Akademisi Sebut Literasi Digital Penting untuk Cegah Masyarakat Jadi Korban Kejahatan Digital

Literasi digital menjadi penting untuk menangkal kejahatan-kejahatan siber tersebut..

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 19 Nov 2022, 11:00 WIB
Pengunjung bertransaksi menggunakan QRIS atas Pembelian Asuransi Kecelakaan Diri Askrindo pada gelaran Java Jazz Festival 2022 di booth DigiAsk Hall C2, JIExpo Kemayoran, Jakarta (28/05/2022). Transaksi ini meningkatkan literasi masyarakat atas kemudahan pembelian Asuransi secara online. (Liputan6.com/HO/Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Olivia Lewi Pramesti menyebut bahwa literasi digital bisa mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan di dunia maya. Karena itu, ia menekankan agar masyarakat mampu menguasai literasi digital dengan baik.

"Kuasai literasi digital agar tidak mudah menjadi korban kejahatan digital," ujar Olivia dilansir dari Antara, Jumat (18/11/2022).

Menurut Olivia, setidaknya ada tujuh jenis kejahatan digital yang paling populer saat ini, yaitu phishing (pengelabuan), carding (bertransaksi dengan kartu kredit milik orang lain), data forgery (pemalsuan data orang lain).

Selanjutnya terorisme siber, SIM swap (pengambilalihan nomor ponsel), skimming (kejahatan perbankan), dan ransomware (software jahat untuk mencuri data orang lain).

Seseorang bisa terjebak kejahatan digital lantaran beberapa hal, di antaranya penggunaan jaringan internet publik, tergiur dengan hadiah yang besar, sering berbelanja online, atau pelaku menggunakan teknik manipulasi psikologis.

Oleh karena itu, dia menilai bahwa literasi digital menjadi penting untuk menangkal kejahatan-kejahatan siber tersebut.

Dengan literasi digital, seseorang tidak akan mudah membagikan informasi data pribadi ke orang lain, baik secara langsung maupun ke media sosial.

"Literasi ini terkait penggunaan teknologi, berpikir kritis terhadap segala informasi di ruang digital, dan social engagement. Literasi digital menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif dan bertanggung jawab," ucap Olivia.

Dia juga menyarankan pengguna digital untuk jeli dalam persoalan jejak digital yang ditinggalkan selama beraktivitas di dunia maya. Jejak digital terbagi menjadi dua, yaitu jejak pasif dan jejak aktif.

Pasif berarti jejak yang ditinggalkan tidak disadari penggunanya, seperti alamat IP pengguna yang bisa memperkirakan lokasi. Sementara jejak aktif adalah data dan informasi yang dengan sengaja diunggah pengguna ke internet.

 


Tentang Cek Fkata Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya