Liputan6.com, Pekanbaru - Kondisi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) sebagai rumah gajah sumatra dan satwa dilindungi negara kritis. Dari 81 ribu hektare lahan yang ditetapkan masuk kawasan, kini tersisa 13 ribu hektare saja karena masifnya perambahan hutan dalam beberapa tahun belakangan.
Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro tak menampik hal ini. Dia menyebut hutan yang tersisa di sepanjang Sungai Tesso dan Nilo itu tinggal 16 persen, itupun tidak luput dari perambahan.
Baca Juga
Advertisement
"Masih ada perambahan, ini sudah ditindaklanjuti, mudah-mudahan ada efek jera," kata Heru, Selasa siang, 22 November 2022.
Heru menjelaskan, ada beberapa skenario yang diterapkan menjaga keberlangsungan TNTN. Di antaranya menjaga hutan tersisa agar tidak ada lagi perambahan.
Selanjutnya, ada 28 ribu hektare kawasan TNTN yang sudah luluh lantak masuk dalam program rehabilitasi. Dari jumlah itu, 3.500 hektare sudah berjalan dengan penanaman tanaman kehidupan dan kehutanan.
Dalam kawasan ini keberadaan masyarakat tetap diakui hanya saja tidak boleh lagi menanam kelapa sawit. Pasalnya, sesuai peraturan berlaku, tidak boleh ada tanaman tersebut di taman nasional.
"Yang ditanam itu petai, jengkol dan tanaman lainnya yang bisa menimbulkan efek ekonomi bagi masyarakat, kecuali sawit," terang Heru.
Heru menerangkan, saat ini ada 40 ribu hektare kawasan TNTN sudah berdiri kebun sawit ilegal. Meskipun tidak atas nama perusahaan, satu pemilik terkadang biasa menguasai hingga ratusan hektare hutan negara itu.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Undang-Undang Cipta Kerja
Pemerintah akan menerapkan skema Undang-Undang Cipta Kerja terkait perkebunan ilegal ini. Bagi warga yang memiliki kebun sawit di bawah 5 hektare dan berusia di bawah 5 tahun maka tidak ada denda.
"Namun sawitnya harus diganti dengan tanaman kehidupan," ujar Heru.
Teruntuk warga yang menguasai di atas 5 hektare, tambah Heru, maka pemerintah akan memberlakukan sanksi administratif. Tanah dikembalikan ke negara dan akan diganti dengan tanaman hutan serta kehidupan.
"Sehingga tidak ada sawit lagi di taman nasional, ini tidak akan mudah," sebut Heru.
Heru menyatakan, keberadaan TNTN sangat penting bagi ratusan ekor gajah. Rehabilitasi TNTN dipercaya bisa memperkecil konflik manusia dengan satwa berbadan bongsor itu.
"Rumah gajah akan terbangun lagi," ujar Heru.
Heru menyebut rehabilitasi TNTN tidak akan mudah. Akan ada perlawanan dari sejumlah orang, terutama yang sudah punya kebun sawit ratusan hektare di TNTN.
"TNTN harus diselamatkan walaupun 1 persen, ini muruah Riau, Indonesia, kalau TNTN hilang maka komitmen Indonesia menjaga lingkungan tidak ada," imbuh Heru.
Advertisement