Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar sosialisasi guna meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Sosialisasi kali ini dilaksanakan secara luring di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya serta melalui aplikasi Zoom dan kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo, Selasa (15/11/2022).
Advertisement
Dalam kesempatan itu, Pakar Hukum Pidana yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Dr. I Gede Widhiana Suarda, S.H., M.Hum., Ph.D., menjelaskan bahwa penyusunan RKUHP telah melewati perjalanan yang panjang. KUHP baru diperlukan sebagai bentuk kedaulatan bangsa yang telah merdeka.
"Alasan diperlukannya KUHP baru bahwasannya kalau bangsa sudah merdeka, maka secara politis dia juga harus merdeka dalam berhukum,” ujar Gede.
"Indonesia sebagai bangsa yang telah merdeka juga perlu produk hukum yang lahir dari rahim bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu mendukung produk hukum ini sebagai bentuk kedaulatan bangsa yang telah merdeka," lanjutnya.
Gede juga menjelaskan bahwa RKUHP merupakan simbol peradaban suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat serta menjunjung tinggi prinsip nasionalisme serta mengapresiasi partisipasi masyarakat. Sehingga diharapkan walaupun adanya perdebatan atas satu atau dua pasal yang telah disusun, tidak menghentikan seluruh pasal RKUHP hasil karya anak bangsa Indonesia.
Senada dengan itu, Pakar Hukum Pidana sekaligus Juru Bicara RKUHP, Dr. Albert Aries, S.H., M.H., menjelaskan pasca dialog publik yang telah dilakukan di 11 kota oleh tim sosialisasi RKUHP telah diadopsi 69 masukan dari masyarakat dan 4 proofreaders terhadap batang tubuh dan penjelasan.
Hal ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Jokowi terkait adanya partisipasi yang bermakna dari penyusunan dan perumusan RKUHP.
"Pada draft 9 november lalu, ada 6 pasal yang sudah ditarik dari RKUHP yang menjadi bukti bahwa tim perumus RKUHP mendengarkan aspirasi dari masyarakat,” ujar Aries yang juga Akademisi Fakultas Hukum, Universitas Trisakti ini.
Aries mengungkapkan bahwa dalam menyusun KUHP di negeri yang multietnis, multikultural, dan multireligi tidaklah mudah. Karena sebagai negeri yang beragam, Indonesia memiliki budaya yang kaya sehingga setiap daerah memiliki karakter yang khusus terkait hukum yang hidup di dalam masyarakat.
“Perlu dilihat bahwa tujuan dari RUU KUHP yaitu terkait pembaharuan hukum pidana dan juga sistem pemidanaan modern yang seharusnya sudah diubah dari KUHP yang lama,” tambahnya.
Hal ini bertujuan untuk merubah kondisi overcrowding lapas yang terjadi saat ini dan juga memberikan pemahaman paradigma baru dari paradigma retributif menjadi keadilan yang bersifat restoratif, rehabilitatif, dan korektif.
Adaptif dan Resposif Terhadap Kebutuhan Masyarakat
Selain itu, Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Dr. Yovita Arie Mangesti, S.H., M.H., mengungkapkan bahwa dalam perjalanan menyusun produk Undang - Undang buatan Indonesia perlu diapresiasi sebagai upaya terobosan baru oleh pemangku kebijakan negeri, sehingga dapat dipahami norma hukum positif yang berfungsi menjadi panduan publik untuk berperilaku.
Yovita menjelaskan, draf RUU KUHP terus mengalami berbagai perubahan. Hal ini perlu dipandang sebagai bentuk adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Sehingga draf yang dihasilkan pada 9 November lalu bisa menjadi draf final RUU KUHP untuk segera disahkan.
“RUU KUHP juga telah disusun berdasarkan asas keseimbangan yang digali dari nilai-nilai kearifan bangsa Indonesia yang merupakan salah satu keunggulan dari RUU KUHP,” ungkapnya.
“Berdasarkan isu-isu krusial yang ada di RUU KUHP dapat dilihat bahwa RUU KUHP cukup memotret situasi faktual yang ada di masyarakat,” tambahnya.
Menurutnya, keunggulannya RUU KUHP terdapat 18 keunggulan yang dalam penyusunan diawali dengan asas keseimbangan yang dibangun dari ide untuk mengakomodir kepentingan yang ada di masyarakat.
Ia menyatakan, bahwa ini dapat dilihat dari salah satu tujuan pemidanaan adalah rehabilitasi dengan memasyarakatkan terpidana. Dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan serta menyelesaikan konflik dengan restorative justice secara lebih manusiawi.
“Selain itu, salah satu keunggulan yang saya apresiasi yaitu adanya pengaturan terkait disablitas, sehingga persoalan disabilitas juga merupakan objek hukum dan memang seharusnya dilindungi oleh undang-undang.” tutupnya.
Advertisement
Perlu Sistem Hukum Sinergis
Sementara itu, Direktur Informasi dan Komunikasi Politik Hukum dan Keamanan Direktorat Jenderal Infromasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo, Bambang Gunawan dalam sambutannya mengatakan bahwa sebagai negara hukum yang berlandaskan Pancasila, diperlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, dan komprehensif, serta dinamis dalam pembangunan hukum yaitu revisi KUHP.
“Upaya pemerintah merevisi dan menyusun sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda perlu segera dilakukan, sehingga sesuai dengan dinamika masyarakat,” ujarnya.
Bambang menjelaskan, sosialisasi akan kembali dilanjutkan untuk menyampaikan narasi-narasi terkait RKUHP yang mudah dicerna oleh masyarakat. Ia berharap acara sosialisasi RKUHP ini dapat menjadi sarana sosialisasi pembahasan terkait penyesuaian RKUHP kepada elemen-elemen publik secara luas.