meskipun alamat Bitcoin secara teknis pseudonim atau nama samaran, setiap transfer dicatat di blockchain yang tersedia untuk umum. Dengan demikian, badan intelijen dapat melacak sumber koin tersebut menggunakan teknik canggih.