Survei Terbaru Ungkap Generasi Muda Korea Selatan Jadi Lebih Apatis Terhadap Pernikahan

Enam dari 10 orang Korea berusia 20-an dan 30-an berpikir bahwa menikah bukan lagi suatu keharusan.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 17 Nov 2022, 21:01 WIB
Ilustrasi Pernikahan Credit: unsplash.com/Samantha

Liputan6.com, Jakarta - Enam dari 10 orang Korea Selatan berusia 20-an dan 30-an berpikir bahwa menikah bukan lagi suatu keharusan. Faktor utama lainnya adalah keterbatasan uang yang mempengaruhi keputusan generasi muda untuk menghindari pernikahan.

Mengutip dari The Korean Times, Kamis (17/11/2022), pernyataan tersebut merupakan hasil survei sosial terbaru Statistics Korea, yang diumumkan pada Rabu, 15 November 2022. Separuh dari responden dari segala usia mengatakan bahwa menurut mereka menikah adalah suatu keharusan, di mana persentasenya 1,2 poin lebih rendah dari dua tahun lalu.

Angka tersebut ternyata lebih rendah lagi di antara mereka yang berusia 20-an dan 30-an. Hanya sebanyak 35,1 persen dari generasi muda Korea berusia 20-an mengatakan setuju bahwa menikah adalah suatu keharusan, dan 40,6 persen dari mereka yang berusia 30-an juga mengatakan hal yang senada.

Adapun 53,5 persen responden berusia 20-an dan 52,8 persen dari mereka yang berusia 30-an menjawab tidak masalah apakah mereka menikah atau tidak. Selanjutnya 6,4 persen dari mereka yang berusia 20-an dan 3,5 persen dari mereka yang berusia 30-an mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah menikah.

Dalam kasus generasi muda Korea yang berusia antara 13 hingga 19 tahun, hanya 29,1 persen yang menjawab bahwa menikah adalah suatu keharusan. Jumlah tersebut meningkat seiring bertambahnya usia responden, karena 42,3 persen dari mereka yang berusia 40-an dan 52,8 persen dari mereka yang berusia 50-an mengatakan hal yang sama. 

 


Perkawinan Harta yang Sehat

Ilustrasi./Copyright pexels.com/@dariaobymaha

Di sisi lain, lebih dari 70 persen orang yang berusia diatas 60 tahun mengatakan bahwa menikah adalah suatu keharusan. Berdasarkan jenis kelamin, 55,8 persen responden laki-laki menyatakan perlu menikah, sementara hanya 44,3 persen responden perempuan menyatakan demikian.

Mengenai alasan yang mempengaruhi keputusan mereka untuk tidak menikah, 28,7 persen responden menyatakan karena kekurangan uang. Alasan lain, seperti pekerjaan yang tidak stabil, beban melahirkan dan mengasuh anak, menyusul. Terakhir, 25 persen responden mengatakan bahwa mereka tidak merasa perlu untuk menikah, atau mereka belum bertemu dengan siapa pun yang ingin mereka nikahi. 

Sementara itu mengutip kanal Citizen Liputan6.com, 14 September 2022, Seorang dokter di Inggris, William Farr, menulis pada 1858 bahwa "Perkawinan adalah harta yang sehat". Melalui pernyataan itu, dia bermaksud bahwa orang yang sudah menikah lebih sehat daripada rekan mereka yang melajang.

Satu orang lebih mungkin mengalami kecelakaan pernikahan dalam perjalanan hidup mereka. Namun selama beberapa dekade berikutnya, orang masih berdebat dengan para sosiolog bahwa orang yang kesepian tidak sengsara.


Alasan Tidak Menikah

ilustrasi hubungan cinta/copyright Unsplash/Petr Ovralov

Melansir dari Yourtango, ada 5 alasan sosiologis aneh yang membuat lebih sedikit orang ingin menikah di zaman sekarang. 

1. Hanya separuh penduduk yang ingin menikah

Pada 2017, Biro Sensus melaporkan bahwa rekor jumlah orang dewasa di AS merupakan lajang tahun itu. Lebih dari 110 juta penduduk bercerai, menjanda atau melajang.

Jumlah tersebut lebih dari 45 persen dari semua orang Amerika berusia 18 tahun ke atas. Disamping itu, usia rata-rata pernikahan pertama naik menjadi 29,5 untuk pria dan 27,4 untuk wanita, para ilmuwan mengatakan bahwa tren ini akan terus berlanjut.

Hidup sendiri juga menjadi semakin populer. Sejarawan mengatakan, ketika menganalisis data selama setengah abad terakhir, tren ini terjadi di 78 lebih banyak negara di dunia. 

2. Menikah bukan berarti dewasa

Setengah abad yang lalu, apabila Anda belum menikah, maka belum dewasa. Menurut pendapat hari ini, ini bukan lagi kriteria untuk tumbuh dewasa dan juga tidak memiliki anak. Kini, penyelesaian pendidikan formal dan karier yang serius lebih penting, menurut 95 persen responden.


Alasan Lain

ilustrasi pasangan bahagia/copyright unsplash.com/Priscilla Du Preez

3. Banyak lajang berhubungan seks tanpa menikah

Peneliti juga menemukan banyak orang di atas 18 tahun saat ini berhubungan seks sembilan kali lebih banyak daripada rata-rata orang di awal 1990-an. Mereka melakukan seks di luar ikatan perkawinan.

4. Terikat bukan berarti memiliki harga diri tinggi

Remaja tak khawatir bahwa mereka perlu menjalin hubungan, sementara orang dewasa menunda pernikahan untuk nanti. Orang-orang yang skeptis percaya status lajang ini disebabkan masalah dengan harga diri, tetapi para peneliti mengklaim sebaliknya.

Awal suatu hubungan meningkatkan harga diri, hanya jika hubungan berfungsi dengan baik, stabil, dan dipertahankan untuk jangka waktu tertentu. Selain itu, harga diri orang yang memulai hubungan romantis baru, namun tidak bisa mempertahankannya selama setahun, menjadi lebih rendah daripada orang yang awalnya tidak merajut hubungan jangka panjang.

5. Menikah lebih sehat

Mitos lain tentang pernikahan yaitu orang yang telah menikah menjadi lebih sehat. Ada logika tertentu untuk ini, sebab suami dan istri saling menerima dukungan dan memastikan pasangannya menyelesaikan masalah kesehatan tepat waktu. Tetapi tiga studi besar yang secara metodologis kompleks yang diterbitkan pada 2017 membantah gagasan tersebut.

Infografis Bedanya Kartu Nikah dengan Buku Nikah. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya