Bentuk Pusat Pelatihan Medis Darurat, Menkes Budi Optimistis Sistem Kesehatan Lebih Kuat

Pembentukan Pusat Pelatihan Medis Darurat dapat membuat sistem kesehatan lebih kuat.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 19 Nov 2022, 07:00 WIB
Penandatanganan 'Memorandum of Understanding (MoU) Pembentukan dan Pengoperasian Multi-Country Training Hub for Health Emergency' telah dilakukan oleh Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dirjen WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus di sela-sela KTT G20 Bali di Bali, Selasa (15/11/2022). (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Liputan6.com, Bali - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin optimis pembentukan Pusat Pelatihan Tim Medis Darurat di Indonesia dapat memperkuat sistem kesehatan. Apalagi Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam dan keadaan darurat, termasuk keadaan darurat kesehatan. 

Pembentukan Pusat Pelatihan Tim Medis Darurat yang dimaksud merupakan bagian dari kesepakatan kerja sama 'Kolaborasi Pembentukan dan Pengoperasian Multi-Country Training Hub for Health Emergency' antara Indonesia dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Penandatanganan 'Memorandum of Understanding (MoU)' telah dilakukan oleh Budi Gunadi bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan WHO Director-General Tedros Adhanom Ghebreyesus di sela-sela KTT G20 Bali di Nusa Dua Bali pada Selasa, 15 November 2022.

“Saya optimis MoU ini akan menjadi landasan bagi sistem manajemen krisis kesehatan yang lebih kuat,” tutur Budi Gunadi dalam pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Jumat (18/11/2022).

Kerja sama dengan WHO ini akan melibatkan Universitas Pertahanan Republik Indonesia untuk mendirikan Multi-Country Training Hub for Health Emergency di Indonesia. Pusat pelatihan tim medis juga bertujuan meningkatkan kapasitas Indonesia, negara-negara lain di Asia, dan di luar Asia untuk bertindak cepat ketika terjadi keadaan darurat.

MoU yang ditandatangani menguraikan model kerja sama dan kolaborasi untuk membangun langkah-langkah tepat menangani pandemi, misalnya COVID-19 dan masalah keamanan kesehatan lainnya.


Butuh Tim Medis Terampil

Pekerja memeriksa tabung oksigen di Fauzi Medical, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (22/7/2021). Sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama di tengah pandemi COVID-19, agen isi ulang oksigen tersebut menerapkan sistem pembayaran secara sukarela bagi warga. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pandemi COVID-19 menyoroti beberapa kesenjangan dalam kapasitas nasional, terutama dalam sumber daya manusia, khususnya tim medis atau tenaga kesehatan. Butuh tim medis yang cukup dan keahlian yang mumpuni untuk menangani kedaruratan kesehatan.

 

Memiliki tim medis darurat yang terampil adalah bagian dari solusi, tetapi pelatihan tim ini membutuhkan investasi substantif, fokus berkelanjutan, dan dukungan spesialis, yang tidak dapat diakses oleh semua negara mandiri.

Hal ini membuat kerja sama multinegara menjadi penting dan menggarisbawahi pentingnya pusat pelatihan kedaruratan, tulis WHO dalam rilis resmi pada Selasa, 15 November 2022.

Pusat pelatihan multinegara memungkinkan Indonesia dan negara lain untuk mendapatkan pelatihan yang lengkap melalui paket pelatihan baru yang inovatif, salah satunya latihan simulasi. Pelatihan akan mencakup berbagai bidang.

Contohnya, bagaimana mengelola keadaan darurat kesehatan masyarakat, manajemen medis dan logistik, dan dampak medis, sosial, serta ekonomi dari keadaan darurat.

Sekretariat Tim Medis Darurat (Emergency Medical Teams) WHO akan mengelola pelatihan, peningkatan kapasitas, penetapan standar, dan proses penjaminan mutu. Adanya inisiatif dan dukungan negara wilayah WHO diharapkan mengkoordinasikan operasi respons tim medis darurat.


