KPK Dalami Kasus Suap Proyek Tol Solo-Kertosono Lewat Staf Pajak Wijaya Karya

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap pengurusan restitusi pajak proyek pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono di Kantor Pajak Pratama Pare, Jawa Timur.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 18 Nov 2022, 13:40 WIB
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap pengurusan restitusi pajak proyek pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono di Kantor Pajak Pratama Pare, Jawa Timur.

Untuk mendalami hal tersebut, tim penyidik KPK menjadwalkan memeriksa staf pajak PT Wijaya Karya (WIKA) bernama Diana Felani Fajrin. Diana akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Pare, Jawa Timur (Jatim) Abdul Rachman.

"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK Jl. Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, atas nama Dana Felani Fajrin, Staf Pajak PT WIKA," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (18/11/2022).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Pare, Jawa Timur (Jatim) Abdul Rachman sebagai tersangka suap terkait pengurusan restitusi pajak proyek pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono pada KPP Pare, Jatim.

Abdul Rachman diduga menerima suap sebesar Rp895 juta dalam kasus ini. Awalnya, Abdul meminta Rp1 miliar ke Kuasa Joint Operation (JO) China Road and Bridge Corporation (CRBC) sekaligus PT Wijaya Karya (WIKA) dan PT Pembangunan Perumahan (PP) Tri Atmoko (TA), yang merupakan pelaksana pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono.

Abdul meminta uang Rp1 miliar untuk mengurus sekaligus menyetujui restitusi pajak atau pengembalian atas kelebihan pembayaran yang diajukan JO CRBC-PT WIKA-PT PP sebesar Rp13,2 miliar ke KPP Pare, Jatim.

"Di mana, dari total permintaan Rp1 miliar oleh AR (Abdul Rachman), TA (Tri) baru bisa menyanggupi senilai Rp895 juta," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur dalam keterangannya, Sabtu 6 Agustus 2022.

 


Pemberian Uang

Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada KPP Pare, Abdul Rachman saat tiba di Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, Jumat (12/8/2022). Abdul Rachman diperiksa sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap terkait pembayaran restitusi pajak proyek pembangunan jalan tol Solo-Kertosono (Soker) pada Kantor Pajak Pratama (KPP) Pare, Jawa Timur. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Asep mengatakan, dalam pemberian uang, Abdul memperkenalkan orang kepercayaannya bernama Suheri (SHR) kepada Tri Atmoko. Kemudian, terjadi penyerahan uang dari Tri Atmoko untuk Abdul melalui Suheri di Jakarta.

Awalnya, Abdul sempat meminta dan mengarahkan Tri Atmoko untuk menyerahkan uang Rp895 juta melalui Suheri di kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta. Namun, hal itu tak terlaksana. Penyerahan uang akhirnya berlangsung di tepi jalan dekat Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Kemudian berpindah ke salah satu tepi jalan yang berdekatan dengan kantor aparat penegak hukum di wilayah Blok M, Jakarta Selatan dan uang tersebut kemudian diterima AR melalui SHR," kata Asep.

KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap pembayaran restitusi pajak dalam proyek pembangunan jalan tol Solo-Kertosono pada Kantor Pajak Pratama (KPP) Pare, Jawa Timur.

Ketiganya yakni Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada KPP Pare Abdul Rachman, dan dua pihak swasta bernama Tri Atmoko dan Suheri. Tersangka penerima yakni Abdul Rachman dan Suheri, sementara Tri Atmoko sebagai pemberi.

Mereka semua langsung ditahan usai diumumkan sebagai tersangka.

"Tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 5 Agustus 2022 sampai dengan 24 Agustus 2022," ujar Direktur Penindakan KPK Asep Guntur dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jumat 5 Agustus 2022.

Ketiganya ditahan terpisah. Tri ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. Sementara itu Abdul ditahan di Rutan KPK cabang Kavling C1, dan Suheri ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.


Kronologi Kasus Suap

Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada KPP Pare, Abdul Rachman saat tiba di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, Jumat (12/8/2022). Abdul Rachman diperiksa sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap terkait pembayaran restitusi pajak proyek pembangunan jalan tol Solo-Kertosono (Soker) pada Kantor Pajak Pratama (KPP) Pare, Jawa Timur. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Asep menjelaskan, kasus ini bermula ketika adanya kerja sama joint operation antara China Road and Bridge Corporation dengan PT Wijaya Karya (Persero) dan PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero.

Menurut Asep, ketiga perusahaan itu merupakan pelaksana pembangunan jalan tol Solo-Kertosono yang terdaftar sebagai wajib pajak di KPP Pare. Ketiga perusahaan itu awalnya mengajukan restitusi pajak untuk tahun 2016 ke KPP Pare pada Januari 2017.

Abdul ditunjuk sebagai pajak yang mengurus masalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak tiga perusahaan itu dari KPP Pare.

Beberapa bulan setelahnya, KPP Pare menerbitkan surat pemberitahuan kepada tiga perusahaan itu. Surat itu berisikan perintah tugas pemeriksaan lapangan.

Chairman Board of Manajemen kerja sama tiga perusahaan tersebut Wen Yuegang kemudian menunjuk Tri sebagai kuasa pengurus restitusi pajak di KPP Pare. Total keseluruhan restitusi pajak yang harus dikembalikan sebesar Rp13,2 miliar.

"Yang diajukan diduga ada inisiatif TA (Tri Atmoko) untuk memberikan sejumlah uang kepada AR (Abdul Rachman) dan tim agar pengajuan restitusi dapat disetujui," tutur Asep.


Perjanjian Penyerahan Uang

Tri berjanji memberikan uang 10 persen atau sekitar Rp1 miliar jika keseluruhan restitusi yang dimintanya diberikan. Abdul kemudian menyetujui permintaan itu dan menunjuk Suheri untuk mengurus penerimaan suap dari Tri.

Dari perjanjian Rp1 miliar, Tri baru memberikan Rp895 juta ke Abdul pada Mei 2018. Penyerahan uang itu disebut dengan 'apel kroak' karena tidak sesuai dengan janji awal.

Atas perbuatannya, Tri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, Abdul dan Suheri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Infografis OTT KPK Era Firli Bahuri (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya