Liputan6.com, Jakarta - Goldman Sachs menolak anggapan kalau pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menarik perhatian dari perusahaan teknologi besar adalah tande resesi Amerika Serikat (AS) yang membayangi.
“PHK teknologi bukanlah tanda resesi yang akan datang,” tulis Ekonom Goldman Sachs Jan Hatzius dalam catatan kepada klien pada Selasa, 15 November 2022, dikutip dari Yahoo Finance, Sabtu (19/11/2022).
Advertisement
Menjelang akhir tahun, pengumuman PHK telah meningkat di bidang teknologi di tengah tahun buruk untuk harga saham dan pertumbuhan yang melambat. Dalam dua minggu terakhir, Meta dan Amazon telah mengumumkan PHK gabungan sebanyak 21.000 setelah kuartal III 2022.
Twitter memangkas 3.700 karyawan karena pemilik baru Elon Musk melakukan reset pada bisnis platform media sosial. Hatzius menghitung ada 34.000 pengumuman PHK dari perusahaan teknologi besar pada November 2022. Namun demikian, ekonom Goldman Sachs mencantumkan tiga alasan mengapa PHK ini bukan pertanda masa ekonomi yang lebih suram di masa depan.
Teknologi tidak mendominasi dunia kerja. “Pertama, industri teknologi menyumbang sebagian kecil dari pekerjaan agregat misalnya. Tingkat pengangguran akan naik kurang dari 0,3 persentase bahkan jika semua pekerja bekerja di media online, penyiaran, dan pencarian web segera diberhentikan, jadi hambatan apa pun pada pasar tenaga kerja secara keseluruhan harus kecil,” ujar dia.
Teknologi juga masih membuka lowongan kerja. "Kedua, lowongan kerja teknologi tetap jauh di atas tingkat pra pandemi COVID-19, jadi pekerja teknologi yang di-PHK harus memiliki peluang bagus untuk menemukan pekerjaan baru,” tutur dia.
Sejarah sebagai panduan. “Ketiga, PHK pekerja teknologi sering melonjak di masa lalu tanpa peningkatan jumlah PHK yang sesuai dan secara historis tidak menjadi indikator utama penurunan pasar tenaga kerja lebih luas, dan PHK di industri lain masih terlihat terbatas,” kata dia.
Bos Amazon Andy Jassy Umumkan PHK Bakal Berlanjut hingga 2023
Sebelumnya, Amazon berencana untuk melanjutkan kebijakan untuk memberhentikan karyawan pada tahun depan. Hal itu diumumkan langsung oleh CEO Amazon, Andy Jassy dalam memo kepada para karyawan.
Pada pekan ini, perusahaan mulai memberitahu karyawan di beberapa divisi, mereka akan diberhentikan. Perusahaan juga menawarkan beberapa karyawan opsi untuk mengundurkan diri secara sukarela. Melansir CNBC, Jumat (18/11/2022), Amazon bermaksud untuk memberhentikan sekitar 10 ribu karyawan.
Menurut sumber yang tidak bisa disebutkan namanya, pemangkasan karyawan dilakukan karena Amazon memperhitungkan perkembangan ekonomi yang memburuk. Di mana hal itu telah memperlambat pertumbuhan di beberapa divisi, bersamaan dengan membengkaknya jumlah karyawan selama pandemi COVID-19.
Amazon melaporkan 798.000 karyawan pada akhir 2019. Namun, perusahaan memiliki 1,6 juta karyawan penuh dan paruh waktu pada 31 Desember 2021, meningkat 102 persen. Jassy mengatakan PHK akan berlangsung hingga 2023 karena perusahaan masih dalam proses perencanaan operasi tahunan, dan para pemimpin bisnis masih menentukan perlunya PHK lebih lanjut. Amazon sendiri telah menyetop perekrutan karyawan baru.
Diberitakan sebelumnya, pengurangan karyawan ini menjadi yang terbesar dalam sejarah perusahaan. Selain Amazon, PHK besar-besaran saat ini memukul sektor teknologi dengan keras setelah bertahun-tahun mengalami pertumbuhan yang tak terkendali. Seperti Induk Facebook Meta minggu lalu memberhentikan 13 persen stafnya, sementara Twitter, Shopify, Salesforce dan Stripe juga telah mengumumkan aksi serupa.
Advertisement
Amazon Dikabarkan Bakal PHK 10.000 Karyawan Mulai Pekan Ini
Sebelumnya, Amazon bakal memberhentikan sekitar 10.000 karyawan perseroan dan peran teknologi mulai pekan ini. Kabar tersebut mendorong saham Amazon turun sekitar 2 persen pada Senin, 14 November 2022.
Rencana pemangkasan karyawan tersebut dilaporkan the New York Times dikutip dari CNBC, Selasa (15/11/2022).Secara terpisah, the Wall Street Journal juga mengutip sumber yang mengatakan perusahaan berencana memberhentikan ribuan karyawan.
Pengurangan karyawan itu akan menjadi yang terbesar dalam sejarah perusahaan dan terutama akan berdampak pada organisasi perangkat, divisi ritel, dan sumber daya manusia (SDM) Amazon, menurut laporan itu.
PHK yang dilaporkan akan mewakili kurang dari satu persen tenaga kerja global Amazon dan tiga persen karyawan korporatnya.
Laporan tersebut mengikuti pengurangan jumlah karyawan di perusahaan teknologi lainnya. Meta mengumumkan pekan lalu kalau memberhentikan lebih dari 13 persen stafnya atau lebih dari 11.000 karyawan.
Twitter memberhentikan sekitar setengag dari tenaga kerjanya setelah Elon Musk akuisisi Twitter senilai USD 44 miliar atau sekitar Rp 683,80 triliun (asumsi kurs Rp 15.541 per dolar AS).
Amazon melaporkan 798.000 karyawan pada akhir 2019 tetapi memiliki 1,6 juta karyawan penuh dan paruh waktu pada 31 Desember 2021, meningkat 102 persen. The New York Times mengatakan, jumlah total PHK “tetap cair” dan bisa berubah.
Seorang perwakilan dari Amazon tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Musim belanja liburan sangat penting bagi Amazon, dan biasanya perusahaan telah meningkatkan jumlah karyawannya untuk memenuhi permintaan.
Saham Amazon Bakal Tertekan
Namun, Andy Jassy yang mengambil alih sebagai CEO pada Juli 2021 telah berada dalam mode pemotongan biaya untuk hemat biaya saat perseroan hadapi penjualan yang melambat dan ekonomi global yang suram.
Amazon telah mengumumkan rencana untuk membekukan perekrutan dalam bisnis ritelnya. Dalam beberapa bulan terakhir, Amazon menutup layanan telehealth-nya, menhentikan proyektor panggilan video unik untuk anak-anak, menutu semua kecuali satu pusat panggilan Amerika Serikat, menghentikan robot pengiriman keliling, menutup rantai yang kinerja buruk dan membatalkan atau menunda beberapa lokasi gudang baru.
Amazon melaporkan laba kuartal III yang mengecewakan pada Oktober 2022 yang takuti investor dan mendorong saham Amazon turun lebih dari 13 persen. Ini menandai pertama kalinya kapitalisasi pasar Amazon turun di bawah USD 1 triliun sejak April 2022.
Aksi jual berlanjut selama berhari-hari setelah laporan kinerja dan hapus hampir semua lonjakan selama pandemi COVID-19.
Saham Amazon turun sekitar 41 persen pada 2022, dan lebih dari 14 persen dalam indeks S&P 500. Saham Amazon berada pada laju terburuk sejak 2008.
Advertisement