Lakon Indonesia Gelar Instalasi Lorong Waktu, Pamerkan 40 Koleksi Sarat Makna

Lakon Indonesia menggelar pameran instalasi Lorong Waktu pada 19 November – 27 November 2022.

oleh Geiska Vatikan diperbarui 19 Nov 2022, 22:02 WIB
Thresia Mareta (kiri), Engel Tanzil (tengah), dan Adi Purnomo (kanan) yang sedang berada di instalasi seni Lorong Waktu di Kemang, Jakarta Selatan. (dok.Liputan6.com/Geiska Vatikan Isdy).

Liputan6.com, Jakarta - Gerilya Lakon Indonesia berlanjut. Setelah tampil di panggung Jakarta Food and Fashion Festival (JF3) pada September 2022, brand lokal itu kini menggelar pameran instalasi Lorong Waktu yang berlangsung pada 19 November--27 November 2022.

Instalasi yang didesain oleh Adi Purnomo ini menceritakan perjalanan pelestarian budaya yang dimulai sejak Lakon Indonesia berdiri, yaitu empat tahun lalu. Thresia Mareta, founder Lakon Indonesia menyebutkan pameran ini sebagai pengantar menuju Teras Lakon, yakni sebuah wadah untuk bertemunya berbagai bidang ilmu untuk bekerja sama melakukan pelestarian budaya.

 

Teras Lakon memiliki ruang-ruang yang digunakan untuk inkubator. Nantinya, inkubator akan digunakan untuk para orang atau kelompok yang memiliki bisnis fesyen yang bisa masuk ke pasar global. Untuk menuju ke kancah internasional, Lakon Indonesia sudah mulai bekerja sama dengan JF3 dan Kedutaan Besar Prancis.

Engel Tanzil, pendiri sekaligus kurator Dia.lo.gue Art Space yang menjadi lokasi pameran, turut mendukung pameran ini. Dia mengaku mulai tertarik pada Lakon Indonesia ketika menggelar pameran instalasi Pakaiankoe. Menurutnya, instalasi itu unik karena seperti bercerita hal yang dalam soal fesyen.

"Bukan cuma fesyen aja, tapi sejarah dan instalasi yang bisa memukau anak-anak generasi saat ini," ujarnya, Jumat, 18 November 2022.

Dia.lo.gue sengaja dipilih agar pameran seni ini sampai pada generasi muda. Mereka diharapkan bisa memahami dan ikut melestarikan budaya setelah pulang dari pameran.


Menonjolkan Karakter

Ide pameran instalasi seni Lorong Waktu yang dibuat oleh Adi Purnomo. (dok. Liputan6.com/ Geiska Vatikan Isdy).

Bekerja sama sejak 2012, Thresia tidak ragu lagi untuk menggandeng Adi Purnomo dalam kerja sama dunia mode dan arsitektur. Dimulai dari proyek bersama yang dilakukan untuk TK Pahoa yang mengusung tema lahan hijau, Thresia semakin yakin bahwa Adi akan sukses membangun pameran instalasi dengan ide yang unik.

Pakaiankoe merupakan bentuk kerja sama pertama kali antara Adi dan Thresia yang ditampilkan dua tahun lalu. Adi yang saat itu masih merasa awam dengan dunia mode, berusaha melihat hal tersebut lewat kacamatanya sebagai arsitek.

Instalasi seni Lorong Waktu ini memiliki ide dan disusun dengan apik. Alih-alih hanya menggunakan display pada koleksi busana, Adi lebih memilih menggantungkan koleksi Lakon untuk menonjolkan karakter.

"Pakaian itu sendiri harus mewakilkan diri pakaian tersebut. Saya pikir alih-alih kita memasang dengan display saya mencoba melihat ini semua sebagai makhluk, mungkin nanti kita bisa melihatnya terasa bergerak atau berbicara," katanya.

Dari pintu masuk, pengunjung langsung melihat koleksi Lorong Waktu, Aradhana, Gantari, dan Pakaiankoe. Koleksi tersebut disusun berurutan sesuai kronologi. Lorong waktu menjadi koleksi terbaru yang menandakan bahwa Lakon Indonesia sudah menjadi dewasa.


Eksplorasi Tenun

Kain Tenun Endek dari Agung Bali Collection. (Tangkapan Layar Instagram/agung_bali_collection)

Sebagai penghasil kain tenun yang lebih banyak daripada kain batik, Lakon Indonesia juga mengeksplorasi tenun. Kain tenun merupakan salah satu kain yang sulit diolah sebagai pakaian jadi karena strukturnya yang cenderung kaku. 

Untuk itu, Teras Lakon membuat pelatihan untuk mengolah tenun dengan pola yang sederhana agar mudah dipelajari. Thresia berharap ada dukungan dari beberapa pihak sehingga dirinya bisa membantu melatih pengolahan tenun.

"Ini bisa membuat peluang bisnis baru untuk mereka untuk mengolah tenun," katanya. Sejauh ini baru dua penenun yang tidak hanya menenun, tetapi juga membuat pakaian jadi dari kain tenun. Keduanya dari Jawa dan Bali.

Ia berharap perajin tenun bisa memenuhi kebutuhan mereka berbekal keterampilan baru. Di samping itu, mereka bisa melestarikan budaya. "Tujuannya pasti kesitu lagi, memelihara budaya kita dalam jangka waktu yang panjang."

Tidak hanya peduli soal pelestarian budaya, Lakon Indonesia juga menyoroti isu lingkungan hidup. Salah satunya mengulas soal pewarnaan alami yang dinilai lebih ramah lingkungan.


Pewarna Alami

Koleksi busana Lorong Waktu yang bekerja sama dengan Cahyo, Maestro Batik. (dok.Liputan6.com/Geiska Vatikan Isdy).

 

Thresia tak sepenuhnya sependapat. Di satu sisi, pewarna alami memang lebih ramah dari segi limbah yang dihasilkan. Tapi, proses pembuatan menggunakan pewarna alami membutuhkan waktu lebih panjang dan penggunaan air yang lebih banyak.

Kedua faktor itu dinilainya menyebabkan harga produksi melambung dan lebih sulit dijual di pasaran. Padahal, para perajin Lakon Indonesia membutuhkan penghasilan yang cepat dan stabil.

Pada 40 koleksi yang dipamerkan di Instalasi Lorong Waktu, dia mengaku berhasil menemukan cara menekan biaya produksi dengan menyederhanakan potongan. Cara itu dinilainya dinilai lebih hemat dari segala sisi.

"Jadi waktu kita baru mencoba menyederhanakan potongan, yang dipotong itu sedikit tapi yang dihemat banyak sekali. Materialnya hemat dan waktu kerja hemat," tuturnya.

Dirinya mengatakan jika waktu kerja hemat, berarti akan menekan biaya lain-lainnya, seperti biaya listrik dan pemakaian energi. Lakon Indonesia mempraktikkannya saat mengolah koleksi kain batik Pekalongan karya Cahyo untuk koleksi yang ditampilkan di JF3. Mereka juga menerima pesanan.

Infografis desainer Indonesia di pentas fesyen dunia (Liputan6.com/Trie Yasni))

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya