Liputan6.com, Jakarta - Getuk terus bertahan di tengah perubahan zaman. Camilan tradisional yang terbuat dari singkong itu beradaptasi agar bisa terus diterima konsumen dari semua kalangan. Itu juga berlaku bagi Getuk Marem.
Doroteus Angga, anak Hartini selaku pendiri usaha Getuk Marem, menjelaskan nama marem diambil dari bahasa Jawa. Artinya mantap dengan harapan pelanggan yang memakan getuk tersebut bisa merasakan rasa yang mantap.
"Dinamakan marem karena harapannya yang makan bisa merasakan mantap dan puas pada rasa dan tekstur getuk tersebut," ujar Angga, biasa dipanggil, kepada Liputan6.com, Kamis, 17 November 2022.
Baca Juga
Advertisement
Merek Getuk Marem resmi digunakan pada 1986. Namun, resep yang dipakai untuk getuk itu sudah ada selama dua generasi dan diwariskan secara turun-temurun.
Dalam sehari, Getuk Marem bisa mengolah hingga 15 kali gilingan. Satu kali gilingan membutuhkan rata-rata 200-300 kilogram singkong. Jumlah itu jauh lebih rendah dari sebelum pandemi yang bisa sampai mengolah 400-900 kilogram singkong.
Getuk khas Magelang ini hanya buka di satu tempat saja, tepatnya di Tidar Utara, Magelang. Tempat itu pindahan dari Jambon, Magelang. "Biar rasanya tetap asli karena kan memang pabriknya di rumah," ucap Angga.
Namun untuk memperluas penyebaran, alih-alih membuka cabang, Getuk Marem memilih menggunakan layanan ojek daring, e-commerce, dan sales untuk melakukan penjualan. Tiap sales memiliki toko-toko di daerah sekitar Magelang, seperti Semarang dan Yogyakarta, untuk menaruh Getuk Marem. Sementara, layanan e-commerce diperuntukkan bagi pembeli yang berada di luar pulau Jawa.
Singkong Khusus
"Getuk asale soko telo." kalimat tersebut merupakan penggalan lagu lawas Jawa yang berarti 'Getuk berasal dari singkong'. Angga, menyampaikan bahwa Getuk Marem sangat memerhatikan kualitas pada bahan makanan.
Pihaknya tidak menggunakan sembarang singkong untuk memproduksi Getuk Marem. Yang dipilih hanya singkong jenis kinanti, dengan ciri kulit yang berwarna pink. Menurut Angga, singkong jenis ini cocok untuk getuk karena teksturnya yang lembut.
Setelah dikukus, singkong akan kembali disortir untuk dipilih yang kualitasnya baik agar getuk dapat tahan lama. "Apalagi musim hujan seperti ini, singkong biasanya nggak begitu bagus kualitasnya," papar Angga.
Angga mengatakan bahwa setiap hari, orangtuanya terlibat langsung untuk proses pembuatan getuk hingga pengemasan berlangsung. "Sekalian sambil dipantau." Getuk Marem bisa bertahan 4--5 hari di suhu ruang. Ia memastikan semua produk tanpa menggunakan pengawet buatan.
Getuk Marem dikemas menggunakan plastik sebelum dibungkus dengan dus. Pengemasan pada kuliner ini menggunakan plastik, kemudian dibungkus dengan dus. Sementara untuk pesanan dari luar kota, produknya akan divakum terlebih dulu, baru dikemas ke dalam kotak bertuliskan Getuk Marem, sebelum dimasukkan ke dus cokelat untuk dikirimkan oleh ekspedisi, seperti Paxel.
Advertisement
Dekati Generasi Muda
Getuk Marem mengaku tidak takut dengan gencarnya camilan asing di pasar Indonesia. Mereka meyakini rasa adalah kunci untuk memikat lidah konsumen, termasuk generasi milenial dan Gen Z yang sudah banyak terpapar makanan-makanan asing.
Sejak awal Getuk Marem berdiri, mereka hanya memiliki satu menu, yakni getuk empat lapis rasa. Keempatnya terdiri dari vanila, raspberry, cokelat, dan original. Konsumen yang menyantap bisa langsung merasakan rasa yang variatif dengan kadar manis yang pas.
"Saat ini, belum ada untuk menambahkan rasa, tapi nanti kalau ada kesempatan punya sister brand baru mau modifikasi. Untuk saat ini, biar yang itu saja," tuturnya.
Walau hanya memiliki satu menu, Getuk Marem tetap laku di pasaran. Hal ini terbukti bahwa sebelum menggunakan media sosial seperti sekarang ini, Getuk Marem tidak pernah promosi, tapi selalu disarankan dari mulut ke mulut ketika ada acara.
Getuk Marem juga sering bekerja sama dengan sekolah-sekolah untuk semakin mengenalkan kuliner ini. Para pelajar lalu diajak berkeliling pabrik untuk memperlihatkan proses pembuatan hingga pengemasan.
Pihaknya kini juga memanfaatkan media sosial dan situs web agar semakin dikenal masyarakat, termasuk Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno. "Sepertinya, konten kami di Instagram dilihat oleh Pak Sandi, jadi beberapa waktu beliau mampir ke sini," imbuh Angga.
Terobosan Terbaru
Sempat terpuruk karena pandemi beberapa waktu lalu, usaha kuliner itu perlahan bangkit kembali. Mereka menanggapi tantangan dengan meluncurkan menu baru, yaitu bakpia Marem.
Berbeda dengan getuk yang sudah dijual hingga ke luar kota, produksi bakpia hanya dilakukan di toko saja. Per harinya bakpia memiliki stok 10-15 dus saja, dengan rasa kacang hijau, cokelat, dan keju.
Menu lainnya adalah sempring getuk. Sempring adalah produk diversifikasi getuk. Bahan utamanya dari getuk yang diiris tipis dan digoreng. "Tapi belum tahu rilisnya, masih nanti pokoknya," ucapnya.
Dirinya berharap produk-produk Marem semakin berkembang, menjadi sayap untuk Kota Magelang, tidak hanya nama Marem saja. "Karena visi kami adalah tidak hanya program kami (Marem) dikenal bagi banyak orang, tapi Magelang juga harus."
Ia juga memimpikan getuk bisa terkenal ke level nasional. "Kalau untuk go international sebenarnya ada, minimal ke nasional dulu mengenalkan getuk modern seperti apa mungkin masih banyak orang yang masih asing. Kalau internasional, kami masih riset terkait kemampuan daya tahan getuk yang hanya bisa tahan empat sampai lima hari," terangnya.
Advertisement