Liputan6.com, Jakarta Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan sudah menyiapkan formulasi pembentukan organisasi khusus bagi negara-negara penghasil nikel. Keberadaan organisasi ini meniru seperti OPEC yang merupakan organisasi negara-negara eksportir minyak.
Bahlil mengaku telah bertemu dengan Kanada dan Australia terkait inisiatif tersebut. Kolaborasi dengan sesama negara penghasil nikel maupun mineral lainnya sangat diperlukan untuk mendukung industri kendaraan listrik di masa depan.
Advertisement
“Dari kita sendiri formulasinya sudah ada, tapi 'kan harus kita tawarkan formulasi yang sama untuk kemudian mereka ada koreksi atau tidak, dan sekarang tawaran konsep itu sudah kita berikan ke mereka, kita menunggu feedback, tapi kesepahaman umumnya kita sudah pada satu titik pemikiran yang sama,” kata Bahlil Lahadalia melansir Antara di Jakarta, Kamis (17/11/2022).
Inisiatif mendirikan organisasi tersebut dikatakan merupakan mimpi besar Indonesia agar negara-negara penghasil bahan baku mineral bisa berkolaborasi dan menjadi pemegang kendali perdagangan mineral dunia.
Hal itu juga dilakukan lantaran negara-negara Eropa, yang merupakan pusat pabrikan otomotif, mengharuskan agar pembangunan pabrik baterai mobil harus dibangun dekat dengan pabrik mobil listrik.
“Nah kalau ini terus terjadi maka negara-negara penghasil bahan baku ini tidak akan mendapatkan nilai tambah. Maka kemudian ide ini dilakukan oleh Indonesia dan saya komunikasikan, baik dengan Kanada, Australia dan kami sudah hampir mencapai satu kesepahaman. Butuh sedikit lagi untuk memberikan penjelasan,” katanya.
Bahlil menambahkan, inisiatif tersebut akan jadi instrumen kolaborasi antara para negara penghasil mineral agar bisa mendapatkan keuntungan sambil tetap menjalankan aturan perdagangan internasional.
“Saya pikir inilah instrumen untuk kita berkolaborasi yang baik untuk membangun komitmen bersama, tapi semua dalam rangka kolaborasi untuk saling menguntungkan dan memperhatikan aturan permainan perdagangan internasional,” imbuhnya.
Raih Keuntungan
Sebelumnya, Bahlil menilai dengan adanya wadah organisasi bagi sesama negara yang kaya akan hasil pertambangan khususnya nikel, maka negara penghasil nikel dapat mengoordinasikan dan menyatukan kebijakan komoditas nikel. Selama ini negara-negara industri produsen kendaraan listrik melakukan proteksi.
Akibatnya, negara penghasil bahan baku baterai tidak memperoleh pemanfaatan nilai tambah yang optimal dari industri kendaraan listrik.
“Melalui kolaborasi tersebut, kita harap semua negara penghasil nikel bisa mendapat keuntungan melalui penciptaan nilai tambah yang merata," katanya.
OPEC atau The Organization of the Petroleum Exporting Countries (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi) adalah organisasi yang bertujuan sebagai tempat negosiasi terhadap masalah-masalah mengenai produksi, harga dan hak konsesi minyak bumi antara negara pengekspor minyak bumi dengan perusahaan-perusahaan minyak bumi.
Seluruh anggota OPEC menghasilkan sekitar 40 persen dari semua minyak mentah dunia. Selain menentukan pasokan minyak mentah di seluruh dunia, organisasi tersebut juga mengontrol harganya.
Advertisement
Rayu Australia Kembangkan Industri Baterai Bersama
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengajak pemerintah Australia membentuk aliansi strategis untuk mendorong hilirisasi dan energi baru terbarukan guna mengembangkan ekosistem industri baterai kendaraan listrik.
Bahlil Lahadalia berpromosi bahwa Indonesia memiliki pasar yang besar dalam industri kendaraan listrik. Selain itu Indonesia juga sudah mendapat komitmen investasi dari pemain global besarseperti LG, Foxconn, CATL.
"Ini merupakan sebuah peluang besar yang dapat dijajaki antara Indonesia dengan Australia dengan konsep saling menguntungkan dalam rangka meningkatkan perekonomian kedua negara," katanya dikutip dari Antara Rabu (16/11/2022).
Bahlil menjelaskan saat ini Indonesia berkomitmen mendorong investasi hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan melalui pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik yang terintegrasi.
Menurut mantan Ketua Umum HIPMI itu, saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Indonesia dan Australia untuk memperkuat hubungan perekonomian, khususnya dalam hal investasi.
Pasalnya, Indonesia dan Australia memiliki kekuatan di sektor pertambangan, karena Australia memiliki keunggulan sebagai penghasil lithium terbesar di dunia.
Dengan berkolaborasi, kedua negara akan mampu jadi produsen baterai listrik karena Indonesia memiliki cadangan nikel, kobalt dan mangan yang melimpah untuk jadi bahan baku baterai kendaraan listrik, bersama dengan lithium Australia.
Peluang kolaborasi tersebut dinilai sangat strategis karena 40 persen komponen kendaraan listrik merupakan baterai.