42 Perusahaan Antre di Pipeline IPO, Berapa yang Tercatat di BEI pada 2022?

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, sebagian besar calon emiten berencana listing atau tercatat tahun ini.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 17 Nov 2022, 08:28 WIB
Layar informasi pergerakan harga saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada prapembukaan perdagangan Rabu (14/10/2020), IHSG naik tipis 2,09 poin atau 0,04 persen ke level 5.134,66. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat sejumlah perusahaan tengah antre di pipeline IPO. Hingga 16 November 2022, terdapat 42 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI. Diperkirakan, total dana yang dihimpun dari 42 calon emiten itu mencapai Rp 46,9 triliun.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, sebagian besar calon emiten berencana listing atau tercatat tahun ini.

“Dari 42 perusahaan yang berada dalam pipeline pencatatan saham, ada sekitar 35 persen yang merencanakan pencatatan di tahun 2023. Sedangkan sisanya berencana melakukan pencatatan di tahun 2022,” kata Nyoman kepada wartawan, dikutip Kamis (17/11/2022).

Saat ini terdapat empat perusahaan yang telah berada pada sistem e-IPO, yaitu PT Techno9 Indonesia Tbk (NINE), PT Isra Presisi Indonesia Tbk (ISAP), PT  Multi Medika Internasional Tbk (MMIX) dan PT Personel Alih Daya Tbk (PADA).

Sampai dengan tanggal 16 November 2022, perusahaan yang telah mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia berjumlah 54 perusahaan.

Lebih lanjut, berikut rincian sektor calon perusahaan terbuka:

• 1 Perusahaan dari sektor Basic Materials

• 4 Perusahaan dari sektor Industrials

• 4 Perusahaan dari sektor Transportation & Logistic

• 2 Perusahaan dari sektor Consumer Non-Cyclicals

• 7 Perusahaan dari sektor Consumer Cyclicals

• 6 Perusahaan dari sektor Technology

• 4 Perusahaan dari sektor Healthcare

• 5 Perusahaan dari sektor Energy

• 2 Perusahaan dari sektor Financials

• 4 Perusahaan dari sektor Properties & Real Estate

• 3 Perusahaan dari sektor Infrastructures

 

 


42 Emiten Antre Rights Issue, Incar Dana hingga Rp 39,4 Triliun

Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, sejumlah emiten tengah antre untuk gelar penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna menyebutkan, emiten mengincar dana segar dari pasar modal hingga Rp 39,4 triliun melalui aksi tersebut.

"Sampai dengan 11 November 2022, terdapat 42 perusahaan tercatat yang berada pada pipeline right issue. Perkiraan total dana yang akan diperoleh melalui rights issue sebesar Rp39,4 triliun," beber Nyoman kepada wartawan, Rabu (16/11/2022).

Sebagai gambaran, sebanyak 42 perusahaan tercatat yang berada pada pipeline right issue itu berasal dari berbagai sektor, sebagai berikut:

3 perusahaan dari sektor konsumer non siklikal

1 perusahaan dari sektor healthcare

4 perusahaan dari sektor energi

3 perusahaan dari sektor properti dan real estat

16 perusahaan dari sektor finansial

5 perusahaan dari sektor konsumer siklikal

2 perusahaan dari sektor basic materials

1 perusahaan dari sektor teknologi

3 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik

4 perusahaan dari sektor infrastruktur.

 "Berdasarkan data itu, jumlah perusahaan yang berencana melakukan rights issue, baik ditinjau dari jumlah perusahaan maupun perkiraan jumlah dana yang dihimpun melalui rights issue, terbanyak dari sektor financials,” kata Nyoman.


Menakar Prospek Rights Issue di Tengah Sentimen Ketidakpastian Global

Pengunjung mengambil foto layar indeks harga saham gabungan yang menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Sebelumnya, Perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2017 ditutup pada level 6.355,65 poin.(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, analis menilai  penambahan modal melalui mekanisme hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue pada kuartal IV 2022 di tengah sentimen global tidak pasti seperti potensi resesi, kenaikan suku bunga acuan dan inflasi tetap akan direspons baik jika perusahaannya bagus dan bisnisnya prospektif.

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya menuturkan, kondisi ekonomi terlihat lebih baik dari kekhawatiran soal resesi, hal ini tercermin dari hasil laba usaha di Amerika Serikat (AS) yang mayoritas lebih baik dari perkiraan. 

"Terkait aksi right issue  di Bursa Efek Indonesia, nampaknya akan tetap direspons baik asalkan perusahaannya bagus dan bisnisnya prospektif,” kata Cheryl kepada Liputan6.com, ditulis Kamis, (20/10/2022).

Cheryl menuturkan, sektor yang dominan dari properti, konstruksi yang banyak melakukan aksi rights issue dalam jumlah besar dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Kami unggulkan ADHI mengingat dana rights issue untuk selesaikan proyek pemerintah dan pengembangan bisnis yang ramah lingkungan di mana bisnis itu menjanjikan untuk masa depan,” kata dia.


Investor Akan Cermati Tujuan Rights Issue

Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Sebanyak 111 saham menguat, 372 tertekan, dan 124 lainnya flat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara itu, Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei mengatakan, dengan kondisi saat ini investor akan lebih mencermati tujuan dari rights issue tersebut.

"Tujuan dari right issue tersebut apakah untuk membayar utang atau ekspansi bisnis. Selain itu, apakah right issue memiliki standby buyer yang akan menyerap right issue atau tidak, karena hal tersebut akan mempengaruhi persepsi investor,” kata Jono.

Adapun sejumlah emiten telah mengumumkan rencana rights issue. Baru-baru ini sejumlah emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mengumumkan rencana dan persetujuan pemegang saham untuk rights issue antara lain PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).

Selain itu, ada juga PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), PT MNC Energy Investments Tbk (IATA), PT Bank Victoria Tbk (BVIC), PT Bank Raya Tbk (AGRO), PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) dan sejumlah bank lainnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya