Liputan6.com, Jakarta - PINTU Incubator, program hasil kolaborasi JF3, LAKON Indonesia, dan Kedutaan Besar Prancis melalui Institut Francais d’Indonesie (IFI), kembali hadir. Bertajuk "PINTU Incubator 2.0," pihaknya kali ini menghadirkan mentor-mentor dari Prancis demi mempersiapkan jenama fesyen lokal menuju Paris Trade Show 2023.
Founder LAKON Indonesia, sekaligus inisiator PINTU Incubator, Thresia Mareta, menyebut bahwa kerja sama mereka memang dirancang untuk jangka panjang. "Kami menyadari bahwa untuk mendorong industri lokal (Indonesia) masuk ke pasar global, tidak cukup (dilakukan) dalam satu periode pendek. Itu perlu dibangun," katanya saat jumpa pers di LAKON Indonesia, Mall Kelapa Gading 5, Jakarta Utara, Rabu, 16 November 2022.
Baca Juga
Advertisement
Ia menyambung, "Kali ini, kami fokus mempersiapkan para partisipan secara lebih baik untuk masuk ke pasar internasional melalui acara trading di Paris, Prancis pada Maret 2023 mendatang."
Dari keseluruhan calon partisipan yang mendaftar pada 20 Agustus--30 September 2022, 11 brand fesyen lokal berhasil lolos kurasi tahap pertama. Program PINTU Incubator 2.0 sendiri akan membagi mereka dalam dua kategori.
Kategori A merupakan Creative Founders yang membuat setiap partisipan mempersiapkan 12 looks koleksi Fall/Winter 2022 untuk trade show di Prancis nanti. Kategori A diikuti Amanda Hartanto Batik, Apa Kabar, Oemah Etnik, Parapohon, Talu, Tenun Imam, dan Tenun Lurik Rachmad.
Sedangkan kategori lainnya, Creative Minds, akan membuat sebuah proyek inovatif bertajuk "Cultural Collaboration." Kategori B diikuti empat partisipan brand fesyen Indonesia: Dinnaro, Tailor Moon, VOP, dan Yosehanaline, serta satu partisipan asal Prancis, yaitu Nadalya yang akan berkolaborasi mempersiapkan enam looks dari koleksi bertema "Culture & Sustainable."
Sesi Pendampingan
France Cultural Attache IFI, Charlotte Esnou, menyebut, "Dalam kerja sama ini, apapun bisa terjadi dan itulah keindahannya. Kami memberikan kesempatan itu untuk terjadi. Kami paham butuh usaha banyak (untuk merek fesyen Indonesia tembus pasar global), karena pasarnya sangat berbeda."
"Kami punya keinginan melestarikan kerajinan khas (Indonesia) yang dipadukan dengan desain mode kontemporer," tuturnya. "Kami tahu itu tidak akan terjual hanya dalam semalam. Tapi, ini juga tentang memicu minat. Mungkin dari skala kecil dulu sekarang, dan kami tidak masalah dengan itu."
Mendukung beragam persiapan tersebut, PINTU Incubator 2.0 menyiapkan sesi pendampingan bersama LAKON Indonesia, serta dua mentor dari Perancis, yaitu Lucie Brochard dan Studio Clandestin. Lucie menyebut, para partisipan "punya banyak potensial."
"Kami fokus pada tidak hanya mengelevasi desain, tapi juga cara berpikirnya, karena cerita di balik koleksi atau brand-nys juga penting," Lucie menyambung.
Founder Studio Clandestin, Jonathan Canuti, menggarisbawahi bahwa kerajinan membuat sebuah koleksi jadi berbeda. "Kerajinan itu yang terpenting, karena kalau secara koleksi, itu bisa disesuaikan karena beda cuaca," ia menuturkan.
Advertisement
Mendapat Perspektif Berbeda
Founder Pisco & Co., yang juga merupakan fashion consultant PINTU Incubator, Alexandra Pisco, menyebut pentingnya menunjukkan kepribadian dari masing-masing fashion brand. "Ini juga tentang detail, dan itu bukan semata terefleksi dalam koleksi," katanya.
Ia menyambung, "Bahkan, font yang dipilih di situs web untuk mendeskripsikan produk secara online juga penting. Jadi, tidak hanya secara ide koleksi, tapi juga representasi bisnis."
Alexandra juga mengatakan bahwa fesyen adalah bisnis kolaborasi. "Tapi jangan sampai menjiplak. Harus tetap punya ciri khas tersendiri. Perlu dipahami bahwa Paris tidak hanya menggambarkan pasar Prancis atau Eropa pada umumnya, namun global. Pasalnya, pembeli dari Asia juga datang ke sana," ia mengutarakan.
"Setelah pendampingan (di PINTU Incobator 2.0), kerja keras sesungguhnya baru dilakukan," imbuhnya.
Thresia pun mengatakan pentingnya peran mentor dari luar negeri. Ia berbagi, "Dalam melakukan apapun, kita perlu pandangan dari sisi luar, supaya partisipan bisa melihat dari mata internasional. Mereka kemudian kasih input, karena mereka mewakili pasar di sana. Mereka desainer, mereka juga sudah mempelajari pasar Eropa seperti apa."
Kurasi ke Paris
Lebih lanjut Thresia berkata, "Kami rencana tahap pertama ini akan ada tiga (brand fesyen Indonesia) yang lolos ke Paris. Akan sangat fokus mencari tiga yang paling siap. Tapi, kami juga harus melihat nanti bagaimana."
"Kalau bisa ada lebih (dari tiga jenama), tidak apa-apa juga," imbuhnya. "Ada kemungkinan bisa kurang juga. Kalau tidak siap, percuma juga dibawa ke sana. Ada baiknya mereka mengembangkan diri dulu, kesempatan akan ada lagi, karena investasi untuk ke sana juga tidak kecil."
Ia menilai, dari 11 brand fesyen lokal yang ikut dalam pendampingan, masing-masing punya tantangan berbeda. "Ada yang secara desain, ada yang di konsep, ada pula komunikasi brand-nya. Tapi, secara general, komunikasi brand sangat perlu ditingkatkan," katanya.
Thresia menyambung, "Kemampuan produksi dan ketepatan waktu, serta kualitas dan konsistensi harus bisa dipenuhi. Itu salah satu yang akan membangun kepercayaan konsumen. Profesionalisme itu penting, terutama UMKM yang dalam hal ini perajin. Kualitas dan konsistensi (produksi) masih jadi PR."
PINTU Incubator juga bekerja sama dengan berbagai institusi dan jenama ternama di Indonesia dalam menghadirkan mentor ahli. Di antara mereka, yakni Pradita University, Phoa Bing Hauw Center Patent, Bank BTPN, LPTB Susan Budihardjo, Key Partnership Legal Service, ESMOD, Media Group Network, dan PT. Mitra Adiperkasa Tbk.
Seluruh mentor akan membagikan inspirasi, serta tips kesuksesan dalam menjalankan bisnis fesyen berdasarkan pengalaman mereka dalam mengembangkan bisnis, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. "Pendampingan masih akan berlangsung sampai Februari (2023) nanti," Thresia menyebut.
Advertisement