Liputan6.com, Tokyo - Menteri Urusan Dalam Negeri di pemerintahan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida terpaksa mengundurkan diri.
Minoru Terada mendapat kecaman atas beberapa penyimpangan masalah akuntansi dan pendanaan di pemerintahan. Dia mengakui bahwa salah satu kelompok pendukungnya menyerahkan catatan akuntansi diisi oleh tanda tangan orang yang sudah meninggal.
Advertisement
“Saya minta maaf atas serangkaian pengunduran diri para menteri,” kata Kishida,
“Saya sadar akan tanggung jawab saya yang berat dalam upaya penunjukan mereka.”
Hari ini, PM Jepang berjanji untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik, dikutip dari 1news.co.nz, Senin (21/11/2022).
“Saya akan memenuhi tanggung jawab saya dengan mengejar kebijakan penting,” katanya dan berjanji untuk memastikan kejelasan tentang masalah uang dan politik.
Dia kemudian menunjuk Takeaki Matsumoto, mantan menteri luar negeri, sebagai pengganti Terada.
Terada muncul di Kantor Perdana Menteri Minggu malam dan mengatakan kepada wartawan bahwa dia telah mengajukan pengunduran dirinya ke Kishida.
“Saya mengambil keputusan karena saya tidak boleh ikut campur dalam diskusi parlemen tentang undang-undang karena masalah saya,” kata Terada.
Terada, yang telah dikritik atas skandal selama lebih dari sebulan, mengatakan dia tidak melanggar hukum apa pun dan berjanji untuk memperbaiki masalah akuntansi dan telah menunjukkan tekad untuk tetap bertahan.
"Kredibilitasnya sudah hilang dan pengunduran dirinya datang terlambat, dan mempertanyakan penilaian dan kepemimpinan Perdana Menteri Kishida," kata Kenta Izumi, kepala oposisi utama Partai Konstitusional Demokrat Jepang, dalam sebuah pernyataan.
Pengamat politik juga mengatakan, kurangnya ketegasan Kishida berasal dari pijakannya yang lemah di dalam partai yang berkuasa.
Kishida memilih pengganti Terada dari faksi Aso.
Survei media baru-baru ini menunjukkan mayoritas responden mendukung pengunduran diri Terada, sementara peringkat dukungan untuk pemerintahan Kishida turun hingga di atas 30%, terendah sejak dia menjabat pada Oktober 2021.
Menteri Kehakiman Jepang Mundur
Sebelumnya, Menteri Kehakiman Jepang Yasuhiro Hanashi membuat komentar pada pertemuan partai bahwa pekerjaannya hanya menjadi sorotan berita siang hari, bila ia menyetujui eksekusi hukuman mati pada pagi harinya.
Pernyataan itu kemudian menuai kritik, dianggap sebagai tidak pantas.
Menteri Yasuhiro Hanashi kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa ia mengajukan pengunduran dirinya, Jumat 11 November 2022 ke Kishida, dua hari setelah ia berkomentar perihal hukuman mati yang menuai kontroversi.
Pernyataan soal hukuman mati itu, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (12/11/2022), dengan cepat memicu kecaman dari oposisi dan bahkan dari dalam partai pemerintahan Kishida sendiri.
Pernyataan itu juga mengguncang pemerintahan Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida, yang sudah terperosok dalam kontroversi atas hubungannya selama puluhan tahun dengan Gereja Unifikasi, sebuah sekte agama yang berbasis di Korea Selatan yang dituduh di Jepang melakukan perekrutan bermasalah dan pencucian otak para pengikutnya agar memberikan sumbangan besar.
"Saya sembarangan menggunakan istilah eksekusi sebagai contoh” dan membuat masyarakat dan pejabat kementerian “merasa tidak nyaman,” kata Hanashi.
"Saya memutuskan mundur (sebagai menteri kehakiman) sebagai bentuk permintaan maaf kepada rakyat dan tekad saya untuk membangun kembali karir politik saya."
Hanashi mengatakan ia telah berkonsultasi dengan Kishida selama dua hari terakhir tentang kemungkinan pengunduran dirinya, tetapi disarankan untuk meminta maaf dan menjelaskan. Hanashi telah meminta maaf setelah dikecam karena memberi kesan bahwa ia menganggap ringan eksekusi, pada saat Jepang telah menghadapi kritik internasional karena mempertahankan hukuman mati.
''Saya minta maaf dan menarik kembali pernyataan saya yang seolah memandang remeh tanggung jawab,'' katanya Kamis. Tetapi laporan-laporan media kemudian mengungkapkan bahwa ia telah membuat pernyataan serupa pada pertemuan-pertemuan lain dalam tiga bulan ini.
Advertisement
Sempat Tunda Keberangkatan untuk KTT
Kishida kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa ia menerima pengunduran diri Hanashi karena "pernyataannya yang ceroboh" merusak kepercayaan publik terhadap kebijakan peradilan dan dapat menghambat kemajuan diskusi parlemen tentang isu-isu kunci, termasuk langkah-langkah dukungan untuk orang-orang dengan masalah keuangan dan keluarga karena gereja.
Kishida terpaksa segera menangani masalah itu dengan Kabinetnya sebelum berangkat untuk perjalanan sembilan harinya. Ia mengatakan berencana meninggalkan Tokyo Sabtu dini hari untuk menghadiri semua pertemuan yang dijadwalkan pada KTT ASEAN, serta pertemuan Kelompok 20 di Indonesia dan forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik di Bangkok.
Sebelumnya, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida sempat menunda keberangkatannya ke tiga KTT di Asia Tenggara mendatang. Ia mencari pengganti menteri kehakiman yang mundur terkait pernyataannya tentang hukuman mati yang dikritik sebagai tidak pantas.