Perkuat Kapasitas Tim Medis

Pekerja membawa tabung oksigen (o2) di agen isi ulang oksigen kawasan Kalimalang, Jakarta, Rabu (27/1/2021). Dalam sehari, warga yang mengisi ulang oksigen mencapai puluhan orang dengan harga Rp25.000 per kubik. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Strategi Tim Medis Darurat (Emergency Medical Teams) WHO tahun 2030 adalah membayangkan dunia, yang mana setiap negara memiliki kapasitas untuk merespons dengan cepat dan efektif dalam keadaan darurat nasional, memanfaatkan kapasitas regional, dan sub-regional untuk mendukung negara atau komunitas rentan.

Indonesia sedang mengambil langkah konkret untuk mencapai tujuan di atas dengan diluncurkannya Multi-Country Training Hub for Health Emergency.

Sebelumnya, Menhan Prabowo Subianto menjajaki kerja sama dengan WHO pada November 2020 melakukan pertemuan lanjutan dengan Dirjen WHO pada Juni 2021. Kerja sama sipil-militer telah muncul sebagai salah satu kemitraan paling andal selama keadaan darurat.

Kesepakatan itu akan dijajaki meningkatkan kerja sama sipil-militer, penyebarluasan standar medis darurat kesehatan, penelitian dan upaya pembangunan kolaborasi. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan memainkan peran penting dalam menjembatani adaptasi standardisasi tim medis serta memfasilitasi pertukaran pengetahuan dengan negara lain.

Tujuannya, untuk memperkuat kapasitas tim medis secara global. Pusat pelatihan tim medis darurat akan berlokasi di Universitas Pertahanan Republik Indonesia.

Turut hadir dalam penandatangan MoU antara lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Prof. Dr. H. Moh. Mahfud MD, yang mewakili Presiden Republik Indonesia, WHO Direktur Regional untuk Asia Tenggara, Dr Poonam Khetrapal Singh, WHO Perwakilan Negara untuk Indonesia, Dr N. Paranietharan, dan para pejabat dari Kemenhan, Kemenkes Kesehatan, Kemenlu, dan delegasi dari Universitas Pertahanan Republik Indonesia.

Inisiatif ini didukung oleh Kantor Pusat WHO, Kantor Regional Asia Tenggara, dan Kantor WHO di Indonesia.


Lindungi Rakyat dan Generasi Masa Depan

Penandatanganan 'Memorandum of Understanding (MoU) Pembentukan dan Pengoperasian Multi-Country Training Hub for Health Emergency' telah dilakukan oleh Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dirjen WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus di sela-sela KTT G20 Bali di Bali, Selasa (15/11/2022). (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Perihal menjadi bangsa yang kuat, menurut Budi Gunadi Sadikin, membutuhkan kemauan politik yang kuat dan upaya kolektif di antaranya dengan pembentukan pusat pelatihan kegawat daruratan kesehatan. Upaya ini juga demi melindungi rakyat dan generasi di masa depan.

“Kerangka pengurangan risiko bencana membutuhkan upaya multi-sektoral dalam mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat. Membangun kerangka Kolaborasi Pentahelix, pemerintah, masyarakat sipil, media, akademisi, dan entitas bisnis dapat bekerja sama untuk memecahkan masalah dalam mengurangi risiko bencana,” ucapnya.

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, regulator, dan koordinator pemangku kepentingan harus bekerja sama dengan masyarakat, yang sekaligus dapat berperan sebagai akselerator dalam kesiapsiagaan di lingkungannya sendiri.

Sementara itu, peran media menyebarkan informasi dan edukasi tentang bencana dan memahami masalah kedaruratan kesehatan. Sektor swasta berfokus pada penyediaan layanan dan produk yang membantu mencapai tujuan kesiapsiagaan kedaruratan kesehatan.

“Mengingat hal tersebut, perguruan tinggi sebagai komponen intelektual memiliki posisi strategis dalam upaya pengurangan risiko bencana,” lanjut Menkes Budi Gunadi.

Perguruan tinggi berperan sebagai pusat penelitian dalam memproduksi dan menyebarluaskan pengetahuan tentang kebencanaan, khususnya yang berkaitan dengan kedaruratan kesehatan. Perguruan tinggi juga dapat mendukung pemerintah dalam pengelolaan kesehatan selama fase krisis.

Infografis Mengakhiri Perang dan Kolaborasi Selamatkan Dunia di KTT G20 (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya