Imunisasi Polio di Aceh Rendah, Kemenkes: Ibu-Ibu Takut Anaknya Panas

Takut anak panas menjadi salah satu alasan para ibu di Aceh tidak membawa anak untuk imunisasi Polio.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 21 Nov 2022, 16:00 WIB
Petugas paramedis menyiapkan peralatan imunisasi saat program BIAS di Kantor Kelurahan Tamansari, Jakarta, Selasa (24/11/2020). Selama masa pandemi, pemerintah melalui Dinas Kesehatan tetap menggelar Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Cakupan imunisasi Polio, baik pemberian Polio Tetes (Bivalent Oral Polio Vaccine/bOPV) dan Polio Suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV) di Aceh terbilang rendah, di bawah 50 persen. Salah satu alasannya, ternyata para ibu di sana takut anaknya mengalami panas akibat efek dari vaksin Polio.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Maxi Rein Rondonuwu menuturkan, ketakutan terhadap efek vaksin Polio juga dipandang hampir sama dengan orangtua lainnya.

Dalam hal ini, tergantung bagaimana pola asuh dan informasi yang diperoleh para ibu terkait vaksin Polio.

"Ada masalah keyakinan (soal imunisasi Polio) tapi sebenarnya hampir sama dengan yang lain, ya takut (anaknya) sakit, panas gitu. Ini soal cara mengasuh yang belum paham tentang imunisasi," tutur Maxi saat 'Press Conference: Kejadian Luar Biasa Polio di Indonesia' ditulis Senin, 21 November 2022.

"Padahal, imunisasi penting dan yang paling banyak (menyebarkan) informasi (imunisasi) katanya dari kader."

Informasi di atas diperoleh berdasarkan survei cepat yang dilakukan Kemenkes bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap 30 rumah tangga di Aceh beberapa waktu lalu.

Survei ini dilakukan juga merespons temuan satu kasus pasien anak usia 7 tahun 2 bulan positif Polio di Kabupaten Pidie, Aceh yang berujung Kejadian Luar Biasa (KLB). Hasil survei mengungkap 25 rumah tangga di antaranya, sebagian besar anak tidak mempunyai riwayat imunisasi Polio.

"Kami melakukan survei cepat terhadap 30 rumah tangga yang dilakukan bersama WHO akibat KLB Polio ini dan ternyata memang dari 30 rumah tangga itu OPV rendah. Dari 25 rumah tangga, anak-anak ada yang tidak vaksin Polio, IPV tidak ada (riwayat)," jelas Maxi.


Takut Anak Kena KIPI

Perawat dibantu kader Posyandu menyuntikan vaksin campak, vaksin pentabio berisi vaksin DPT, Hepatitis B dan Haemophilus Influenzae dan Imunisasi Polio terhadap anak di RW 09, Kelurahan Pondok Benda, Tangerang Selatan, Senin (14/12/2020). (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Alasan para ibu di Aceh masih enggan membawa anak untuk imunisasi Polio, lanjut Maxi Rein Rondonuwu juga dikarenakan mereka takut anaknya mengalami Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Ada pula alasan terkait adat setempat.

"Nomor satu itu takut KIPI. Kalau enggak salah, dari 30 rumah tangga, 12 di antaranya, berpendapat seperti itu," katanya.

"Kemudian ada yang namanya adat di sana. Misalnya, suaminya enggak mau kasih (imunisasi anak) sebelum (anak) turun tanah -- bisa jalan. Itu artinya kalau belum bisa jalan ya enggak boleh (imunisasi)."

Dari informasi yang dihimpun, ada beberapa efek samping yang dapat dirasakan anak setelah mendapatkan imunisasi polio, baik Polio Tetes (Bivalent Oral Polio Vaccine/bOPV) maupun Polio Suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV).

Meski jarang terjadi, OPV yang diberikan melalui tetes mulut dapat menyebabkan diare. Agar aman dan tidak menyebabkan efek samping yang berbahaya, sebaiknya konsultasi lebih dulu ke dokter sebelum imunisasi dilakukan.

Setelah pemberian IPV, kemungkinan akan timbul kemerahan di area suntikan. Anak juga bisa mengalami demam ringan. Demam ini dapat diatasi dengan memberikan parasetamol sesuai anjuran dokter.


Sosialisasi Informasi Seputar Imunisasi

Dokter dengan Alat Pelindung Diri memberikan vaksin radang otak pada anak di Rumah Vaksinasi Sawangan, Depok, Selasa (16/6/2020). Orang tua diminta tidak menunda pemberian imunisasi pada anak-anak yang masih harus menerima imunisasi lengkap di tengah pandemi Covid-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Masih adanya pola asuh orangtua yang cemas untuk membawa anak imunisasi Polio, diperlukan sosialisasi dan penyebaran informasi lebh gencar lagi.

"Sosialisasi segera penting lewat media. Jadi bagaimana untuk lebih menyampaikan berita yang baik untuk menggugah masyarakat terutama membawa anak-anaknya untuk diimunisasi. Butuh dukungan teman-teman sangat berarti sekali," Maxi Rein Rondonuwu menambahkan.

"Karena seperti yang saya katakan tadi, kebanyakan pemahaman ibu-ibu mendapatkan informasi yang benar itu belum terjadi, terutama di desa-desa sehingga kami harapkan dengan informasi yang benar melalui toko-toko kunci ya, misal tokoh agama, ulama dapat membantu pencegahan penyakit melalui imunisasi."

Menurut Maxi, imunisasi Polio menjadi satu-satunya pencegahan utama agar anak tidak terinfeksi virus Polio. Terlebih Indonesia sudah mendapatkan Sertifikat Eradikasi atau Bebas Polio tahun 2014.

Walau begitu, temuan kasus lumpuh layuh tetap harus dilaporkan daerah ke Kemenkes dan WHO.

"Pencegahan sudah pasti satu-satunya vaksin Polio. Dampaknya besar sekali, apalagi tahun 2014, kita dinyatakan Eradikasi Polio. Kita punya kasus Polio di Papua tahun 2018 dan sekarang di Aceh, jadi walau kita sudah eradikasi, ternyata masih ada virus Polio-nya," imbuh Maxi.


Efek Imunisasi Polio

Dokter memberikan imunisasi campak kepada murid baru sekolah dasar negeri di Puskesmas Pondok Labu, Jakarta Selatan, Rabu (12/8/2020). Selain dalam rangka Bulan Imunisasi Anak Sekolah, kegiatan ini juga bagian dari pemeriksaan kesehatan murid baru sekolah dasar negeri. (merdeka.com/Arie Basuki)

Mengutip Klikdokter, efek samping dari pemberian imunisasi polio, namuin efek samping yang terjadi dibawah takaran prosentase 0,5-1 persen alias masih termasuk kecil.

Pada imunisasi polio tetes, walaupun sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang dapat terjadi mencret ringan, tanpa panas seperti mengutip laman IDAI. 

Infografis Pencegahan dan Bahaya Mengintai Akibat Cuaca Panas. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya