Ada KLB Polio di Aceh, Penggunaan Vaksin Polio Harus Izin Dulu ke WHO

Penggunaan vaksin Polio dalam upaya penanganan KLB Polio harus izin WHO terlebih dahulu.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 20 Nov 2022, 15:00 WIB
Seorang anak diukur tumbuh kembangnya sebelum menerima vaksin campak dan polio di sebuah posyandu di Banda Aceh, Aceh, Rabu (4/10/2020). Pemberian vaksin polio dan vaksin campak secara gratis yang berlanjut di tengah pandemi COVID-19 bertujuan memperkuat imunitas anak. (CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Adanya KLB Polio dengan temuan satu kasus di Kabupaten Pidie, Aceh membuat penggunaan vaksin Polio yang diberikan harus dengan izin Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terlebih dahulu. Sebab, virus Polio hasil sekuens pada kasus KLB di Aceh adalah Tipe 2, yang mana virus ini sebenarnya sudah dianggap 'tidak ada lagi' atau eradikasi.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Maxi Rein Rondonuwu menegaskan, hasil pelaporan virus Polio Tipe 2 dan penggunaan vaksin Polio sebagai pencegahan harus izin ke WHO.

Tipe 2 virus Polio ini adalah tipe Lansing, yang ditetapkan menurut nama kota di Amerika Serikat, yang mana mana tipe 2 pertama kali ditemukan. Untuk vaksin Polio mencakup dua, yaitu Polio Tetes (Bivalent Oral Polio Vaccine/bOPV) dan Polio Suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV).

Pemberian bOPV biasanya ditujukan pada bayi usia 1 - 4 bulan, sedangkan IPV pada usia 4 bulan. 

"Apalagi Tipe 2 (virus Polio) ini dianggap sudah eradikasi. Makanya, yang pemberian vaksin bOPV dan IPV dulu untuk Tipe 2 itu enggak ada lagi. Karena Tipe 2 dianggap sudah sudah 'enggak ada lagi' di daerah, tapi ternyata surveilans kita bagus, ada temuan Tipe 2 ini," terang Maxi saat 'Press Conference: Kejadian Luar Biasa Polio di Indonesia' pada Sabtu, 20 November 2022.

"Sehingga vaksin Polio yang kebetulan ada di Bio Farma, itu penggunaannya harus kita minta izin WHO. Ya kan yakin betul karena kita sudah eradikasi, tapi ternyata masih ada polio gitu. Jadi, harus izin WHO untuk menggunakan vaksinnya dan kita sudah ada produksi di Biofarma."


Gelar Imunisasi Massal

Anak-anak menunggu antrean saat mengikuti vaksin Difteri Tetanus (DT) di RPTRA Citra Permata, Jakarta, Selasa (28/9/2021). Kegiatan rutin tahunan tersebut bertujuan memberikan kekebalan tubuh pada anak sekolah terhadap penyakit DT dengan kuota 150 anak per hari (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Merespons temuan satu kasus Polio, Pemerintah Kabupaten Pidie, Aceh akan menggelar imunisasi massal yang dimulai pada 28 November 2022. Imunisasi massal ini akan berlangsung dalam dua putaran, yang ditujukan untuk pemberian vaksin polio tambahan pada usia nol sampai 13 tahun.

Imunisasi massal yang dimaksud adalah imunisasi polio yang merupakan bagian dari imunisasi rutin anak. Imunisasi polio yang diberikan berupa Polio Tetes (Bivalent Oral Polio Vaccine/bOPV) dan Polio Suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV).

Adanya pemberian imunisasi tambahan demi memperkuat perlindungan terhadap virus Polio. Apalagi di Aceh, cakupan imunisasi polio, baik bOPV maupun IPV masih terbilang rendah, di bawah 50 persen.

"Tentu yang diinginkan ke depan, respons dalam penanggulangan Kejadian Luar Biasa atau KLB Polio, yaitu kami akan melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) ya dan juga tentu cakupan imunisasi rutin -- imunisasi polio -- kita tingkatkan," Maxi Rein Rondonuwu melanjutkan.

"Direncanakan nanti di Pidie (imunisasi tambahan polio) dimulai tanggal 28 November 2022. Kita harapkan selesai dalam seminggu dan tanggal 5 Desember di seluruh kabupaten/kota di wilayah Aceh."


Kombinasi 2 Vaksin Polio

Petugas Puskesmas melakukan imunisasi campak kepada siswa kelas I saat pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di SDN Serua 3, Ciputat, Tangsel, Selasa (1/9/2020). Kegiatan itu untuk memberikan kekebalan terhadap siswa dari penyakit campak, difteri dan tetanus. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Dalam penanganan KLB Polio, Kemenkes juga terus berkonsultasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terutama untuk sasaran imunisasi polio anak.

"Kami masih konsultasi dengan WHO, kemungkinan kita akan lakukan (imunisasi polio) di anak usia di kurang dari 13 tahun ya. Tapi sasaran anak 15 tahun itu kita tetap cari," lanjut Maxi Rein Rondonuwu.

Kemenkes juga terus mengejar cakupan imunisasi polio melalui Bulan Imunisasi Nasional (BIAN). Kombinasi cakupan vaksinasi Polio Tetes (Bivalent Oral Polio Vaccine/bOPV) dan Polio Suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV) harus ditingkatkan.

"Kita baru melaksanakan BIAN atau Bulan Imunisasi Nasional. Itu salah satu yang kami kerjakan, termasuk imunisasi polio yang kita akan kejar terus imunisasi rutin itu. Nah, bOPV dan IPV karena sangat rendah sekali ya untuk mempertahankan dan melakukan eradikasi di dunia juga harus dikombinasikan cakupannya," jelas Maxi.

"Tidak mungkin juga kalau cuma bOPV yang kita kejar. Jadi, IPV ini betul-betul juga harus dilakukan di seluruh wilayah Indonesia melalui BIAN. Tapi memang ya kita lagi masa pandemi COVID-19, untuk luar Jawa ya cakupannya ada yang tidak mencapai target."


Cakupan Imunisasi Polio

Anak-anak mengikuti Bulan Imunisasi Anak Nasional di RPTRA Pola Idaman, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Senin (1/8/2022). Sebanyak 76 anak mengikuti bulan imunisasi anak nasional pemberian imunisasi tambahan Campak-Rubela dan pemberian imunisasi pada anak yang belum mendapatkan imunisasi lengkap. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Berdasarkan data yang dihimpun Kemenkes per November 2022, cakupan imunisasi Polio, baik Polio Tetes (Bivalent Oral Polio Vaccine/bOPV) dan Polio Suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV) terlihat rendah di berbagai wilayah Indonesia.

Pemetaan secara nasional yang dianalisis dari tools Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), cakupan imunisasi Polio yang rendah sudah terlihat sebelum pandemi COVID-19 melanda.

"Cakupan bOPV dan IPV memang di tingkat kabupaten/kota itu rendah. Tapi ini sempat juga sebelum pandemi COVID-19, lumayan lah OPV-nya di angka 86,8 persen, sekalipun ada yang di bawah 50 persen," papar Maxi Rein Rondonuwu.

"Yang masih rendah ada di Kalimantan, Sumatera. Kalau lihat Aceh ya sejak tahun 2020 (masuk kategori) merah -- cakupan imunisasi Polio rendah. Di Papua dan Kalimantan paling banyak rendah IPV-nya juga, di bawah 50 persen tahun 2020."

Selanjutnya, tahun 2021, cakupan imunisasi bOPV turun di angka 80,2 persen. Wilayah yang turun cakupan bOPV di Aceh dan di beberapa di wilayah Sumatera dan Papua.

Di sisi lain, Maxi mengungkapkan, cakupan IPV justru naik tahun 2021 di angka 66,2 persen. Walau begitu, wilayah Sumatera dan Papua masih ada yang cakupan IPV rendah, terutama di Aceh.

"Aceh dan Papua masih merah IPV-nya. Tapi ya kenyataannya memang Papua sudah dari tahun 2018 dapat Sertifikat Bebas Polio untuk (virus Polio) Tipe 1. Yang Aceh kasus kita sekarang itu Tipe 2," ungkapnya.

Infografis WHO Sebut Akhir Pandemi Covid-19 Sudah di Depan Mata. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya