Prabowo Kenalkan Singkong Bantu Tangani Krisis Pangan, Eks Komandan NATO Beri Dukungan

Prabowo memperkenalkan singkong sebagai salah satu makanan yang bisa mengatasi ancaman krisis pangan. Simak selengkapnya.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 17 Nov 2022, 09:00 WIB
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2019). Rapat perdana Komisi I bersama Menhan Prabowo ini membahas rencana kerja dan anggaran Kementerian Pertahanan Tahun 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto memperkenalkan singkong sebagai salah satu makanan yang bisa mengatasi ancaman krisis pangan.

Hal itu disampaikannya dalam Global Food Security Forum di Nusa Dua Bali, pada Minggu 13 November 2022. 

"Singkong sangat efisien, kita telah melihat bahwa ada manfaat kesehatannya, salah satunya (singkong itu)100 persen bebas gluten, indeks glikemik rendah, dan bergantung pada zat besi dan kalsium," papar Prabowo dalam acara yang disiarkan secara online itu, dikutip Rabu (16/11/2022).

Bahkan, Indonesia sendiri memiliki hak paten untuk produk modifikasi singkong. Salah satunya adalah MOCAF, yang mencakup tepung tapioka, pasta, mi instan, hingga pelengkap minuman boba.

"Saya yakin kita (Indonesia) akan menjadi pengekspor tepung terigu berbahan singkong nomor 1 dunia," ucap Prabowo.

Dalam kesempatan yang sama, mantan Komandan NATO Wesley Clark menyampaikan dukungannya pada gagasan Prabowo terkait singkong yang bisa digunakan untuk mengatasi ancaman krisis pangan.

Wesley, yang juga merupakan purnawirawan jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat menilai perlunya keseimbangan antara pemerintah, ahli pangan, dan swasta dalam menghadapi masalah pangan.

"Antara kepemimpinan di pemerintahan untuk visinya, swasta untuk mengambil langkahnya, lalu mereka pun dibantu untuk melancarkan kreativitas," ujarnya.


Sekjen PBB: G20 Berperan Penting Bantu Tangani Krisis Pangan, Energi, dan Perubahan Iklim

Sekjen PBB, Antonio Guterres. (Source: AP)

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan peranan penting G20 sebagai jembatan untuk menghadapi tantangan dunia.

Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di Media Center G20, Bali International Convention Center (BICC), Senin (14/11).

Guterres menjelaskan bahwa, peranan G20 sangat krusial sebagai jembatan untuk menghadapi tantangan yang dihadapi oleh dunia yang mencakup isu perubahan iklim, krisis multisektor serta perpecahan geopolitik yang menimbulkan konflik baru dan mempersulit proses penyelesaian konflik yang telah ada sebelumnya.

Terkait isu perubahan iklim, berdasarkan pembahasan dalam COP 27, sulit untuk memenuhi upaya menahan peningkatan suhu global sebanyak 1,5 derajat. 

Dengan demikian, menurutnya, diperlukan pendekatan baru melalui pakta kolaborasi antara negara maju dan berkembang dimana negara G20 bertanggung jawab terhadap 80 persen emisi global.

"Indonesia berperan dalam membenahi ekonomi dan keuangan global yang tidak setara yang mengakibatkan pendistribusian sumber daya yang tidak merata terutama dalam masa pandemi, serta dalam pemberian kesempatan yang sama bagi negara berkembang untuk berkontribusi dalam isu perubahan iklim. Selain itu Indonesia memperlihatkan kapasitas luar biasa dalam upaya menyatukan pihak yang berseteru, mempromosikan dialog, dan mencoba mencari solusi nyata di tengah situasi sulit ketika pemisahan geopolitik sangat nyata" kata Guteres, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (15/11/2022).

Adapun isu SDGs, di mana perlu didorong adopsi paket stimulus, yang menyediakan investasi dan likuiditas untuk pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender, dan energi terbarukan.


Populasi Dunia Tembus 8 Miliar, PBB Suarakan Ancaman Krisis Pangan Hingga Iklim

Warga dan pekerja kantoran antre untuk melakukan test swab COVID-19 rutin mereka di lokasi pengujian virus corona di sepanjang jalur pejalan kaki di Beijing, Selasa (8/11/2022). China tanpa henti mengejar kebijakan karantina, penguncian, dan pengujian wajib harian atau hampir setiap hari yang ketat. (AP Photo/Andy Wong)

Dengan populasi dunia yang sudah menembus delapan miliar orang, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bertambahnya risiko krisis di sejumlah negara yang sudah menghadapi kelangkaan sumber daya karena perubahan iklim.

Dilansir dari The Straits Times, Selasa (15/11/2022), proyeksi PBB menyebut, apakah masalah itu terkait pangan atau air, baterai atau bensin, akan ada lebih sedikit yang bisa dihabiskan karena populasi global bertambah 2,4 miliar orang lagi pada tahun 2080-an.

"Setiap orang membutuhkan bahan bakar, kayu, air, dan tempat untuk pulang," kata Stephanie Feldstein, direktur populasi dan keberlanjutan di Center for Biological Diversity.

PBB memperingatkan bahaya dari tekanan sumber daya di negara-negara Afrika, di mana populasi diperkirakan akan meningkat. Ini juga di antara negara-negara yang paling rentan terhadap dampak iklim, dan paling membutuhkan pendanaan iklim.

Di Afrika sub-Sahara, di mana sekitar 738 juta orang sudah hidup tanpa persediaan makanan yang memadai, populasinya diproyeksikan melonjak 95 persen pada pertengahan abad ini, menurut Institute for Economics and Peace.

Lembaga tersebut bahkan memperingatkan dalam sebuah laporan pada Oktober 2022 bahwa sebagian besar negara di kawasan Afrika sub-Sahara tidak akan memiliki lingkungan berkelanjutan pada pertengahan abad ini.

Secara global, naiknya populasi hingga delapan miliar mewakili bertambahnya satu miliar orang di Bumi hanya dalam 11 tahun terakhir.

Infografis Optimisme KTT G20 di Tengah Krisis Pangan, Energi, Keuangan (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya