Liputan6.com, Bali - Dana Pandemi (Pandemic Fund) hasil kesepakatan Negara G20 sebaiknya dapat ditujukan untuk memperkuat layanan kesehatan primer. Dalam hal ini, pembiayaan dana pandemi dapat digunakan untuk upayakan transformasi layanan kesehatan primer.
Hal di atas disampaikan oleh Founder dan CEO Center for Indonesia's Strategic Development Initiative (CISDI) Diah Satyani Saminarsih. Menurutnya, mekanisme Pandemic Fund yang baru saja diluncurkan dalam Presidensi G20 Indonesia belum menyoroti penerimaan dana tersebut untuk layanan kesehatan primer.
Advertisement
Penguatan pelayanan kesehatan primer, seperti Puskesmas dan Posyandu sangat dibutuhkan dalam menghadapi pandemi. Belajar dari penanganan pandemi COVID-19, pelayanan kesehatan primer menjadi tulang punggung terhadap upaya promotif dan pencegahan.
“Fokuskan pembiayaan kesehatan pada pembangunan dan peningkatan kapasitas serta resiliensi sistem kesehatan,” terang Diah dalam G20 Side Event bertajuk, Redesigning Pandemic Prevention, Preparedness, and Response: Lessons Learned and New Approaches di Conrad Hotel, Nusa Dua Bali, Bali pada Senin, 14 November 2022.
“Belajar dari pandemi COVID-19, transformasi layanan kesehatan primer – yang belum secara spesifik disebutkan dalam prioritas area untuk menerima pendanaan Pandemic Fund – serta masukan dari berbagai komunitas sesuai kebutuhan, harus menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan prioritas ranah pembiayaan yang akan ditetapkan.”
Secara khusus tentang transformasi layanan kesehatan primer, timpangnya kapasitas layanan kesehatan primer merupakan catatan utama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), World Bank, dan The Global Vaccine Alliance (GAVI) sebagai salah satu penyebab tidak tercapainya cakupan vaksinasi di negara-negara berpenghasilan rendah dan rendah - menengah dibanding negara berpenghasilan tinggi.
“Oleh karenanya, penetapan prioritas Pandemic Fund membutuhkan konsultasi dan partisipasi penerima manfaat untuk dapat merepresentasikan kebutuhan mereka dan tidak berisiko mengulang kembali ketidakadilan struktural pembiayaan kesehatan global,” lanjut Diah.
Pandemic Fund yang telah diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 13 November 2022 merupakan langkah konkret dari pertemuan G20. Pandemic Fund menjadi instrumen penting untuk lebih mempersiapkan dan merespons pandemi berikutnya dengan lebih baik.
Pastikan Pengawasan Dana Pandemi
Catatan CISDI terkait Pandemic Fund lainnya, yakni peran publik dan masyarakat sipil krusial dan dibutuhkan untuk memastikan pengawasan terhadap penggunaan dana pandemi dapat berjalan baik dan transparan.
“Pendanaan Pandemic Fund hingga saat ini baru terkumpul sebesar USD1,4 miliar atau hanya 10 persen dari keseluruhan target yang dicanangkan dalam Pandemic Fund (mencapai USD31,1 miliar) sesuai perhitungan World Bank dan WHO,” Diah Satyani Saminarsih menambahkan.
“Selain itu, tidak semua kontributor menandatangani kerja sama jangka panjang, baik dalam siklus kontribusi tiga maupun lima tahunan sehingga keberlanjutan pendanaan ini dipertanyakan.”
Dalam kacamata domestik, Indonesia berkomitmen menyumbang setidaknya Rp740 miliar atau USD50 Juta dalam Pandemic Fund melalui sumber pembiayaan APBN. Komitmen finansial tambahan untuk Kesehatan Global bukanlah sebuah langkah yang biasa diambil oleh Indonesia.
Oleh karena itu, perlu pelibatan masyarakat sipil bermakna untuk mengawal bagaimana kontribusi ini akan diterjemahkan ke depannya. Selain itu, peran masyarakat sipil diperlukan dalam proses pengambilan keputusan.
“Ini supaya memastikan Pandemic Fund merefleksikan semangat inklusi dan kesetaraan agar pendanaan bisa bermanfaat dan mencapai negara-negara hingga komunitas-komunitas yang membutuhkan pendanaannya,” terang Diah.
Peluncuran Pandemic Fund yang menjanjikan ketersediaan sumber daya menuju kesiapsiagaan pandemi akan menjadi pondasi tata kelola pembiayaan kesehatan global yang inklusif dan berkeadilan.
Kepemimpinan Indonesia dalam Presidensi G20 khususnya untuk bidang kesehatan sangat patut mendapat pujian. Diluncurkannya Pandemic Fund secara resmi adalah bukti leadership (kepemimpinan) Indonesia dalam sebuah inisiatif global.
Komitmen Indonesia untuk melakukan pledge sebesar USD50 juta untuk Pandemic Fund adalah bukti konkrit atas kepemimpinan ini.
Advertisement
Dekat dengan Masyarakat
Pada Pertemuan Pertama Menteri Kesehatan Negara G20 (1st Health Ministers Meeting), WHO Director-General Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, adanya layanan kesehatan primer yang dekat dengan masyarakat turut andil dalam mencegah berkembangnya berbagai penyakit di masyarakat.
Layanan kesehatan primer di Indonesia, seperti Puskesmas merupakan langkah yang sangat strategis untuk untuk menghadapi masalah kesehatan di masa depan, termasuk pandemi.
“Saya sangat senang, Indonesia fokus ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer untuk membangun sistem kesehatan yang kuat dan saya percaya ini adalah langkah yang tepat untuk menghadapi dan merespons pandemi,” ungkap Tedros di Yogyakarta pada Senin, 20 Juni 2022.
“Kami terus dukung Indonesia untuk fokus ke layanan kesehatan primer untuk pencegahan dan respons terhadap pandemi.”
Selain itu, Tedros juga memuji penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia sangatlah baik. Hal ini dibuktikan dengan cakupan vaksinasi COVID-19 dosis lengkap maupun booster dan pelaksanaan protokol kesehatan yang cukup tinggi.
“Saat ini sudah lebih dari 70 persen populasi telah divaksinasi, itu bukti bahwa Indonesia salah satu negara yang penanganan pandeminya baik,” ucapnya.
Walau kemajuan penanganan COVID-19 di Indonesia berjalan baik, Tedros menegaskan, saat ini pandemi belum berakhir. Penularan virus Corona masih terjadi di tengah masyarakat.
“Karenanya, kewaspadaan diri melalui vaksinasi dosis lengkap yang dilanjutkan dengan booster serta penerapan protokol kesehatan harus terus dilaksanakan agar tetap terlindungi dari ancaman penularan COVID-19,” tegasnya.
Dalam dokumen berjudul, WHO Policy Brief: Clinical management of COVID-19 yang terbit tertanggal 14 September 2022, ada sejumlah tindakan penting untuk dipertimbangkan oleh Negara Anggota WHO demi menyesuaikan kebijakan penanganan COVID-19.
Salah satunya, mengintegrasikan alur perawatan klinis pasien COVID-19 melalui sistem layanan kesehatan primer. Perawatan klinis yang berkualitas untuk pasien COVID-19 memerlukan diagnosis dan pengujian dini dan disertai dengan intervensi perawatan klinis yang tepat.
Perawatan dengan intervensi klinis yang tepat mengurangi risiko bahwa pasien akan terus mengembangkan penyakit parah dan memerlukan rawat inap. Akibatnya, lebih banyak nyawa akan selamat.
Investasi Layanan Kesehatan Primer
Pelayanan kesehatan primer memainkan peran penting dalam kebutuhan kesehatan masyarakat. Sebab, fasilitas layanan kesehatan primer dekat dengan tempat tinggal dan bekerja masyarakat dan memungkinkan kesiapsiagaan dan respons yang lebih baik terhadap pandemi.
WHO mendesak negara-negara anggota di Wilayah Asia Tenggara WHO untuk meningkatkan investasi guna memperkuat pelayanan kesehatan primer sebagai landasan untuk cakupan kesehatan universal (Universal Health Coverage/UHC) dan jaminan kesehatan.
“Selama pandemi COVID-19, kami telah melihat bahwa negara-negara dengan sistem pelayanan kesehatan primer yang kuat mampu merespons pandemi dengan lebih baik dan lebih cepat, sekaligus mempertahankan layanan esensial,” kata Regional Director, WHO South-East Asia Region, Poonam Khetrapal Singh pada pertemuan tingkat tinggi tanggal 14 Desember 2021.
Pada pertemuan tersebut, para menteri menekankan pentingnya pendekatan pelayanan kesehatan primer untuk mencapai UHC dan ketahanan sistem kesehatan. Para Menteri Kesehatan membantu mendorong transformasi berorientasi Puskesmas yang diperlukan di seluruh Wilayah Regional WHO.
Strategi Regional dibangun berdasarkan contoh-contoh dari hampir setiap negara Anggota WHO dalam upaya untuk memperkuat pelayanan kesehatan primer.
“Kami membutuhkan perubahan paradigma untuk memastikan bahwa perawatan kesehatan primer diberikan sepanjang hidup dengan fokus pada pencegahan dan kesejahteraan yang diatur berdasarkan kebutuhan dan harapan komprehensif masyarakat dan komunitas,” lanjut Poonam.
“Lalu memastikan masyarakat dan individu menerima layanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa kendala keuangan. Poin ini sebagai bagian dari pentingnya mewujudkan cakupan kesehatan universal.”
Kawasan Asia Tenggara WHO memiliki sekitar seperempat populasi dunia dan persentase penduduk miskin yang jauh lebih tinggi. Insiden pengeluaran katastropik, ketika rumah tangga terpaksa menghabiskan lebih dari 10 persen pendapatan rumah tangga untuk biaya kesehatan terus meningkat.
Wilayah Asia Tenggara WHO juga menghadapi tantangan terkait kesehatan lainnya, termasuk meningkatnya beban penyakit kronis, penyakit menular yang terus berlanjut, meningkatnya ancaman terkait perubahan iklim, dan efek dari pandemi yang sedang berlangsung.
Penguatan sistem layanan kesehatan primer dapat berfungsi untuk mendorong kemajuan penanganan penyakit sekaligus memastikan akses kesehatan orang miskin dan rentan diprioritaskan.
Advertisement