Cerita Akhir Pekan: Setelah Menanam Pohon, Apa Selanjutnya?

Gerakan menanam pohon dalam beberapa tahun terakhir semakin masif dilakukan, tapi bagaimana langkah selanjutnya?

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 22 Nov 2022, 21:10 WIB
Ilustrasi menanam pohon. Photo copyright by Freepik

Liputan6.com, Jakarta - Setiap satu pohon memberi dampak yang berarti bagi kehidupan manusia. Pohon sendiri menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis yang menyuplai energi melalui cahaya matahari, CO2, serta air yang diserap di dalam tanah melalui akarnya.

Kesadaran pentingnya keberadaan hutan mendorong gerakan menanam pohon kian masif, dalam beberapa tahun terakhir. Itu juga terjadi di tengah kabar deforestasi akibat penebangan hutan yang sudah terjadi jauh sebelumnya.

Sementara dampak lingkungan akibat alih fungsi hutan makin luas, apa langkah selanjutnya setelah program menanam pohon yang dilakukan NGO hingga komunitas? Keberadaan Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk yang ada di pesisir Jakarta merupakan salah satu dari banyak lokasi penanaman pohon mangrove.

Tampak perbedaan yang bisa dirasakan sejak keberadaannya pada 1997 kawasan diambil alih pengelolanya. "Saat itu 90 persen dari kawasan gersang akibat kegiatan tambak ikan ilegal. Upaya pemulihan kawasan selama 12 tahun pertama tidak mudah karena terdapat konflik dengan para petambak liar yang menguasai kawasan," ujar Direktur PT Murindra Karya Lestari, Pengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Ken Savitri Ambarsari, dalam wawancara tertulis dengan Liputan6.com, Sabtu, 19 November 2022.

Pada 2010, kawasan mangrove akhirnya bersih dari aktivitas tambak dan diresmikan Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan saat itu. Kini, pengunjung bisa menikmati hutan yang rindang dengan fasilitas rekreasi seperti menjelajah hutan, naik perahu cepat, mendayung sampan, kano, kayak dan juga SUP.

Inilah hasil nyata yang bisa dirasakan dari gerakan menanam pohon. Tak hanya ekosistem alam menjadi seimbang, manfaat untuk dijadikan ekowisata juga berdampak positif. 

"Sejak 1997 sudah ratusan ribu pohon yang kami tanam. Setiap pohon yang dibeli dan ditanam di tempat kami termasuk di dalamnya biaya perawatan selama satu tahun pertama, jika mati akan kami ganti. Setelah satu tahun, pohon akan cukup kuat untuk tumbuh dengan sendirinya," Ken menambahkan.


Dampak Nyata Menanam Pohon

Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk. (Dok: TWA Mangrove Angke Kapuk @twa_mangrove)

Kawasan TWA Angke Kapuk seluas 99,82 hektar ini pada 1998 hanya memiliki 10 persen tutupan mangrove, pada 2022 telah tertutup sekitar 50 persen. Dengan bertambah banyaknya pohon, dan perairan yang sehat di mana terdapat banyak ikan maka dengan sendirinya tempat ini menjadi surga bagi burung-burung pesisir baik burung migran dan non migran termasuk di antaranya burung elang.

Menurut Ken, pohon mangrove yang ditanam di sini dibiarkan tumbuh secara alami. Lantaran kawasan TWA angke kapuk memang kawasan konservasi, sehingga tidak satupun fauna ataupun floranya diijinkan untuk diambil atau dimusnahkan dengan sengaja.

"Sekarang kawasan ini sangat asri dan perairannya sangat tenang, hal ini membuat kawasan cukup populer untuk berkegiatan mendayung. Pengunjung bisa mengikuti trip mendayung di kawasan ditemani oleh guide," sebutnya lagi.

Pemulihan kawasan sejak 1998 yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh, manfaatnya bisa dilihat dan dirasakan sendiri oleh pengunjung. Saat menjelajahi hutan mangrove, mereka dapat menghirup kesegaran udaranya dan mendengarkan kicauan burung, seolah bukan berada di Jakarta.

