Imbas Sanksi Berat Akibat Perang, Rusia Masuk Jurang Resesi di Akhir 2022

Ekonomi Rusia masuk jurang resesi setelah berbulan-bulan kena sanksi berat akibat perang di Ukraina.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Nov 2022, 19:37 WIB
Presiden Vladimir Putin melakukan pemanasan sebelum mengikuti sesi latihan judo bersama atlet nasional Rusia di Sochi, Kamis (14/2). Judo merupakan salah satu olahraga kegemaran Putin yang telah digeluti sejak masa muda. (Mikhail KLIMENTYEV/SPUTNIK/AFP)

Liputan6.com, Moskow - Ekonomi Rusia masuk ke jurang resesi di akhir 2022 ini. Selama berbulan-bulan, Rusia dihantam sanksi-sanksi di bidang ekonomi akibat invasi ke Ukraina.

Berdasarkan laporan VOA Indonesia, Kamis (17/11/2022), produk domestik bruto menyusut empat persen pada kuartal ketiga, menurut perkiraan awal badan statistik nasional Rosstat.

Hal yang sama terjadi juga pada kuartal kedua, sehingga kini Rusia telah memenuhi definisi teknis resesi dengan penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut.

Meski demikian, penurunan output ekonomi sebesar empat persen antara Juli dan September itu lebih sedikit dari perkiraan para analis sebesar 4,5 persen.

Kontraksi ekonomi dipicu oleh penurunan perdagangan grosir sebesar 22,6 persen dan penurunan perdagangan ritel sebesar 9,1 persen.

Sementara itu, pembangun infrastruktur tumbuh 6,7 persen dan pertanian 6,2 persen. Perekonomian Rusia tengah terseok-seok di bawah berbagai masalah.

Sanksi-sanksi Barat telah membatasi kegiatan ekspor dan impor, termasuk komponen manufaktur utama dan suku cadang. Berbagai perusahaan juga mengalami kekurangan tenaga kerja akibat mobilisasi parsial ratusan ribu pria sebagai tentara cadangan.

Meskipun mengalami kontraksi ekonomi, angka pengangguran Rusia tetap berada pada level 3,9 persen pada September, menurut Rosstat.

Akibatnya, ekonomi Rusia menjadi lebih bergantung pada ekspor energi, yang kini mewakili 40 persen pendapatan pemerintah federal.

Menurut kantor Boris Titov, komisaris presiden untuk pengusaha, sekitar sepertiga dari 5.800 perusahaan Rusia baru-baru ini mengalami penurunan penjualan dalam beberapa bulan terakhir.

Mobilisasi 300.000 tentara cadangan September lalu telah memengaruhi sepertiga jumlah perusahaan, menurut survei yang sama, kata harian Kommersant.

“Situasinya terus memburuk, tidak mengejutkan,” kata Dmitry Polevoy, direktur investasi Locko Invest di Moskow


Rusia Mulai Pasok Minyak ke Hongaria

Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara bersama Pemimpin Republik Rakyat Luhansk Leonid Pasechnik (kiri), dan Pemimpin Republik Rakyat Donetsk Denis Pushilin (kanan) saat perayaan menandai penggabungan wilayah Ukraina dengan Rusia di Lapangan Merah, Moskow, Rusia, 30 September 2022. (Sergei Karpukhin, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Sebelumnya dilaporkan, harga minyak lebih rendah pada hari Rabu setelah pengiriman minyak Rusia melalui pipa Druzhba ke Hongaria dimulai kembali dan karena meningkatnya kasus COVID-19 di China membebani sentimen.

Dilansir dari CNBC, Kamis (17/11/2022), harga minyak mentah berjangka Brent menetap satu dolar lebih rendah pada USD 92,86 per barel, turun 1,1 persen. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 1,33, atau 1,5 persen, menjadi menetap di USD 85,59 per barel.

Pasar menyerah keuntungan awal setelah Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto mengatakan bahwa aliran melalui pipa minyak Druzhba dari Rusia telah kembali setelah pemadaman singkat.

Pasar kemudian memulihkan beberapa kerugian setelah stok minyak mentah AS turun lebih dari yang diharapkan didukung aktivitas penyulingan yang berat. Administrasi Informasi Energi mengatakan persediaan minyak mentah AS turun 5,4 juta barel pekan lalu, dibandingkan dengan ekspektasi penurunan 440.000 barel.

Selain itu, pelacak tanker Petro-Logistics mengatakan dalam sebuah laporan bahwa ekspor dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) telah turun secara signifikan sejauh bulan ini.

“Berbagai pengaruh geopolitik - dari kapal tanker minyak yang dihantam oleh drone pembawa bom di lepas pantai Oman, hingga ketegangan Rusia - sebagian besar diabaikan demi fokus pada elemen yang lebih bearish seperti data dan permintaan ekonomi China yang lemah, ” kata Matt Smith, analis minyak di Kpler.


Bicara Krisis di KTT G20, Jokowi: 2023 Akan Lebih Suram

Presiden Jokowi dan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden ketika membahas krisis multidimensional yang dihadapi dunia. credit: instagram.com/jokowi.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa saat ini dunia sedang mengalami tantangan yang luar biasa. Mulai dari krisis, pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai, rivalitas terus menajam, hingga perang.

Hal ini disampaikan Jokowi saat di depan para pemimpin negara dan lembaga internasional saat membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, Selasa (15/11/2022). Total ada 17 pemimpin negara G20 yang hadir pada KTT ini. 

"Dampak berbagai krisis tersebut terhadap ketahanan pangan, energi, dan keuangan sangat dirasakan dunia terutama negara berkembang," kata Jokowi sebagaimana disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (15/11/2022).

Untuk itu, dia mengingatkan agar para pemimpin negara tak menyepelekan masalah pupuk. Jokowi menilai tahun 2023 akan lebih suram apabila terjadi ancaman krisis pupuk.

"Jika kita tidak segera mengambil langkah agar ketersediaan pupuk mencukupi dengan harga terjangkau, maka 2023 akan menjadi tahun yang lebih suram," jelasnya.

Menurut dia, tingginya harga pangan saat ini dapat semakin buruk menjadi krisis tidak adanya pasokan pangan. Jokowi menyebut kelangkaan pupuk dapat mengakibatkan gagal panen di berbagai belahan dunia.

"48 negara berkembang dengan tingkat kerawanan pangan tertinggi akan hadapi kondisi yang sangat serius," ujar Jokowi.


Sri Mulyani Pamerkan Pertumbuhan Ekonomi RI 5,4 Persen di 2022

Potret Presiden Jokowi bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. credit: instagram.com/jokowi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, juga yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2022 bisa sentuh 5,4 persen.

Hal itu disampaikan kepada para pebisnis kelas dunia dalam acara B20 Summit 2022, di Nusa dua Bali, Senin (14/11/2022). B20 Summit 2022 ini merupakan gelaran untuk meramaikan Presidensi G20 Indonesia.

“Pemulihan ekonomi kita terus berlanjut. Seperti yang Anda lihat, kuartal ketiga kami tumbuh 5,72 persen. Ini sedikit lebih tinggi dari ekspektasi pemerintah sendiri. Kami berharap terus tumbuh di atas 5,4 persen tahun 2022,” kata Menkeu.

Menkeu menegaskan, Indonesia terus menjaga optimisme. Tetapi pada saat yang sama, Pemerintah Indonesia juga tetap waspada dengan kondisi global yang sangat dinamis. Kewaspadaan berarti harus bersiap untuk segala kemungkinan.

“Optimisme tetap penting. Sementara pada saat yang sama, kewaspadaan harus. Ini adalah pola pikir kita sebagai pembuat kebijakan ekonomi Indonesia. Kami tidak menakut-nakuti Anda dengan mengatakan bahwa kami harus waspada,” ujarnya.

Lanjut Sri mengungkapkan, di Indonesia pertumbuhan ekonomi terus didukung oleh permintaan domestik yang kuat, terutama pada konsumsi dan sekarang diikuti oleh pemulihan investasi.

Disisi lain, penanganan pandemi yang efektif, dan berbagai kebijakan mendukung permintaan, terutama dalam bentuk bantuan sosial. Karena subsidi telah melindungi ekonomi masyarakat dari melonjaknya harga pangan dan energi.

“Kami juga menggunakan alat kebijakan kami untuk mendukung sisi penawaran. Ini dalam bentuk keringanan pajak, beberapa insentif dan juga dalam hal ini dukungan pembiayaan. Kombinasi keduanya harus selalu dalam rencana yang tepat,” ujar Menkeu.

Menurutnya, penting untuk mengkolaborasikan kebijakan fiskal dan moneter. Hal itu bertujuan agar kebijakan yang dirumuskan bisa tepat sasaran, dan mampu menopang serta meningkatkan kondisi pasar tenaga kerja.

Infografis Optimisme KTT G20 di Tengah Krisis Pangan, Energi, Keuangan (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya