Liputan6.com, Bandung - Angklung dikenal sebagai alat musik tradisional yang berkembang di wilayah Jawa Barat. Salah satu daerah di Jabar yang terus melestarikan angklung adalah Kota Bandung.
Baca Juga
Advertisement
Pada 21 Mei 2022 lalu, Kota Bandung bahkan mendeklarasikan diri sebagai Kota Angklung. Deklarasi dibacakan oleh sejumlah tokoh angklung dan disaksikan Wali Kota Bandung Yana Mulyana di Balai Kota Bandung.
“Kami, mewakili masyarakat Kota Bandung, yang mencintai seni dan budaya angkung meliputi para pengajar, pelajar, pengrajin, pemain, akademisi, pemerhati, dengan tokoh masyarakat dan Pemerintah Kota Bandung, pada hari ini menyatakan bahwa angklung menjadi identitas baru Kota Bandung dengan sebutan ‘Bandung Kota Angklung’,” kata deklarator Bandung Kota Angklung, Taufik Hidayat Udjo, salah satu tokoh angklung di Kota Bandung dikutip dari laman bandung.go.id.
Dalam keterangannya, Kota Bandung bertekad untuk terus melakukan perlindungan, pelestarian, pengembangan, dan peregenerasian terhadap seni budaya angklung yang sudah menjadi milik dunia ini
Dengan nilal-nilai filosofi yang terkandung di dalamnya, melalui angklung masyarakat Kota Bandung akan terus menjaga keharmonisan tanpa memandang SARA dengan semangat kerja sama, gotong royong, dan tenggang rasa.
Menurut Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, setelah deklarasi tersebut, semua pegiat angklung di Kota Bandung punya tanggung jawab besar untuk melestarikan angklung.
"Saya berharap langkah kita ini tidak berhenti sebatas deklarasi. Perlu ada program nyata untuk menduniakan angklung," ujarnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, Dewi Kaniasari menyebut deklarasi ini menjadi tonggak bagi Kota Bandung untuk jadi ikon ‘Kota Angklung’. Terutama angklung kreasi, yang telah menjadi ciri khas produk pertunjukan angklung dari Kota Bandung.
"Semoga deklarasi ini membuat Kota Bandung menjadi destinasi wisata budaya. Semoga angklung terus berkembang pesat. Tong ngaku urang Bandung lamun teu ngangklung," kata dia.
Eksistensi Angklung
Perjalanan eksistensi angklung di Kota Bandung dijabarkan dalam tiga periode. Periode pertama dekade ‘30 hingga ‘70-an, yakni periode angklung yang dipopulerkan Daeng Soetigna.
Periode kedua yakni dekade 70 hingga 90-an, yang merupakan era angklung yang dipopulerkan Saung Angklung Udjo.
Periode ketiga adalah dekade 90-an hingga saat ini; yang merupakan periode angklung kreasi.
Sejumlah sumber menyebutkan, angklung telah dikenal sejak Sunda masa lampau. Instrumen angklung digunakan dalam berbagai acara, khususnya perayaan bercocok tanam.
Pada masa itu, angklung dimainkan sebagai bentuk pemanggilan kepada Dewi Sri atau Dewi Kesuburan. Kata angklung sendiri berasal dari bahasa Sunda ‘angkleung-angkleung’, yang artinya gerakan pemain dengan mengikuti irama. Sementara kata ‘klung’ adalah suara nada yang dihasilkan instrument musik tersebut.
Setiap nada dihasilkan dari bentuk tabung bambu yang berbeda ukuran. Sehingga jika digoyangkan akan menghasilkan melodi indah yang enak didengar.
Adapun sejak 2010, angklung telah menjadi Warisan Budaya Lisan dan Takbenda Manusia United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Advertisement
Saung Angklung Udjo
Di Kota Bandung, untuk menonton pertunjukan angklung dapat mengunjungi Saung Angklung Udjo. Saung Angklung Udjo merupakan cagar kebudayaan sunda yang penting di Jawa Barat.
Didirikan sejak 1966 oleh almarhum Udjo Ngalagena yang kini sudah mencapai ke generasi ketiga yakni diturunkan kepada cucu-cucunya. Hingga kini, tercatat telah memiliki sekitar 500 murid yang dididik langsung oleh para seniman Saung Angklung Udjo.
Pertunjukan di Saung Angklung Udjo dibuka dengan penampilan upacara halaran. Upacara ini biasa dilakukan penduduk Jawa Barat untuk mengarak-arak anak yang baru disunat di atas kursi bambu jampana.
Hiburan ini diberikan spesial untuk diperlakukan seperti raja sehari kepada si anak karena pada zaman dahulu proses penyunatan masih menggunakan bambu yang disayat tipis.
Kemudian, pertunjukan dilanjutkan dengan penampilan calung cilik yakni pentas anak-anak yang piawai dalam menampilkan peran komedi dan tari sambil memainkan calung (alat musik tradisional Jawa Barat yang dimainkan dengan cara dipukul). Tema komedi sebagai representasi masyarakat sunda yang suka bobodoran (bercanda).
Tak berhenti sampai di situ, pertunjukan selanjutnya memang bukan dari Sunda melainkan dari Cirebonan berupa rampak topeng. Tari topeng kelana merupakan kesenian tari yang menakjubkan. Tarian ini terbilang sulit karena si penari harus memerankan dua karakter yang berseberangan yakni lemah gemulai dan tak lama kemudian harus tampil gagah perkasa sebagai representasi dari sosok pewayangan, Rahwana.
Belum lagi saat menari, topeng yang dikenakan harus digigit dan penari hanya dapat melihat dari celah yang sangat kecil.
Hal yang menarik yang didapatkan dari pentasan ini adalah setelah penampilan angklung bertema lagu nusantara, seluruh pengunjung berkesempatan untuk memainkan angklung bersama.