Liputan6.com, Jakarta - Teknologi memang membuat segala aktivitas menjadi lebih mudah dan efisien. Namun, kecanggihan teknologi membuat seseorang begitu mudah mengambil atau menjiplak sebagian karya orang lain di ruang digital.
Padahal, apa yang dilakukannya merupakan tindak plagiarisme yang melanggar hukum. Plagiarisme merupakan salah satu bentuk pelanggaran karya milik orang lain karena menggunakan sebagian atau keseluruhan tanpa seizin pemiliknya.
Advertisement
Menurut Dosen Teknik Industri Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Alif Lukmanul Hakim, di dunia akademis, sangat penting memeriksa plagiarisme lantaran sulitnya menuliskan hasil penelitian sehingga tak jarang karya ilmiah yang dijadikan referensi malah ditulis utuh.
"Tindakan yang demikian itu sudah masuk kategori plagiarisme," kata Alif dalam webinar bertajuk 'Jangan Asal Comot, Kenali Plagiarisme Digital!,” di Pontianak, belum lama ini, dikutip Senin (21/11/2022).
Oleh karena itu, ia menambahkan, mengecek plagiarisme penting untuk menghindarkan diri dari tindak kejahatan.
"Menjaga kualitas karya ilmiah tetap baik harus menghindari sekecil apapun plagiarisme, karena apabila dilakukan akan menurunkan kualitas karya ilmiah itu sendiri," ucapnya dalam webinar yang digelar Kominfo dan GNLD Siberkreasi ini.
Alif menuturkan, beberapa alat yang dapat digunakan dalam cek plagiarisme adalah Duplichecker yang bisa mendeteksi tulisan apakah itu asli atau hasil plagiat.
Tools Lainnya
Berikutnya adalah Plagiarism Checker Small SEO Tools, yang bisa dipasang pada wordpress website penggunanya. Lalu ada pula Turnitin yang khusus dirancang untuk akademisi yang dapat mendeteksi plagiarisme sebuah dokumen.
Sementara itu, Pegiat Japelidi dan dosen UIN Alauddin Makassar Andi Fauziah Astrid, memberikan tips agar terhindar dari plagiarisme.
Caranya adalah dengan memperhatikan pengambilan kutipan; melakukan parafrase; mengecek lebih awal dokumen yang hendak ditulis; do manual things; dan manajemen waktu.
Sebab, menurut dia, salah satu alasan orang melakukan plagiat adalah waktu yang dimiliki terbatas atau memang malas melakukan segala sesuatu secara mandiri.
“Kita diharapkan mampu menyeleksi dan memverifikasi informasi yang didapatkan serta menggunakannya untuk kebaikan sesama,” ucap Fauziah.
Sementara itu, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Teknologi Yogyakarta Ade Irma Sukmawati mengingatkan, Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Pasal 25 menyebutkan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri dan sejenisnya dilindungi oleh undang-undang.
Dalam pemanfaatan teknologi informasi, masih dalam UU yang sama, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi.
Advertisement