Liputan6.com, Bali - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menyiapkan sejumlah instrumen dalam pengembangan industri energi ini. Salah satunya, dengan memperbaiki kebijakan fiskal yang diterapkan.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengungkap langkah ini jadi salah satu bukti kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku usaha.
Advertisement
Dia juga membeberkan sejumlah insentif yang digelontorkan ke perusahaan-perusahaan di industri hulu migas. "Semangat Kolaborasi Pemerintah juga ditunjukkan dengan menjalankan bisnis tidak seperti biasanya dengan memperbaiki ketentuan fiskal. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama dengan kontraktor dengan insentif tambahan jika diperlukan agar suatu lapangan dapat dikembangkan secara ekonomis," ujarnya dalam pembukaan IOG Convention 2022, Nusa Dua, Bali, Rabu (23/11/2022).
"Kami telah memberikan insentif untuk pengembangan lapangan ExxonMobil Cepu, Pertamina Hulu Mahakam, Pertamina Hulu Energy Sanga-Sanga, Pertamina Hulu Kalimantan Timur, dan beberapa wilayah kerja lainnya," tambahnya.
Upaya ini jadi bagian dalam mengejar 5 visi utama pengembangan industri hulu migas. Pertama, mengoptimalkan produksi lapangan yang ada. Kedua, transformasi sumber daya kontingen menjadi produksi.
Ketiga, mempercepat Enhanced Oil Recovery (EOR) kimiawi. Keempat, mendorong kegiatan eksplorasi migas. Kelima, percepatan peningkatan regulasi melalui One Door Service Policy (ODSP) dan insentif hulu migas.
Industri Migas Diyakini Belum Masuk Sunset
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) meyakini industri ini belum masuk ke fase 'sunset'. Ini dinilai jadi salah satu peluang yang bisa didapat di masa transisi energi.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto meyakini hal itu. Melihat adanya dampak positif turunan atau multiplier effect dalam penyerapan investasi di sektor hulu migas.
Setidaknya, ada 5 visi yang disebutkan Dwi. Pertama, mengoptimalkan produksi lapangan yang ada. Kedua, transformasi sumber daya kontingen menjadi produksi.
Ketiga, mempercepat Enhanced Oil Recovery (EOR) kimiawi. Keempat, mendorong kegiatan eksplorasi migas. Kelima, percepatan peningkatan regulasi melalui One Door Service Policy (ODSP) dan insentif hulu migas.
"Besarnya multiplier effect dari implementasi visi tersebut tidak hanya dari Proyeksi Penerimaan Negara tetapi juga dari investasi dan uang beredar yang dapat berdampak besar terhadap upaya pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah," ujarnya dalam pembukaan 3rd International Convention Indonesia Upstream Oil and Gas (IOG), Nusa Dua, Bali, Rabu (23/11/2022).
"Oleh karena itu, yang sebelumnya dianggap sebagai industri sunset, kini industri minyak dan gas berubah menjadi industri sunrise," tambahnya.
Advertisement
Perlu Maksimalkan Potensi Migas
Pada kesempatan ini, Dwi menekankan kalau industri migas di Indonesia masih banyak yang harus dimanfaatkan. Meski begitu, energi baru terbarukan yang digadang bakal jadi tumpuan di masa depan.
Hal ini juga melihat adanya prediksi Indonesia menempati posisi ke-4 dengan ekonomi terbesar di dunia pada 2030 mendatang. Maka, Indonesia membutuhkan lebih banyak energi.
"Namun, kami masih perlu memaksimalkan nilai sumber daya minyak dan khususnya gas kami untuk memastikan keamanan dan keterjangkauan energi di kawasan ini sambil memenuhi ambisi emisi nol bersih kami. Oleh karena itu, Industri Hulu Migas berupaya mencapai visi produksi minyak 1 juta BOPD dan produksi gas 12 BSCFD pada tahun 2030," paparnya.
Butuh Investasi
Dia menyebut, Investasi yang signifikan dan partisipasi aktif dari pelaku domestik dan internasional diperlukan untuk membuka potensi migas di Indonesia.
"Menyadari hal tersebut, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama dengan para kontraktor," ungkapnya.
Dalam mengejar target itu, Dwi mengungkap Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit. Angkanya mencapai USD179 miliar. Angka ini setara dengan Rp 2.811 triliun untuk 10 tahun kedepan.
"Untuk mencapai target jangka panjang tersebut, kami perkirakan Industri Hulu Migas membutuhkan investasi sebesar USD 179 miliar," ujarnya.
Advertisement