Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengeluarkan Peraturan Menaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 yang salah satunya mengatur bahwa penyesuaian nilai UMP 2023 tidak boleh melebihi 10 persen.
Dikutip dari Antara, Sabtu (19/11/2022), Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah telah menetapkan aturan terkait upah minimum tersebut, pada 16 November 2022 dan diundangkan pada 17 November 2022.
Advertisement
Beberapa ketentuan di dalamnya menekankan bahwa penyesuaian nilai upah minimum untuk 2023 dihitung menggunakan formula penghitungan dengan mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu.
Data yang digunakan juga bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
Sementara itu, dalam Pasal 7 tertulis bahwa penetapan atas penyesuaian nilai upah minimum tidak boleh melebihi 10 persen. Selain itu, dalam hal hasil penghitungan penyesuaian nilai upah minimum melebihi 10 persen, Gubernur menetapkan upah minimum dengan penyesuaian paling tinggi 10 persen.
Jika pertumbuhan ekonomi bernilai negatif, penyesuaian nilai upah minimum hanya mempertimbangkan variabel inflasi.
Dalam Permenaker Nomor 18 Tahun 2023 itu juga tertulis Upah Minimum Provinsi 2023 ditetapkan oleh Gubernur dan paling lambat diumumkan pada 28 November 2022. Gubernur juga dapat menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota 2023 dan diumumkan paling lambat 7 Desember 2022.
Upah Minimum 2023 provinsi dan kabupaten/kota yang telah ditetapkan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2023.
Kadin Setuju UMP 2023 Naik, tapi Minta Insentif Pemerintah
Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin Indonesia melihat perlunya kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2023 agar daya beli masyarakat terutama pekerja/ buruh tetap terjaga. Ini tentunya mempertimbangkan saat ini inflasi tahunan pada bulan Oktober 2022 mencapai 5,71 persen year-on-year.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid mengungkapkan, di sisi lain, Kadin juga menyadari kenaikan UMP berisiko memberikan beban tambahan bagi pengusaha.
Ini terutama di tengah pelemahan ekonomi global yang berimbas pada penurunan permintaan dan pendapatan perusahaan, khususnya di sektor padat karya yang berorientasi ekspor.
"Kita harus pastikan jangan sampai kenaikan UMP menggerus daya usaha industri yang dapat berakibat pada pengurangan tenaga kerja atau bahkan terpaksa gulung tikar yang nantinya malah menyebabkan peningkatan angka pengangguran," kata Arsjad dalam keterangannya, Rabu (16/11/2022).
Untuk itu, katanya, pemerintah perlu memikirkan solusi yang lebih holistik untuk memastikan sektor industri di Indonesia tetap terjaga terutama di tengah ancaman resesi dunia 2023 yang saat ini kita hadapi.
Salah satunya dengan mempertimbangkan pemberian insentif bagi sektor industri padat karya yang berorientasi ekspor, misalnya dengan pemberian kredit pajak atas selisih kenaikan upah.
"Di masa pelemahan ekonomi global saat ini, kita harus bergotong royong dan fokus pada peningkatan kinerja ekonomi Indonesia," tegasnya.
Advertisement
Kedepankan Dialog
Untuk itu, KADIN mendorong pemerintah, pengusaha, dan tenaga kerja/buruh untuk mengedepankan dialog sosial dalam menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan dan menemukan win-win solution bagi semua pihak. Pada akhirnya, tujuannya adalah untuk kesejahteraan bersama.
Selain itu, KADIN mendorong pelaku usaha untuk juga memikirkan program-program untuk meningkatkan kesejahteraan buruh yang lebih berkelanjutan.
Ini misalnya, melalui program peningkatan produktivitas buruh melalui upskilling/reskilling, penyediaan tempat tinggal di sekitar tempat usaha untuk mengurangi pengeluaran buruh, dan program kewirausahaan bagi anggota keluarga buruh sehingga dapat menambah penghasilan keluarga buruh.
"Sebagai mitra strategis pemerintah sekaligus rumah pelaku usaha, KADIN menghormati mekanisme yang berlaku terkait penentuan UMP dan siap memfasilitasi diskusi antar pemangku kepentingan untuk mendapat titik ekuilibrium," pungkas Arsjad.