Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral di banyak negara mengambil kebijakan untuk menaikan suku bunga acuan, termasuk Indonesia. Langkah itu diambil menyusul inflasi yang tinggi.
Kenaikan suku bunga acuan umumnya juga akan diikuti kenaikan suku bunga perbankan, baik untuk deposito maupun kredit. Equity Research Analyst, CGS CIMB Sekuritas Indonesia, Handy Noverdanius mencatat, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan per September 2022 masih tumbuh 7 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Advertisement
Sementara pertumbuhan pinjaman atau kredit tumbuh 11 persen yoy, seiring pembukaan kembali ekonomi dan pulihnya mobilitas masyarakat pasca pandemi Covid-19.
"Menyusul kenaikan suku bunga BI, beberapa medium size bank sudah naikkan bunga deposito 25—50 bps. Tapi kalau bank-bank besar seperti BCA, Mandiri, BNI, BRI, kenaikannya relatif lebih lambat karena likuiditas yang ada di bank besar juga lebih besar,” ujar Handy dalam Money Buzz edisi Indonesia's Banking: A pillar to economic growth in 2023, Kamis (17/11/2022).
Dia menjabarkan, ada beberapa jenis suku bunga yang berlaku di perbankan. Di antaranya fix rate, di mana suku bunga yang dikenakan memiliki besaran konstan atau tetap. Misalnya seperti pada kredit pemilikan rumah (KPR) atau kredit kendaraan bermotor. Kemudian ada suku bunga variabel yang bersifat mengambang (floating).
Suku bunga akan menyesuaikan segera dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), termasuk jika ada kenaikan. Terakhir, ada variable rate yang ditinjau satu per satu.
"Terakhir variable rate tapi direviu satu-satu oleh perbankan. Ketika bisnis mulai normal, Bank berusaha untuk kejar jumlah volume pinjaman karena permintaan masih bagus. Sehingga suku bunga yang ditinjau satu per satu, kenaikannya mungkin masih minim. Belum sebesar kenaikan suku bunga di BI,” terang Handy.
Valuasi Makin Tinggi, Bagaimana Prospek Saham Perbankan?
Sebelumnya, diberitakan menjadi salah satu sektor idola di pasar modal. Equity Research Analyst, CGS CIMB Sekuritas Indonesia, Handy Noverdanius menerangkan, valuasi perbankan saat ini telah melampaui angka historisnya. Namun, bersamaan dengan itu, kinerja fundamental perbankan juga masih solid. Sehingga sektor ini masih menarik untuk dicermati.
"Valuasi beberapa saham perbankan saat ini sebenarnya sudah di atas rata-rata angka historis yang di sekitar 2,25 persen PBV (Price to Book Value). Saat ini valuasi perbankan sudah 2,3–24 PBV. Valuasi yang tinggi ini ditopang fundamental yang masih solid dari perbankan, terutama bank besar," ujar Handy dalam Money Buzz edisi Indonesia's Banking: A pillar to economic growth in 2023 , Kamis (17/11/2022).
Di sisi lain, bank umumnya memiliki kapitalisasi pasar (market capital/market cap) yang besar. Sehingga tak ayal jika sektor ini jadi buruan investor domestik maupun asing. Tren kenaikan suku bunga juga disebut akan menopang kinerja perbankan ke depan.
"Perbankan masih menarik karena ditopang kinerja profit yang berpeluang untuk lanjut terus tahun depan. Valuasi di atas rerata historis tapi fundamental solid. Ada beberapa bank yang valuasinya lebih murah tapi pertumbuhannya masih akan berlanjut. Jadi mungkin masih ada potensi upside juga dari situ ke depannya,” ujar Hendy.
Advertisement
Menakar Prospek Sektor Infrastruktur yang Jadi Penyumbang Ekonomi RI
Sebelumnya, sektor infrastruktur disebut masih menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Meski begitu, Research & Strategy PT J.P. Morgan Securities Indonesia, Henry Wibowo mengatakan sektor ini bukan satu-satunya, sebab ada sektor lain yang dinilai lebih menarik.
Sebagai gambaran, Henry menyebutkan pada periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), infrastruktur digenjot habis-habisan. Namun, berbeda pada periode II kepemimpinan Jokowi pada periode II, pembangunan infrastruktur mulai landai.
Kondisi itu dibarengi dengan adanya pandemi COVID-19 yang mengharuskan adanya pemangkasan anggaran infrastruktur dan dialokasikan sebagai dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Maka tak ayal jika progress pembangunan infrastruktur di dalam negeri sempat terganggu.
“Proyek infrastruktur periode II tidak sebanyak periode pertama. Lebih kelanjutan dari seblumnya.Tapi sektor ini tetap jadi salah satu backbone karena indonesia masih banyak penetrasinya. Kita masih butuh bangun jalan tol, bandara dan lainnya,” kata Henry, dikutip Rabu (12/10/2022).
Alih-alih memaksakan investasi pada infrastruktur sebagai kontribusi terbesar pendapatan negara, Henry mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan peluang investasi lainnya yang lebih menarik bagi investor asing di masa mendatang.
Henry menyinggung soal potensi Indonesia sebagai salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia. Hal ini dapat menjadi peluang investasi untuk ekosistem kendaraan listrik.
“Hilirisasi adalah topik yang penting atau bahkan lebih penting dari infrastruktur sekarang ini. Investor asing masuk Indonesia uangnya bukan buat bikin jalan tol, tapi smelter baterai EV. Jadi kita juga harus melihat tren arahnya kemana. Karena kalau buka investasinya infrastruktur terus tapi demandnya tidak ada, kita harus shifting,” kata dia.
Pasokan Nikel Melimpah, Indonesia Bakal Jadi Pusat Ekspor Kendaraan Listrik
Sebelumnya, Indonesia disebut akan menjadi pusat produksi baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Executive Director Head of Indonesia Research & Strategy Equity Research PT J.P. Morgan Securities Indonesia, Henry Wibowo menjelaskan, keyakinan merujuk pada potensi pengolahan nikel sebagai salah satu komponen utama pembuatan baterai EV.
"Jadi Indonesia ini akan jadi export-hub untuk EV di Asia Tenggara bahkan Asia Pasifik," kata dia dalam Money Buzz-Indonesia's New Sources of Growth, Selasa (11/10/2022).
Di sisi lain, Henry menjelaskan peluang ini telah diakomodasi pemerintah melalui Omnibus Law untuk mempermudah investasi asing dalam rangka mendukung hilirisasi industri hasil tambang, termasuk nikel. Setali dengan itu, pemerintah melalui UU Minerba juga mewajibkan perusahaan yang berinvestasi di sektor pertambangan mineral dan batu bara di Indonesia untuk membangun smelter.
Advertisement
Selanjutnya
"Jadi nanti banyak yang ke indonesia untuk EV karena salah satu komponen utama untuk pembuatan baterai adalah nikel. Jadi banyak EV plant mau dibikin di indonesia,” imbuh Henry.
Sebagai gambaran, Henry menyebutkan Hyundai sebelumnya telah membeli lahan di Karawang di kawasan Deltamas untuk dibanung pabrik sel baterai untuk EV. Saat ini, pabrik tersebut sudah beroperasi dan mulai berproduksi.
"Dia (Hyundai) produksi Hyundai Ioniq (5). Itu inden 9 bulan, semua orang mau beli karena produk EV pertama yang 100 persen made in indonesia,” kata Henry.
Merasa tersalip, perusahaan produsen mobil asal Jepang yang lebih dulu masuk Indonesia, Toyota, juga berinvestasi sekitar USD 2 miliar untuk pembuatan EV plant di Indonesia. Selanjutnya, Wuling juga disebut akan menyusul. Belum lama ini, Ford juga jalin kerja sama dengan PT Vale Indonesia Tbk untuk mengembangkan rantai pasok dan ekosistem EV.