 


Terhubung dengan Penjaga Hutan

Fun Hutan dalam kegiatan menanam pohon mangrove di kawasan Muara Gembong, Bekasi, pada 27 Agustus 2022. (Dok: Hutanitu Indonesia)

Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Fun Hutan, salah satu Youth hub NGO Hutan Itu Indonesia. Belum lama mereka menanam mangrove di kawasan Muara Gembong, Bekasi, pada Agustus 2022.

Kegiatan ini diikuti 27 peserta dan didukung oleh Hutan Itu Indonesia, Indorelawan, dan Pigeon. Sebanyak 500 bibit mangrove berhasil ditanam pada kegiatan tersebut yang bertujuan untuk mencegah terjadinya abrasi.

"Berawal dari kerisauan, sekarang kita bisa menikmati hutan, tapi apa nanti anak cucu kita juga?" ucap Mohammad Rozaq Prayoga dari Funhutan.id melalui sambungan telepon, Jumat, 18 November 2022.

Berbagai cara untuk memunculkan kesadaran akan pentingnya hutan pun dilakukan, seperti adopsi pohon hingga Musika Foresta. Program ini adalah konser musik yang menyasar kaum milenial dan Gen Z untuk memperkenalkan hutan.

Di Fun Hutan, mereka juga terhubung dengan masyarakat adat penjaga hutan di daerah seperti Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Salah satunya Komunitas Konservasi Indonesia Warsi (KKI Iwarsi), organisasi non-profit yang mendampingi masyarakat di dalam dan sekitar hutan. 

Organisasi ini juga yang memelihara hutan adat sejak 1998, salah satunya di Kerinci. Ada pula Rimba Raya yang menjaga hutan di Kalimantan, keterhubungan ini merupakan salah satu upaya keberlanjutan dari program menanam pohon maupun adopsi pohon yang telah dilakukan.

 


Manfaat Ekonomi dan Wisata

Ilustrasi mangrove. (dok. Djarum Foundation)

Setelah menanam pohon, ada banyak keuntungan yang didapatkan bukan hanya sekadar memproduksi oksigen. Manfaat ekonomi dan wisata merupakan dua hal yang terlihat nyata. 

Pohon mangrove mulai dapat dirasakan manfaatnya untuk ekosistem lingkungan dan masyarakat sekitar setelah berusia lima tahun. "Mangrove adalah tempat habitat satwa berlindung sebelum mereka siap untuk hidup lepas ke laut," sebut Paundra Hanoetama, Founder dari Mangrove Jakarta melalui wawancara telepon, Kamis, 17 November 2022.

Manfaat mangrove dari segi ekonomi pun banyak, salah satunya buahnya dapat dijadikan sirup dan dodol. "Kita lagi kerja sama dengan UMKM di Muara Gembong, Bekasi agar masyarakat setempat bisa mengolahnya menjadi produk," katanya lagi.

Tentunya, Paundra mengatakan pohon mangrove yang ditanam haruslah dicek secara berkala. Mangrove Jakarta telah menanam pohon sebanyak 48 ribu lebih selama tiga tahun komunitas terbentuk. Lokasi penanaman pohon dilakukan di Jakarta, pesisir Marunda, Pulau Tidung, Pulau Pari, Tanjung Pasir, hingga Muara Gembong.

Paundra menambahkan, hasil dari penanaman pohon tidak dapat dirasakan secara instan. Bahkan, untuk mangrove yang terbilang cepat pun setidaknya baru bisa terlihat setelah lima hingga sepuluh tahun.

Namun komunitasnya tak berhenti hanya menanam pohon, mereka terus mengedukasi, terutama ke masyarakat sekitar yang seringkali merusak mangrove, menjadikannya sebagai kayu bakar untuk memasak. Padahal, tempat tinggal mereka terancam karena abrasi pantai.

Dengan edukasi, semakin banyak orang yang sadar akan pentingnya pohon dan ekosistem hutan. Dengan cara itu, keadaan Bumi diharapkan akan membaik.

 

 

Daftar sejumlah pohon endemik Indonesia yang terancam punah. (dok. Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya