Liputan6.com, Jakarta - Dengan populasi dunia yang sudah menembus delapan miliar orang, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bertambahnya risiko krisis di sejumlah negara yang sudah menghadapi kelangkaan sumber daya karena perubahan iklim.
Dilansir dari The Straits Times, Selasa (15/11/2022), proyeksi PBB menyebut, apakah masalah itu terkait pangan atau air, baterai atau bensin, akan ada lebih sedikit yang bisa dihabiskan karena populasi global bertambah 2,4 miliar orang lagi pada tahun 2080-an.
Advertisement
"Setiap orang membutuhkan bahan bakar, kayu, air, dan tempat untuk pulang," kata Stephanie Feldstein, direktur populasi dan keberlanjutan di Center for Biological Diversity.
PBB memperingatkan bahaya dari tekanan sumber daya di negara-negara Afrika, di mana populasi diperkirakan akan meningkat. Ini juga di antara negara-negara yang paling rentan terhadap dampak iklim, dan paling membutuhkan pendanaan iklim.
Di Afrika sub-Sahara, di mana sekitar 738 juta orang sudah hidup tanpa persediaan makanan yang memadai, populasinya diproyeksikan melonjak 95 persen pada pertengahan abad ini, menurut Institute for Economics and Peace.
Lembaga tersebut bahkan memperingatkan dalam sebuah laporan pada Oktober 2022 bahwa sebagian besar negara di kawasan Afrika sub-Sahara tidak akan memiliki lingkungan berkelanjutan pada pertengahan abad ini.
Secara global, naiknya populasi hingga delapan miliar mewakili bertambahnya satu miliar orang di Bumi hanya dalam 11 tahun terakhir.
Risiko Besar
John Wilmoth, direktur divisi kependudukan PBB mengatakan bahwa populasi dunia yang menembus delapan miliar menjadi "tanda keberhasilan manusia, tetapi juga merupakan risiko besar bagi masa depan kita".
Negara-negara berpenghasilan menengah, yang sebagian besar berada di Asia, menyumbang sebagian besar pertumbuhan itu, menambah sekitar 700 juta orang sejak 2011.
India menambahkan sekitar 180 juta populasi, dan akan melampaui China sebagai negara terpadat di dunia tahun depan.
Namun, kelahiran terus menurun di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.
China juga telah berjuang dengan program kebijakan satu anak, dan tahun lalu mendesak keluarga untuk hanya memiliki dua anakkarena juga membatasi akses ke aborsi non-medis.
Bahkan ketika populasi global mencapai titik tertinggi, para ahli demografi mencatat bahwa tingkat pertumbuhan telah turun terus-menerus hingga kurang dari 1 persen per tahun. Tetapi hal ini tidak menutup memungkinkan populasi dunia mencapai sembilan miliar orang hingga 2037.
Advertisement
PBB : Populasi Dunia Diprediksi Tembus 10,4 Miliar Orang pada Tahun 2080
PBB memproyeksikan populasi dunia akan mencapai puncaknya, sekitar 10,4 miliar orang pada tahun 2080-an dan tetap pada tingkat itu hingga tahun 2100.
"Sebagian besar dari cerita ini adalah bahwa era pertumbuhan populasi yang cepat yang telah dikenal dunia selama berabad-abad akan segera berakhir," kata Wilmoth.
Sebagian besar dari 2,4 miliar orang yang akan ditambahkan sebelum puncak populasi global akan lahir di Afrika sub-Sahara, menandai pergeseran dari China dan India, ungkap PBB.
"Kota-kota di Afrika rata-rata akan tumbuh," kata Profesor Deborah Balk, peneliti demografi di City University of New York. Hal ini akan membuat jutaan penduduk kota lainnya terkena ancaman iklim seperti naiknya air laut.
"Di seluruh dunia, zona pesisir merupakan wilayah perkotaan yang tidak proporsional", sebutnya.
"Sekitar satu dari 10 orang tinggal di zona pesisir dataran rendah," tambah Balk.
Lagos Diprediksi jadi Kota dengan Populasi Terbesar di Dunia
Kota pesisir Lagos di Nigeria, misalnya, diproyeksikan menjadi kota dengan populasi terbesar di dunia pada akhir abad.
Pertumbuhan populasi yang cepat dikombinasikan dengan perubahan iklim kemungkinan akan menyebabkan migrasi massal dan konflik dalam beberapa dekade mendatang, kata para ahli di PBB.
Selain itu, melonjaknya populasi di Bumi dapat memperbesar tekanan pada alam, karena orang-orang bersaing dengan satwa liar untuk mendapatkan air, makanan, dan ruang tinggal. Tetapi berapa banyak yang mereka konsumsi juga sama pentingnya, menyarankan pembuat kebijakan membuat perbedaan besar dengan mengamanatkan perubahan pola konsumsi.
Emisi karbon dari 1 persen terkaya, atau sekitar 63 juta orang, besarnya lebih dari dua kali lipat emisi separuh umat manusia termiskin antara tahun 1990 dan 2015, menurut analisis tahun 2020 oleh Stockholm Environment Institute dan organisasi nirlaba Oxfam International.
Dampak kemanusiaan pada alam "lebih berkaitan dengan bagaimana kita berperilaku daripada berapa banyak kita", ujar Wilmoth.
Advertisement