Liputan6.com, Jakarta Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 November 2022, memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, mengatakan kenaikan tersebut cukup tinggi, namun Bank Indonesia tidak memiliki pilihan lain selain menaikkan suku bunga, guna menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi.
Advertisement
Hal itu disampaikan Dody Budi Waluyo dalam acara Flagship Event Diseminasi Laporan Nusantara, serta Launching Buku Kajian Manufaktur dan Pariwisata, Jumat (18/11/2022). “Kemarin Bank Indonesia pada akhirnya menaikkan kembali suku bunga kita 50 basis poin sehingga sekarang ada di 5,25 persen, cukup tinggi. Kita juga noted bahwa kenaikan merupakan pilihan terakhir dari kebijakan yang kita miliki, karena kita tentunya sadar bahwa stabilitas itu harus berjalan bersama dengan pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Menurut dia, momentum pemulihan harus dijaga dengan baik. Bank Indonesia melihat suku bunga merupakan salah satu dari sekian kebijakan dalam amunisi kebijakan yang dipilih.
“Inilah kalau saya kembali mundur kepada bagaimana G20 melihat untuk menggunakan kebijakan secara lengkap, bauran tidak hanya mengandalkan kepada satu kebijakan dalam mengaddress kondisi yang jangka pendek ini,” ujarnya.
Bank Indonesia mencatat realisasi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) di seluruh wilayah melanjutkan peningkatan pada triwulan III 2022, meski perkembangan terkini menunjukkan inflasi lebih rendah dari perkiraan.
Kendati demikian, pada keseluruhan 2022, inflasi IHK diperkirakan lebih rendah dari prakiraan awal kendati masih lebih tinggi dari batas atas sasaran inflasi 3,0±1 persen.
Perkiraan ini dipengaruhi oleh tekanan inflasi dari sisi permintaan yang diperkirakan masih berlanjut secara gradual, ekspektasi inflasi yang lebih tinggi, serta dampak lanjutan (second round effect) dari kenaikan harga BBM.
“Oleh karena itu, memang bagaimana misalnya masalah inflasi jangan gunakan kebijakan suku bunga kalau sumber masalah inflasinya bukan dari permintaan, kalau dari sisi supply akan menjadi sayang kalau kita menaikkan suku bunga untuk inflasi yang justru akan overkill pada pertumbuhan,” jelasnya.
Begitupun jika permasalahannya disebabkan likuiditas maka Bank Indonesia terlebih dahulu melakukan normalisasi likuiditas sebelum menaikkan suku bunga. Itulah yang disepakati secara global dari G20.“Dan ini juga menjadi dasar kita bagaimana mix policy kita lakukan selama ini,” pungkasnya.
BI Kembali Naikkan BI7DRR 50 Basis Poin Jadi 5,25 Persen
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 November 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,5 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 6 persen.
“Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 November 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan November 2022, Kamis (17/11/2022).
Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah lanjutan secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi.
Selain itu, untuk memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS, dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.
Advertisement
Bauran Kebijakan
Bank Indonesia juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi sebagai berikut:
Memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR tersebut untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasarannya lebih awal;
Memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah dengan tetap berada di pasar sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation, melalui intervensi di pasar valas baik melalui transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;
Melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder untuk memperkuat transmisi kenaikan BI7DRR dalam meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing guna memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah;