Liputan6.com, Jakarta - Profesi pawang hujan atau sebutan untuk seseorang yang dianggap dapat mengendalikan hujan dan cuaca akhir-akhir ini kembali ramai diperbincangkan oleh publik, seturut gelaran KTT G20.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyatakan kelancaran jamuan makan malam (gala dinner) pada acara G20 di Bali tidak menggunakan jasa pawang meskipun acara ini berlangsung di musim hujan.
Semula, beberapa pemimpin redaksi menduga panitia G20 menggunakan jasa pawang hujan. Namun dugaan itu ditepis Jokowi.
"Enggak, kita ini ilmiah sekali. Setiap ada gumpalan awan yang menimbulkan potensi hujan langsung disergap tim TMC," tutur Jokowi menceritakan proses rekayasa cuaca.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menceritakan bagaimana mendapat kabar adanya hujan yang terjadi sebelum acara jamuan makan malam. Tiga hari jelang gala dinner, cuaca masih menjadi fokus panitia.
Baca Juga
Advertisement
Presiden Jokowi mengatakan bahwa di balik kelancaran acara Gala Dinner G20 yang dilakukan di Garuda Wisnu Kencana (GWK), pada Selasa malam, 15 November 2022, adalah menggunakan penerapan rekayasa cuaca oleh BMKG.
Hal ini Presiden Jokowi sampaikan ketika bertemu dengan beberapa pemimpin redaksi media nasional di Hotel Apurva Kempinski, Bali, pada Kamis, 17 November 2022.
“Kita menggunakan BMKG dan kita menyiapkan TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca),” kata Jokowi.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Rekayasa Cuaca: Magis, Doa atau Sains
Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini memang tidaklah seperti duhulu. Seiring berjalannya waktu ilmu terus berkembang, bahkan hal-hal yang dulu dianggap seperti mustahil untuk dilakukan akhirnya dapat terpecahkan. Salah satunya adalah rekayasa cuaca.
Meskipun akses teknologi telah mudah dijangkau, nyatanya masih ada masyarakat yang lebih mengandalkan ilmu tradisional. Misalnya pelibatan pawang hujan pada acara MotoGP beberapa waktu lalu yang diselenggarakan di Nusa Tenggara Barat.
Lantas, bagaimana Islam memandang rekayasa cuaca menggunakan teknologi dan pawang hujan?
Dilansir dari laman Muhammadiyah.or.id, setidaknya manusia memang mengenal tiga pendekatan dalam menaklukkan alam. Pertama dengan kearifan lokal (magis), kedua dengan tuntunan agama (doa), dan ketiga menggunakan teknologi (Sains).
“Pertama dengan magic, yaitu dengan cara alam itu dipaksa tunduk pada kekuatan-kekuatan gaib. Kedua, melalui agama, yaitu dengan doa-doa kepada Tuhan supaya Tuhan memberikan bantuan penaklukan terhadap alam. Dan ketiga melalui sains, dimana orang itu menggunakan akal pikirannya mencari alat untuk menaklukkan alam,” jelas Dadang Kahmad sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam program Catatan Akhir Pekan di kanal Youtube Tvmu, Sabtu (9/4).
Advertisement
Muhammadiyah Pilih Doa dan Sains
Dari ketiga cara itu, bagi Muhammadiyah ada dua cara yang diperbolehkan dalam melakukan pendekatan dalam menaklukkan alam, dengan doa kepada Allah SWT dan menggunakan sains.
“Bagi Muhammadiyah, ada dua yang diperbolehkan yaitu melalui agama dengan doa, memohon pada Allah agar kita diberi bantuan melakukan sesuatu termasuk menaklukkan alam, huwa ansya`akum minal-arḍi wasta’marakum fīhā,” ujar Dadang mengutip Surat Hud ayat ke-61.
Selain berdoa, Muhammadiyah juga mendukung pendekatan sains dalam menaklukkan alam, termasuk dalam mengatur rekayasa cuaca. Adapun terkait cara pertama (magis) dalam pengendalian cuaca, Dadang menilai di Indonesia, kebanyakan masih digunakan oleh kelompok nonmuslim.
“Ya kalau nonmuslim ya tidak terlalu masalah. Kan itu kepercayaan mereka. Tapi bagi orang-orang Islam, kita memberi satu pengertian bahwa kita hanya diperbolehkan melalui dua itu yaitu berdoa dan berikhtiar melalui ilmu pengetahuan sebagaimana yang dikehendaki agama di dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Saw,” lanjutnya.
Allahu A’laam
Hamzah Setia Al Muhandisyi