Liputan6.com, Bogor - Ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) terjerat pinjaman online (pinjol) hingga jutaan rupiah bikin heboh. Bahkan, kata kunci "Mahasiswa IPB Terjerat Pinjol" masuk ke daftar trending di Google Trend pada Selasa (15/11/2022).
Mahasiswa IPB ini semula diduga terpengaruh usaha penjualan online oleh kakak tingkatnya. Mereka diajak untuk berinvestasi ke usaha tersebut dengan janji mendapat keuntungan 10 persen per bulan. Celakanya, modal investasi tersebut mereka dapatkan dari pinjol.
Namun, keuntungan dari usaha penjualan online itu tidak sesuai dengan cicilan yang mereka bayar ke penagih utang pinjol. Di samping mereka rugi, mereka juga resah karena terus ditagih utangnya. Hingga akhirnya sebagian dari mereka berinisiatif untuk melapor ke Polresta Bogor Kota.
Baca Juga
Advertisement
Kasus pinjol yang menjerat mahasiswa IPB ini telah diketahui pihak kampus. Saat ini, pihak kampus telah melakukan langkah cepat untuk menangani kasus yang menimpa mahasiswanya.
“Pertama, membuka posko pengaduan. Kedua, memilah-milah tipe kasus yang ada. Saat ini sedang kami petakan tipe masalahnya,” kata Rektor IPB University, Arif Satria dikutip dari kanal News Liputan6.com.
Langkah ketiga, IPB mempersiapkan bantuan hukum untuk mahasiswa yang tertipu usaha online ini. Kemudian yang keempat IPB akan melakukan upaya peningkatan literasi keuangan untuk para mahasiswa.
Saksikan Video Piliha Ini:
Hukum Pinjol Hasil Ijtima Ulama
Terlepas dari kasus yang menjerat mahasiswa IPB, berbicara pinjaman online atau pinjol sebenarnya pernah dikaji oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7.
Mengutip laman resmi MUI, menurut hasil Ijtima Ulama ada empat ketentuan hukum pinjol.
Pertama, pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau utang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Kedua, sengaja menunda pembayaran hutang bagi yang mampu hukumnya haram.
Ketiga, memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar hutang adalah haram. Adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab).
Keempat, layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan.
Terkait pinjol, Ijtima Ulama merekomendasikan tiga hal, di antaranya sebagai berikut.
1. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo, POLRI, dan OJK hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau financial technologi peer to peer lending (fintech lending) yang meresahkan masyarakat.
2. Pihak penyelenggara pinjaman online hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan.
3. Umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Advertisement
Pandangan Muhammadiyah
Terkait pengharaman pinjol dari Ijtima Ulama, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas menyepakati keputusan tersebut.
“Praktik ribawi itu diutak-atik bagaimana pun tetap akan menimbulkan kemafsadatan karena menentang Sunnatullah atau hukum alam. Hukum alamnya orang kalau berusaha ada tiga kemungkinan yang akan dia hadapi, yaitu untung, rugi, atau pulang pokok,” kata Anwar Abbas dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.
“Bisakah kita menentang hukum alam? Jawabnya bisa. Cuma kalau kita tentang, maka kita sendiri dan masyarakat luaslah yang akan menanggung resiko serta bencana dan malapetakanya,” ujarnya.
Kendati demikian, Anwar mengatakan bahwa pinjaman online maupun pinjaman offline yang tidak bertentangan dengan hukum syariat tetap diperbolehkan.