Liputan6.com, Jakarta Kita amat berduka dengan lebih dari seratus orang yang wafat dan ratusan yang luka-luka akibat gempa Cianjur, Jawa Barat dan sekitarnya bila menilik data semaalm.
Sampai pagi hari ini korban gempa terus bertambah. Menurut berbagai data ilmiah maka beberapa jam sesudah gempa akan banyak ditemukan kasus serius, luka, patah tulang sampai kerusakan organ dalam tubuh akibat berbagai benturan ketika gempa.
Advertisement
Kasus-kasus berat dapat mengakibatkan gangguan berbagai alat/sistem tubuh yang memerlukan penanganan segera. Salah satu penelitian lain menunjukkan dari kasus-kasus yang ada maka sekitar 65 persen mengalami luka-luka, 22 persen patah tulang, 6 persen kerusakan jaringan lunak dan persentasi cukup banyak yang ada trauma di tungkai dan lengan.
Sesudah hari-hari pertama sesudah bencana maka akan timbul berbagai masalah kesehatan lain. Bahkan mungkin sampai ke terjadinya gagal multiorgan atau infeksi berat sampai dapat terjadi sepsis dan lain-lain.
Tentu juga perlu diwaspadai perburukan penyakit kronik yang memang sudah ada pada warga sejak sebelum gempa, dan ini harus diantisipasi sejak sekarang.
Juga perlu diwaspadai setidaknya empat jenis kemungkinan merebaknya penyakit menular, yaitu:
a) penyakit yang ditularkan melalui air (water-borne disease)
b) penyakit menular lewat makanan (“foodborne disease”)c) penyakit paru dan pernapasand) penyakit yang menular melalui kontak langsung antar manusia.
Enam Langkah Kesehatan Saat Gempa
Berikut saya sampaikan enam langkah kesehatan yang perlu dilakukan pada saat bencana seperti gempa ini, yaitu:
1) Penilaian cepat apa yang dibutuhkan segera (rapid needs assessments);
2) Mengevaluasi apa sumber daya yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan yang diperlukan. Dalam hal ini pengaturan pelayanan di RS di Cianjur dan sekitarnya sebaiknya jadi prioritas utama untuk dilaksanakan;
3) Upaya pencegahan terhadap dampak kesehatan selanjutnya, sesudah yang yerjadi di jam-jam dan hari-hari pertama sesudah gempa;
4) Segera menerapkan strategi pengendalian penyakit, baik menular maupun tidak menular yang kronik;
5) Selalu melakukan evaluasi terhadap efektifitas strategi yang dilakukan;
6) Perbaikan “contingency planning” untuk antisipasi kemungkinan bencana di masa datang
** Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI juga Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara serta Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Mantan Kabalitbangkes
Advertisement