Liputan6.com, Washington, DC - Penasihat kesehatan Gedug Putih, Anthony Fauci, meminta masyarakat agar mendapatkan vaksin COVID-19. Ia menjamin bahwa vaksin-vaksin tersebut aman.
Saat ini, Amerika Serikat sudah mulai masuk musim dingin. Peringatan Dr. Fauci diberikan dalam konferensi pers terakhirnya sebelum pensiun dari Gedung Putih.
Baca Juga
Advertisement
Dilansir VOA Indonesia, Rabu (23/11/2022), Amerika memimpin dunia dalam jumlah kematian akibat COVID-19 yang mencapai lebih dari satu juta orang.
Fauci mengatakan setelah mendistribusikan 13 miliar vaksin COVID-19 secara aman ke seluruh dunia, “jelas ada banyak informasi” yang menunjukkan vaksin itu aman. “Ketika saya melihat adanya orang-orang di negara ini yang tidak bersedia divaksinasi karena alasan yang tidak ada hubungannya dengan kesehatan masyarakat, tetapi karena perpecahan dan perbedaan ideologis, sebagai seorang dokter hal itu menyakitkan saya,” ujarnya.
Ditambahkannya, “Saya tidak ingin melihat siapa pun dirawat di rumah sakit, dan saya tidak ingin melihat siapa pun meninggal karena COVID-19. Apakah Anda seorang Republikan sayap kanan atau Demokrat sayap kiri, tidak ada bedanya bagi saya.”
Fauci akan mengundurkan diri pada bulan Desember mendatang setelah memberikan pelayanan publik selama 54 tahun. Laki-laki berusia 81 tahun itu telah mengepalai National Institute of Allergy and Infectious Diseases atau Institut Alergi dan Penyakit Menular AS, yang merupakan bagian dari National Institute of Health (NIH), sejak tahun 1983.
Pakar imunologi ini telah menjabat sebagai penasehat medis tujuh presiden Amerika, diawali dengan Ronald Reagan yang berasal dari Partai Republik. Namun baru muncul pertama kali dalam konferensi pers di Gedung Putih tahun 2001.
Anggota-anggota parlemen dari Partai Republik telah menjadi pengecam keras Fauci, termasuk Senator Rand Paul yang berselisih paham dengannya dalam beberapa dengar pendapat di Senat dan bersumpah akan menyelidiki Fauci ketika Partai Republik merebut kendali di DPR.
Anthony Fauci mengatakan “ia benar-benar akan bekerjasama sepenuhnya” dalam setiap dengar pendapat pengawasan Kongres yang akan diluncurkan Partai Republik tahun depan.
Kasus COVID-19 di Jakarta Meningkat
Beralih ke dalam negeri, kasus COVID-19 di Indonesia tengah meningkat. Sebanyak 37 persen arau 22.500 kasus COVID-19 aktif nasional ada di DKI Jakarta.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan-DKI Jakarta dr Dwi Oktavia Handayani, TLH.M.Epid mengakui adanya peningkatan kasus COVID-19 di Jakarta. Dwi mengatakan, sebagian besar kasus tersebut menjalani masa isolasi mandiri di rumah.
Dwi menyebut hanya sebagian kecil dari jumlah kasus aktif COVID-19 di Jakarta yang harus menjalani perawatan di rumah sakit.
"Mereka yang menjalani perawatan di rumah sakit jumlahnya ada di kisaran 3.460 pasien dari 22.500 kasus aktif saat ini," ujar Dwi dalam talkshow Kesiapan Faskes di Jakarta: RSDC Wisma Atlet, Kemayoran Tetap Terima Pasien COVID-19, yang diikuti daring, Selasa, 22 November 2022.
"Jadi kurang lebih hanya di kisaran 8 persen dari kasus-kasus yang ada," imbuhnya.
Sejumlah kecil pasien COVID-19 yang menjalani perawatan di rumah sakit itu menurut Dwi menunjukkan karakteristik pasien COVID-19 saat ini tidak berbeda dari karakteristik pasien sebelumnya yang menunjukkan gejala ringan.
"Kecuali waktu episode Delta tentunya," kata Dwi.
Gejala COVID-19 ringan yang dialami mereka yang terinfeks saat ini, kata Dwi, juga tak lepas dari cakupan vaksinasi yang tinggi.
"Tentu ini juga bagian dari tingginya cakupan vaksinasi sebelumnya sehingga orang yang masih tertular COVID walaupun tertular tetapi secara klinis--secara kondisi umum--dia tetap dalam kondisi yang ringan dan cukup menjalani isolasi mandiri saja," ucap Dwi.
Advertisement
Cakupan Booster COVID-19 Masih Rendah
Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok yang rentan terkena COVID-19. Sayangnya, banyak dari mereka yang enggan mendapatkan vaksinasi lengkap hingga booster.
Menurut data Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) yang disajikan pada 22 November 2022, capaian vaksinasi booster baru mencapai 24,3 persen dari total populasi.
Untuk itu, epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono menyampaikan cara agar cakupan vaksinasi booster COVID-19 terutama bagi lansia di Indonesia semakin luas.
Salah satu cara agar masyarakat terutama kelompok lansia bersedia divaksinasi adalah dengan memberi contoh.
“Jadi masyarakat Indonesia itu butuh contoh teladan. Makanya saya mendorong Pak Presiden mau di-booster oleh vaksin produksi Indonesia,” kata Pandu ketika ditemui di Jakarta dalam acara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan USAID, Selasa (22/11).
Selain memberi contoh yang baik, pemerintah juga perlu menjelaskan soal manfaat booster.
“Dulu kan kita enggak memikirkan booster, jadi kita hanya tahu vaksinasi lengkap dua dosis cukup. Kita ubah saja definisinya, yang dimaksud vaksinasi lengkap itu adalah vaksinasi sampai dua kali plus booster.”
Vaksinasi booster sendiri dapat dijadikan sebagai salah satu persyaratan bagi perjalanan dan hal lainnya. Namun, tak boleh dipaksa.
“Kalau dipaksa orang cenderung menolak karena akan ada anggapan bahwa ada yang diuntungkan dari jualan vaksin. Padahal, mayoritas vaksin kita itu donasi dari kerja sama bilateral, multilateral, jadi yang dibeli itu cuman sedikit pada awal pandemi saja.”
Syarat Perjalanan
Lebih lanjut, Pandu mengatakan bahwa menjadikan vaksin sebagai syarat perjalanan bukanlah sebuah paksaan melainkan strategi.
Dalam strategi ini juga dibubuhkan beberapa pemahaman seperti “ketika mengunjungi sanak saudara maka jangan sampai membawa penyakit” sehingga vaksinasi lengkap dijadikan syarat perjalanan.
Sayangnya, momen vaksinasi booster untuk syarat perjalanan terhenti setelah lebaran usai.
“Harusnya vaksinasi booster saat mudik lebaran itu terus dipertahankan.”
Lantas apakah cakupan vaksinasi booster yang rendah bisa berpengaruh buruk pada kasus COVID-19 di akhir tahun ini?
Terkait hal ini, Pandu percaya bahwa tingkat imunitas masyarakat sekarang cukup baik, tapi tidak berlaku sama bagi semua orang. Yang menjadi korban sebagian besar adalah yang belum vaksinasi atau vaksinasinya belum lengkap.
Advertisement