Liputan6.com, Jakarta - Perkataan buruk dan kejam dari seseorang mungkin akan sangat menyakitkan. Merasa terluka atas apa yang disampaikan oleh orang lain membuat diri malas untuk berinteraksi.
Akan tetapi, lebih baik menerima perkataan kejam sekalipun daripada harus menerima sikap dingin cenderung diam ketika dihadapkan pada suatu masalah.
Advertisement
Perlakuan diam menjadi sebuah bentuk penolakan seseorang untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain. Fenomena ini sering kali disebut sebagai silent treatment.
Kadang kala, perlakuan diam ini menjadi strategi yang digunakan untuk menahan sebuah hubungan sekaligus menghindar dari masalah. Contohnya, saat kamu tengah menghadapi permasalahan dengan sang pacar. Kekasihmu malah memilih untuk tidur dan mengabaikanmu.
Padahal, kamu bertanya-tanya dengan segala kejadian yang ada. Kamu pun ingin mencari solusi sebagai pemecahan masalah. Namun, yang kamu hadapi malah berjuang sendiri dan sang pacar malah menghindari masalah tersebut.
Dilansir USA Today, Rabu (16/11/2022), psikolog mengatakan bahwa ketika seseorang menolak berkomunikasi dan melakukan kontak mata merupakan salah satu pola perilaku untuk mengontrol atau menghukum seseorang.
Seorang Direktur Perawatan Kesehatan di American Psychological Association, Vaile Wright, menjelaskan mendiamkan seseorang untuk menetapkan sebuah batasan dalam perselisihan tidak bisa salahkan.
Namun, ketika perilaku mengabaikan pasangan ini berkelanjutan dan berniat untuk menghukum seseorang atas kesalahan, hal tersebut tidak dianjurkan.
Wright pun mengatakan diam bukanlah cara efektif untuk menyelesaikan perselisihan dan terkadang mencerminkan ketidakmampuan seseorang untuk menyampaikan apa yang dirasakan.
“Saya pikir itu mungkin, sampai tingkat tertentu saja, mekanisme pertahanan yang terkait dengan ketidakmampuan untuk mengartikulasi cara seseorang ketika terluka,” ujar Wright, memberi penjelasan.
Silent Treatment Menyakitkan
Seorang Profesor Psikologi di Purdue University, Kipling Williams, mempelajari lebih lanjut terkait silent treatment.
Williams menulis dalam bukunya, Ostracism: The Power of Silence, yang menjelaskan ketakutan dan kesedihan yang muncul setelah mendapatkan silent treatment dari seseorang.
“Beberapa peristiwa dalam hidup lebih menyakitkan daripada perasaan orang lain, terutama mereka yang kita kagumi, menolak untuk berurusan dengan kita,” tulisnya.
Rasa sakit dan terluka saat mendapatkan perilaku diam ini membuat seseorang trauma. Pasalnya, sang pelaku bisa saja memilih untuk diam selama seminggu, bahkan berbulan-bulan.
Padahal, korban tengah bertanya-tanya dan selalu memikirkan di mana letak kesalahan yang membuat dirinya mendapatkan silent treatment hingga separah itu.
Penulis buku A Silent Treatment, Jeannie Vanasco, mengeksplorasi silent treatment yang dilakukan oleh ibunya. Ia mengatakan ibunya mulai menggunakan silent treatment ketika frustasi, terluka, dan ragu tidak bisa menghabiskan waktu bersama sang anak.
Vanasco menjelaskan kejadian ini bisa berlangsung selama dua hingga tiga minggu, paling lama enam bulan.
Advertisement
Bahaya Silent Treatment Orang Tua Pada Anak
Silent treatment secara perlahan bisa merusak sebuah hubungan dan cenderung sulit untuk diperbaiki kembali. Hal ini karena perilaku seseorang sudah menjadi pola tertentu yang menyebabkan sulit mengubah kepribadiannya.
Wright mengatakan, silent treatment adalah hal kasar terutama ketika pelaku mulai memberikan ancaman dan penghinaan sebagai bentuk kontrol atas seseorang.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Group Processes & Intergroup Relations menemukan, orang yang menerima silent treatment akan mengalami ancaman terhadap kebutuhan dirinya.
Penggunaan silent treatment memang bisa merusak hubungan, seperti percintaan. Namun, akan sangat berbahaya ketika orang tua mulai menggunakannya pada anak.
Saat anak mengalami silent treatment dari orang tuanya, bisa menyebabkan timbul rasa pengabaian emosional dalam dirinya.
Rasa emosional ini akan terus tumbuh bersama dalam diri korban silent treatment. Hal ini menyebabkan munculnya rasa khawatir berlebih dari sang anak.
“Konsekuensi jangka panjang terbesar kemungkinan terjadi ketidakmampuan anak untuk menjalin hubungan di masa depannya,” kata Wright.
“Anak akan selalu merasa khawatir, orang lain akan meninggalkan dirinya,” lanjut Wright.
Hindari Perilaku Silent Treatment
Ketika mendapat perilaku silent treatment, penting bagi seseorang untuk bisa menemukan cara bagaimana mengatur diri secara emosional.
Fokuslah pada hal-hal yang ada dalam kendali diri untuk melindungi dan menyejahterakan emosional diri sendiri.
Untuk kamu yang kerap jadi pelaku silent treatment, usahakan untuk membicarakan masalah baik-baik dan hindari sikap diam.
Meskipun, perilaku diam ini kamu gunakan sebagai bentuk mengkomunikasikan luka, namun ini bukanlah cara terbaik. Kamu hanya akan menyakiti hati seseorang, karena ulah kamu sendiri.
Orang tua yang menggunakan perilaku silent treatment pada anak pun harus menyadari tindakan ini salah dan merugikan.
Dampak kerugian yang akan dirasakan berjangka panjang pada emosional seorang anak. Jika terbiasa diam, tentukan batasan dan usahakan untuk kembali berdiskusi terkait masalah yang ada.
“Dengan cara yang sehat, seseorang bisa menetapkan batasan tanpa membuat orang lain merasa dihukum. Mintalah ruang untuk diam sejenak, lalu selesaikan konflik yang ada,” kata Wright.
Advertisement